Keadaan rumah duka semakin riuh. Tidak hanya khalayak keluarga saja yang berada di sana. Tetapi teman bisnis, bahkan teman-teman masa sekolahnya datang ke sana untuk mendoakan seseorang yang menginjak bumi untuk terakhir kalinya.
Sebenarnya masalah sepele jika beberapa orang saling berdesak-desakkan karena saking banyaknya orang yang berkeliaran kesana kemari. Tetapi isak tangis sang keluarga yang ditinggalkan membuat hari mereka ikut terenyuh. Apalagi yang meninggal merupakan sosok yang terpandang dan selalu dikagumi.
Indri yang baru tiba di rumah satu jam yang lalu langsung menjerit tak kuasa menahan tangis. Sebuah penyesalan terpatri dalam dirinya, karena tidak bisa setiap waktu berada di sisi ayahnya.
Tetesan air mata sudah tidak sanggup lagi keluar dari sang istri, karena sudah berjam-jam dia menangiskan kepergian suami tercinta. Sebuah keterkejutan menerima kenyataan itu. Baru beberapa jam yang lalu dia bersenda gurau dengan suaminya. Baru beberapa jam yang lalu dia menceritakan masa depan Qila. Dan, baru beberapa jam yang lalu dia saling bertukar cerita seru mengenai apa yang mereka ketahui di lingkungan sekitarnya.
Qila diam tak terkutik duduk di sofa bersama Yuli di sebelahnya. Saling berbagi pelukan hangat dan penuh kasih sayang. Sedangkan Indri berada di kamar menemani ibunya. Anak-anaknya sudah dia titipkan kepada adik dari suaminya di kamar atas bersama dengan anak-anak Yuli juga.
Proses pemakaman sudah selesai beberapa menit yang lalu. Para pelayat mulai berpergian pulang ke rumah mereka atau bisa jadi mereka mampir ke suatu tempat yang tidak maupun sudah diniatkan sebelumnya.
Kedatangan seseorang di rumah duka membuat mereka semua dilanda kebingungan. Orang asing masuk ke rumah mereka bersama dengan tiga orang lainnya.
Ada si kembar Mita dan Nita.
•••
Mita dan Nita adalah saudara kembar. Banyak yang tidak tahu tentang mereka, karena mereka kembar tak seiras.
Silsilah keluarga rumit yang bahkan mereka sendiri pun lupa. Bahkan tidak tahu sama sekali. Banyak kejadian di luar nalar. Kejadian yang terlupakan dan membekas, namun tertutupi.
Mita dan Nita tahu itu semua dari sang ayah.
Beberapa tahun yang lalu, ada sebuah kecelakaan. Dua nyawa tewas. Ayah Qila—Herman, ayah Mita dan Nita—Heru, dan ayah kembar Doni dan Dion—Toni adalah saudara. Usia mereka masing-masing hanya terpaut dua tahun. Kedua orang tua mereka tewas.
Ketiga anak laki-laki itu sudah tidak ada wali. Mereka dinyatakan amnesia karena benturan keras di kepalanya. Tidak ada yang tahu menahu tentang keluarga mereka. Terpaksa, mereka dititipkan di panti asuhan.
Sampai beranak cucu, hubungan mereka masih belum terungkap. Bahkan sampai sekarang, ketika hanya tersisa Heru. Lelaki itu menatap sendu mendiang kakaknya. Keterdiamannya selama ini tentang keluarga membuatnya menyesal. Seharusnya ia jujur, seharusnya ia menemui Herman, dan seharusnya ia bisa menjaga Toni dengan baik.
Hanya Heru yang ingatannya masih normal. Dia tidak amnesia. Heru kecil belum sepandai itu bisa mencari keberadaan Herman dan Toni. Ia menyerah. Apalagi kakinya patah waktu itu, membuatnya harus menjalani terapi setiap waktu.
Heru tidak terlalu ingat siapa yang membiayai perobatannya. Yang ia ingat hanya seseorang itu rela merawatnya sampai remaja hingga ia disekolahkan. Sayangnya ia sudah meninggal belum lama ini.
Kini yang tersisa hanyalah Heru. Dengan tekad yang kuat, setelah keadaan membaik, ia harus berbicara dengan sanak saudaranya. Meluruskan semua kejadian rumit ini.
