[Chapter khusus; sebuah perandaian; Bagaimana jika]
***
Sejujurnya cinta itu memang sulit.
Minho selalu berpikir begitu karena pertama, bundanya tidak mau bercerai padahal pasangannya selingkuhㅡhal ini sebelum bunda tahu jika suaminya telah menghamili wanita lainㅡ bundanya begitu mencintai sang suami dengan alasan cinta, cih kata yang menjadikan manusia menjadi bodoh. Kedua, cinta pertamanya gagal bahkan sebelum dirinya mencoba. Bagaimana tidak jika dirinya saja menyadari menyukai adiknya sendiri. Dan alasan lain yang benci Minho akui kebenaranya karena menguatkan opini jika cinta itu memang sulit.
Minho menyeret tas besar warna hitamnya, tak apa jika warnanya memudar karena tertutup debu yang jelas dia sudah sangat capai untuk sekadar berjalan. Mengapa indekos tunganannya begitu jauh dan tidak bisa dimasukin ojek online motor. Heran Minho dibuatnya, atau dua dibodohi si pengemudi. Entahlah, Minho tidak mau hanya untuk berpikir.
"Jana?"
Sebuah motor matic berhenti di sampingnya lalu si pengemudi melepas helm.
"Kok tidak bilang kalau ke sini?" Si pengemudi langsung turun dan memeluk Minho dengan erat.
"Kak sesak," Minho bercicit karena tunangannya ini begitu erat menekan di pelukannya.
"Kejutan untuk Kak Biru," Minho memasang wajah dengan kedua telapak tangan diletakkan di bawah dagunya sendiri.
"Gemes banget sih Jana ini!!" Sang tunangan menyubit pipi Minho karena terlalu gemas.
Minho menunduk malu karena perlakuan sederhana lelaki di depannya.
"Ayo ke kosku!!!"
***
Minho telah di sini, kamar milik Chan dengan tubuh yang dia tidurkan guna mengusir rasa lelah karena setelah menempuh perjalanan jauh.
"Mau kakak buatkan apa? Es teh? Kopi oh kamu masih suka kopi sachet kan bukan yang kopi orang mahal?"
"Apapun yang Kak Biru buat aku pasti suka," Minho menjawab dengan sedikit nada menggoda.
Chan boleh melebur?
"Tunggu sebentar ya tunggu," Chan berkata lembut dengan tindakan menyium pipi sedikit berisi milik Minho yang menganggur ㅡmenurut Chanㅡ sebelum melesat keluar kamar.
Si korban penciuman dadakan hanya bisa menggelengkan kepala. Kedua netra berjalan-jalan mengelilingi kamar Chan yang tidak terlalu luas. Minho pikir jika ruangan ini tidak jauh berbeda dari kamar Chan di kampung, masih warna hitam yang mendominasi. Apa tidak jenuh tunangannya itu melihat kamarnya sendiri?
Minho saja sudah jenuh.
"Es kopi susu buatan Biru will be mine datang!!!"
Belum sepenuhnya Minho melihat sekeliling kamar ㅡtentu saja karena sudah telanjur bosanㅡ datanglah Chan yang membawa dua kopi susu yang diberi es dengan kedua tangan kekarnya.
"Selamat menikmati princess," Chan menyerahkan salah satu gelas yang berada di tangannya ke Minho.
Minho menerima gelas itu, "Aku masih cowok, berhenti manggil begitu, Kak," perkataan Minho kontradiksi dengan wajahnya yang saat ini malah memerah.
"Hmm, terus dipanggil apa? Tuan putri?" Seringaian Chan dia tunjukkan melalui wajahnya.
"Tidak ada bedanya!!"
Minho langsung menatap sekeliling asal tidak menatap orang yang saat ini berada di bawahnya ㅡkarena Minho di atas ranjang dan Chan duduk di depannya, tepatnya sisi ranjangㅡ
KAMU SEDANG MEMBACA
Ambilkan Bulan | minsungchan✓
Short Story(💋) Biru, Renjana, Sore. Tiga kata, tiga manusia, tiga kepribadian. [180320ㅡ080420]