Qila melihat Putri yang sedang melambaikan tangan ke arahnya. Dia sedikit mempercepat langkahnya. Kali ini dia tidak membawa mobil, hanya diantar Dion. Putri masih setia duduk di dalam mobil, tetapi kaca mobilnya terbuka. Memperlihatkan wajahnya yang tirus dengan rambut terurai yang menutupi kecantikannya.
"Hai, udah nunggu lama, ya?"
Putri tersenyum, lalu menjawab, "Enggak, kok. Yuk?" Qila memasuki mobil. Sekitar dua menit mobil itu sudah terpakir rapi di tempat parkiran yang terletak di bawah lorong gedung ini. Putri meraih tangan Qila untuk menggenggamnya. Mereka berjalan bersama memasuki tempat pembelanjaan yang selalu ramai pengunjung. Hampir saja Putri menabrak anak kecil jika Qila tidak memaksa sahabatnya itu untuk berhenti.
Putri membawa totebag berwarna abu-abu yang menyampir di bahu kanannya. Dia memakai sepatu adidas berwarna abu-abu juga, celana jeans berwarna hitam, dan kaos oblong berwarna hitam juga. Dia memang orang yang fashionable. Dia juga sering menjadi model pakaian ataupun barang-barang branded. Penghasilannya tidak bisa dibilang besar maupun kecil, tetapi normal dan lumayan.
Mereka mulai menjelajahi pusat pembelajaan ini. Qila sesekali melihat-lihat barang keluaran terbaru yang tersuguh rapi sehingga bisa membuat siapa saja menaruh minat kepada barang-barang itu. Sayangnya, dia belum berani membeli itu semua. Uangnya belum cukup banyak. Akan sia-sia jika hanya untuk membeli barang yang tidak dibutuhkan. Lagipula, dia belum bisa menghasilkan uang sendiri. Dengan begitu, jika uangnya habis dia akan apa? Bengong seharian di rumah sambil memikirkan bagaimana cara mencuri uang di Bank tanpa ketahuan, lalu membuat semua keluarganya malu? Oh, tidak.
"Put, mau nonton film apa?" tanya Qila. Putri berfikir sejenak sebelum menyeretnya masuk ke dalam toko kosmetik.
"Gue tuh kemarin lupa beli lipstik. Besok juga gue ada pemotretan di puncak. Eh, lo mau ikut ngga?" Qila menggeleng, tidak berminat untuk ikut.
Putri menaruh barang belanjaannya ke kasir. Dia mengeluarkan kartu berwarna biru, lalu diserahkan kepada wanita yang memakai seragam hitam-putih sambil tersenyum. Dia berbalik menatap Qila yang berada di sampingnya, lalu mengusulkan, "The Invisible Man, mau?"
"Oke." Putri terkikik geli melihat Qila mengangguk antusias. Dia mengambil barang belanjaannya yang sudah terbungkus rapi, kemudian memasukkan kartu ATM-nya ke dalam dompet.
•••
Sekitar dua jam lebih mereka baru bisa keluar dari bioskop. Perut Qila berbunyi keroncongan menandakan kalau dia lapar. Putri mengajaknya ke sebuah kedai makanan, tetapi masih di dalam gedung yang sama.
Qila berbinar. Dia berkata, "Gue mau ice cream, Put."
Putri mengerutkan kedua alisnya, lalu berdecak. "Qila sayang ... sekarang itu lagi hujan. Pesan yang lain aja deh. Bisa-bisa gue dimarahin sama bokap lo."
Qila mendengus kesal. Dia melihat ke arah luar lewat kaca jendela. Rintik-rintik hujan sudah membasahi kaca itu. Bunga-bunga yang terletak tak jauh dari kaca jendela terikut basah. Dari sini dia bisa melihat beberapa orang di luar sana sedang berlari terbirit-birit untuk berteduh. Ada juga yang masih santai karena menggunakan payung.
Qila berbalik menatap Putri yang sedang membeli sosis bakar. "Gue penginnya itu tapi, Put. Gimana dong?"
"Enggak, Qila. Yang lain aja."
Qila berpura-pura merajuk. Setan jahat yang melekat di tubuh Putri pasti akan berbisik menyetujui permintaannya.