Raiz yang berdiri di sebelah Heru menepuk pundaknya dengan pelan. Tanpa mengucapkan sepatah kata, ia menarik tangan Mita dan Nita ke luar rumah. Heru tersenyum kecut, lalu melenggang pergi.
•••
Sudah seminggu dari kepergian Herman. Qila tidak seceria biasanya. Masih terbayang setiap tindakan yang selalu ia terima dari sang ayah. Sikapnya yang protektive, tetapi membuat Qila merasa aman. Senyumnya yang manis dan sifatnya yang lembut. Qila tersenyum masam sambil menikmati duduk di kursi bawah pohon, tempat biasa Herman duduk sambil membaca novel dengan ditemani secangkir susu jahe.
"Qil, kamu ingat nggak waktu kita dimarahin ayah di sini?" tanya Iza. Lelaki itu duduk di kursi sebelah Qila.
Qila mengangguk. Ia ingat betul ketika ia dan Iza bermain pisau, kemudian menyayati kulit pohon mangga itu. Herman datang marah-marah. Pohonnya jadi jelek dan enggak estetik, kata Herman.
Qila dan Iza dijewer, lalu dihukum push-up 30 kali. Tetapi beberapa hari setelahnya, mereka melakukan itu lagi. Mereka berakhir dipukul pantatnya dan tidak dibelikan rujaknya si Car. Dari dulu mereka sudah doyan sekali rujak, sampai-sampai menangis kalau tidak dibelikan. Setelah itu Herman membuat pagar bambu yang tinggi di sekeliling pohon.
Iza menghela nafas kasar. Tak terasa waktu sudah sore. Ia berdiri, menemui istrinya untuk mencari kehangatan. Membiarkan Qila ditemani Dion yang baru datang membawa dua buah ice cream.
"Opa enggak suka loh putri cantiknya jadi pendiem," ucap Dion sambil menyerahkan ice cream itu kepada Qila.
Dion kembali bersuara, tetapi Qila tidak terlalu mendengar. Tiba-tiba suara musik rock terdengar, membuat Qila menoleh kaget. Dion hanya cengengesan.
"Aku tau kamu lagi sedih, tapi jangan terlalu larut. Opa enggak akan suka, apalagi oma." Dion menatap Qila penuh arti. "Coba senyum, ikhlasin semuanya, terus kamu temuin deh cowok di ruang tamu," ujar Dion. Bicaranya lembut, Qila selalu merasa nyaman, dan kembali teringat ayahnya.
Sejenak Qila mengerutkan kedua alisnya.
"Faren, dia udah nunggu setengah jam yang lalu."
Qila terbelalak, kemudian langsung berdiri meninggalkan Dion. Dion hanya tersenyum, karena masih sempat-sempatnya Qila berbalik lagi hanya untuk menginjak kakinya.
•••
Setelah keputusan waktu itu dibuat, Raiz dan Heru datang ke rumah Herman. Qila dan Faren masih duduk berdua di ruang tamu saat itu. Walaupun di ruang keluarga masih ramai dengan keponakannya yang saling berebut mainan dan di dapur ada kakak beserta ibunya yang sedang memasak.
Dion terkejut bukan kepalang. Tidak menyangka bahwa Raiz berada di sini, di rumah Opanya. Dion yang sedang asik duduk di depan rumah menikmati kegalauanya karena sang gadis sedang diapeli cowok yang tak kalah ganteng dengan dirinya, memilih berdiri. Ia menyuruh kedua orang itu masuk.
Raiz dan Heru tersenyum canggung. Mereka merasa tidak enak dan gelisah. Apalagi ditatap oleh banyak orang—satu keluarga Herman.
Dion berdiri kaku. Tak menyangka dengan apa yang Heru jelaskan. Begitupun Qila—Faren memilih pulang ketika mereka datang.
Rumit.
Apalagi ketika Raiz dengan gamblangnya mengatakan, "Qila itu reinkarnasi dari Rita, ibunya Nak Dion."
•
•
•
KAMU SEDANG MEMBACA
Stop it?
General FictionQila tidak tau tentang apa yang terjadi. Seiring waktu berjalan semakin cepat, kenyataan tak terduga ia terima. Termasuk saat Dion yang ternyata masih satu keluarga dengannya.