“Kepada wajahmu yang menawan
Kepada sikapmu yang begitu rawan
dan kepada jiwamu yang kesepian...Bolehkah aku jatuh hati?”
—Bianca pada buku puisinya halaman 35.
• • •
“Lo keluar dari OSIS.”
“Mau, kan?”Hembusan angin kencang yang menyibak surai hitam panjang milik Bianca, mampu membaca situasi hatinya yang sedang terkesiap. Bersamaan dengan heningnya namun begitu terasa.
Terik matahari yang menyerang dua manusia itu berubah tak punya daya apa-apa. Tiba-tiba saja suhu di rooftop ini berubah menjadi nol derajat dengan degupan kencang jantung gadis itu. Pasokan oksigen yang seharusnya berlimpah ruah mendadak melarikan diri.
Bianca menundukkan kepalanya, kini Andro memaksa otaknya untuk bekerja keras. Tatapan rekat Andro yang terpaku pada wajah risau Bianca itu semakin meningkat.
Andro mengetahuinya, jika kalimat tawaran yang baru saja ia utarakan akan mengakibatkan keadaan canggung seperti ini.
Tetapi, Andromeda tetaplah Andromeda. Cowok jangkung pujaan hati Bianca itu memilih untuk menekan tombol start pada permainannya.Harapannya kali ini, begitu bergantung pada sosok Bianca yang bahkan baru ia kenal sembilan hari ini.
Andro sedikit membuka kelopak matanya ketika Bianca mendongak. Gadis itu memaksa mengunci pandangan Andro pada binar matanya yang terlampau terang.
Walau dengan tidak sengaja, Andro menangkap jelas biratan kaca di sela-sela kedua mata gadis itu.
“Aku enggak bisa, Andro. Maaf,” sesal Bianca merasa bersalah.
Sial. Sewajarnya Andro marah dan memaksanya, tetapi yang pria itu lakukan hanyalah meneguk salivanya dengan perlahan. Sekujur pergerakan Andro telah diracuni oleh mata Bianca yang mengandung banyak rahasia.
“Kenapa?”
Jari-jari kecil Bianca bersembunyi takut pada lipatan rok seragamnya,
“Nggak semudah itu, Andro. Apalagi kak Faidan gabakalan kasih aku jalan mulus. Rumit banget kalau untuk keluar,” jelas Bianca jujur.Untuk detik ini, Andro berhasil lepas dari semburat sinar mata Bianca. Kedua bola mata remaja laki-laki itu teralih menatap jalan raya yang semakin padat saja siang ini.
Napas yang berhembus berat dari hidung Andro membuat Bianca takut setengah mati.
“Udah tahu rumit, kenapa masih aja ikut?” tanya-nya sarkas.Mata Bianca yang terpejam telah menjelaskan semuanya, jika ia tidak tahu harus menjawab apa.
“Yaa karena aku dari dulu sudah punya cita-cita buat masuk ke organisasi itu. Dan nggak bisa gitu aja aku tinggalin. Apa lagi tahun ini aku jadi panitia event, jadi—”
“Lo jadi apa?”
Bianca sempat terdiam, namun bibirnya terbuka untuk kemudian menjawab, “Rangkap, jadi Bendahara, sama Seksi sponsorship. Soalnya banyak yang nggak bisa handle kata kak Faidan, jadi aku terpaksa punya dua wewenang.”Andro berpaling pada wajah Bianca, jujur rasa senang dengan cepat merebak dihatinya. Itu artinya, permainan yang diciptakannya akan semakin lurus tak ada cabang.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Andromeda
Teen Fiction"Aku ingin gapai Andro. Tapi kita berbeda semesta. Aku nggak bakalan bisa sampai." Andro diam. Ia memegang jemari kanan Bianca dan menatap lurus tepat pada binar matanya yang seolah tak pernah meredup. . "Gue yang akan jemput lo." •••• Ini adalah ce...