"Please?"
"Ah, sialan. Tapi, awas kalau lo sakit. Gue ngga tanggung jawab," jawabnya sedikit kesal. "terus makannya apa?" lanjutnya.
"Mie ayam. Lo tau kan kalau gue ngga bisa lepas dari itu?"
Putri mengangguk. Dia juga memesan makanan yang sama dengan Qila. Sosis yang tadi dibelinya sudah habis dilahap. Mereka juga tambah membeli roti bakar. Selera makan mereka hampir sama. Qila suka pedas, Putri juga suka pedas. Qila suka apa saja yang berasa cokelat, Putri juga sama sukanya.
Pukul dua siang. Putri mengajak Qila untuk membeli novel. Kejutan yang membuatnya terbelalak. Yang Qila tau, Putri bukanlah tipe orang yang suka membaca. Jika dibandingkan membaca sepuluh halaman, pasti Putri lebih memilih olahraga yang menghabiskan tenaga dan mengeluarkan peluh keringat. Menurutnya, membaca adalah hal yang membuat kantuk datang terlalu cepat.
Putri membeli novel dengan cover berwarna hitam dan merah. Novel itu sungguh menarik dari bagian luar. Tetapi, sayangnya novel itu bergenre dewasa yang belum pantas Qila baca. Putri tanpa tahu malu membeli novel itu dengan berkilah bahwa novel itu titipan dari tantenya saat ditanyai oleh sang kasir.
Putri menceritakan sinopsis dari novel itu, membuat Qila terbesit keinginan untuk mengutarakan sesuatu kepada sahabatnya itu. Kisah dari novel itu hampir sama dengan yang dia alami.
Qila mulai menceritakan kejadian janggal yang dialaminya. Kejadian supranatural dan sulit dipercayai. Sesuatu mengenai hantu yang terdegar sangat kolot dan biasanya hanya dipercayai oleh orang-orang zaman dahulu. Hantu teraneh yang pernah Qila dengar.
Putri merespon dengan antusias. Sesekali dia terbelalak dan menelan ludahnya sendiri. Mereka sudah mencari tempat duduk sebelum bercerita. Sehingga mereka sudah nyaman di tempat duduknya masing-masing yang saling berjejeran.
"Hih, masa hantunya onani, sih?" Putri bergidik, wajahnya seoalah-olah akan muntah.
Qila mengangkat kedua bahunya acuh. Dia juga tidak tahu itu Dion atau hantu. Tetapi, Dion saja tidak percaya itu dirinya. Kenapa Qila tidak memberikan jawaban yang pasti dari pertanyaannya bahwa itu adalah hantu?
"Ceritanya hampir mirip sama di novel ini. Hantunya mesum kayaknya." Putri berpendapat. Qila kembali melanjutkan ceritanya.
"OMG, dia makan cacing?" Qila mengangguk. Dia membiarkan Putri mengeluarkan responnya.
"Gue masih enggak percaya hantu bisa gendong manusia dan siapin makanan." Putri geleng-geleng kepala, lalu berdecak berkali-kali. Dia menggenggam tangan Qila. "Qil, nanti gue coba tanya kakek, ya? Dia biasanya tahu soal hal begituan. Tapi, gue enggak bisa janji," lanjutnya. Qila hanya mengangguk sambil tersenyum kecut, mengiyakan perkataan Putri. Mereka lalu pulang, karena hujan sudah reda. Putri mempunyai sebuah trauma berat yang membuatnya takut jika mengendarai mobil saat hujan. Dengan baik hati dia mengantarkan Qila sampai rumahnya dan meninggalkan pertanyaan yang cukup membingungkan. Pertanyaan yang baru kali ini terdengar olehnya seumur-umur dia hidup.
"Qil, kata teman gue kalau lelaki homo itu salah satunya dirasuki hantu cewek, terus kalau lesbian dirasukin hantu cowok. Berarti Dion dirasukin hantu apa, ya?"
•
•
•
KAMU SEDANG MEMBACA
Stop it?
General FictionQila tidak tau tentang apa yang terjadi. Seiring waktu berjalan semakin cepat, kenyataan tak terduga ia terima. Termasuk saat Dion yang ternyata masih satu keluarga dengannya.