Lubna duduk dengan gemuruh hatinya yang semakin lama semakin berdebar. Matanya menatap setiap sudut rumah yang biasanya kosong menjadi tempat resepsi pernikahan. Seharusnya, resepsi pernikahan Lubna diadakan di Nusa Dua, Bali, ditemani deburan ombak dan senja yang siap mewarnai langit. Seharusnya, gaun pernikahannya berwana peach dengan rancangan yang akan memperlihatkan bahu dan garis lehernya dengan kalung yang elegan. Seharusnya, saat ini ia mendengarkan seorang laki-laki menyanyikan lagu "A Million Dreams" diiringi instrumen musik dan sambil menggenggan tangan laki-laki itu, mereka bernyanyi bersama. Seharusnya, saat ini ia bersama Ilham Prasetia—laki-laki yang menawarkan Lubna menjadi perempuan yang akan ia jaga sepanjang hayatnya.
Akan tetapi, semua gambaran pernikahan yang direncakan berbulan-bulan itu berubah dalam waktu hitungan hari. Lubna berada di rumah keluarganya sendiri. Rumah masa kecilnya yang selama beberapa tahun terakhir kosong dan kini penuh dengan tamu undangan. Ia menatap pantulan dirinya di depan cermin—terperangah dan masih bertanya-tanya pada dirinya sendiri mengapa ia mau meninggalkan gaun peach rancangannya sendiri dengan gaun panjang sederhana dan hijab lebar yang menjulur panjang sampai turun melebihi dadanya. Ia juga bertanya-tanya ke mana riasan yang biasa melekat pada wajahnya. Semuanya tampak sederhana. Sejak tadi, yang ia dengar adalah lantunan ayat suci Al-Qur'an, doa-doa, serta nasihat tentang pernikahan. Lambat laun suara itu terdengar. Suara dua orang lelaki yang sedang melakukan transaksi atas kehidupan seorang perempuan dengan melibatkan Tuhan.
"Ananda Rafaz Malik Kavindra bin Raden Hastio Adijaya, saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan putri kandung saya yang bernama Lubna Diwanggani dengan mas kawin berupa gelang emas seberat enam gram, tunai."
Ijab itu langsung dibalas oleh Raf dalam satu tarikan napas, "Saya terima nikah dan kawinnya Lubna Diwanggani binti Lukman Saputra dengan mas kawinnya yang tersebut, tunai."
"Bagaimana saksi? Sah?"
"Sah! Alhamdulillah ... barakallahu ...."
Air mata Lubna menetes begitu saja. Ia tidak tahu menangis karena apa. Entah karena rasa kecewa sebab pernikahan ini tidak sesuai dengan ekspektasinya. Entah karena rasa sedih sebab bukan Ilham yang berada di sisinya hari ini. Atau ... karena rasa bahagia sebab Raf menerima Lubna dengan segala kekurangannya.
Lubna mengambil napas pendek. Tangan sang Ibu menuntunnya untuk berdiri. Ia keluar, berjalan melalui tirai yang sejak tadi tertutup. Didampingi Atia dan Ima, Lubna berjalan mendekat ke arah Raf. Matanya bertemu dengan mata Raf. Untuk alasan yang tidak Lubna pahami, Raf tersenyum. Binar matanya mengingatkan Lubna ketika Raf mengutarakan perasaannya kepada Lubna saat mereka SMA.
Setelah sampai di hadapan Raf, laki-laki itu berdiri dan memakaikan gelang di pergalangan tangan Lubna. Raf dan Lubna tersenyum kecil, tetapi jauh di dalam lubuk hati Lubna, ia yakin bahwa senyumnya itu tidak sepenuhnya mengandung kebahagiaan. Apalagi saat ia melihat sosok Rae yang memaksakan senyumnya. Lubna menghela napas pendek. Ia tersenyum sekali lagi, kemudian mengambil tangan Raf dan dibawanya ke hadapan wajah. Tiga detik Lubna mencium punggung tangan laki-laki yang kini sah menjadi suaminya. Selesai mencium punggung tangan Raf, ada jeda yang cukup lama bagi keduanya untuk sama-sama diam. Raf menghela napas, kemudian meletakkan kedua tangannya pada sisi kepala Lubna. Ia mendekatkan wajah kemudian mengecup kening Lubna dengan lembut.
Setelah itu, Raf membisikkan beberapa kalimat yang membuat Lubna yakin bahwa ia menikahi orang yang tepat. "Mulai hari ini kamu adalah amanahku. Aku nggak akan dzalim sama kamu, buat kamu kesulitan, buat kamu menangis, dan buat kamu merasa sendirian. Aku nggak akan berlaku kasar, menunutut kamu banyak hal, atau meminta kamu sempurna sebagai istri. Aku terima kamu apa adanya, dengan semua kekurangan dan kelebihan yang Allah kasih ke kamu. Mulai hari ini, sudah menjadi tugasku untuk melengkapi kekurangan kamu dan menyempurnakan kelebihan kamu. Sudah nggak ada lagi Raf dan Lubna. Yang ada sekarang adalah kita."
![](https://img.wattpad.com/cover/211653947-288-k595324.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Persinggahan Sementara [On Hold]
Spiritual[BUKU KEDUA DWILOGI RIHLAH CINTA] Sejak awal menikah dengan Raf, Lubna sudah tahu bahwa sampai kapanpun, ia tidak akan pernah menjadi yang pertama dan utama. Tanpa menjelaskan apapun, dari sudut mata Raf yang selalu sendu saat melihat album dengan j...