Prolog

533 34 0
                                    

💐

Dalam suatu hubungan, tak ada satupun yang dapat menebak apa yang akan terjadi ke depannya. Hari ini saling mengucap janji, besok bisa saja akan saling mengucap benci. Karena nyatanya, selamanya tak akan pernah ada sebab bagaimanapun akhir akan tetap ada. Bicara perihal akhir, Jihyo teringat akan kisah cintanya di masa lalu. Tentang pria itu, semua yang dia lakukan, dan pengorbanan yang dia berikan. Nyatanya, semesta tak memberi izin bagi mereka untuk bersama. Keegoisan memenangkan perdebatan, membawa mereka pada akhir dari 'kita' yang selama ini mereka banggakan.

"Aku bosan," kata gadis itu, menatap tepat pada manik yang terlihat sudah berbeda dari biasanya.

Baik Jihyo maupun Jungkook tahu, bahwa tak ada yang patut untuk mereka pertahankan lagi. Tak ada lagi cinta di antara mereka, tak ada lagi kehangatan yang mereka bagi, tak ada lagi kebahagiaan yang ingin mereka utarakan, pun tak ada lagi rindu yang ingin mereka tuntaskan ketika tak lagi bertemu sebab sudah sibuk dengan kehidupan masing-masing. Egois? Nyatanya, hidup memang seperti itu. Ketika sudah dirasa cukup, keduanya mencoba untuk berhenti ketimbang saling menyakiti dengan bertahan padahal tahu bahwa isi kepala tak lagi saling memikirkan.

*Sarang Cafe di dekat kampus menjadi saksi bisu, dengan bau harum dari kopi yang baru saja disajikan di atas meja mereka. Jihyo tak suka kopi, tapi saat itu dia mendadak memesan kopi hitam panas di awal musim dingin ini. Sepertinya kopi hitam menjadi pilihan agar kepalanya sedikit lebih ringan, tak lagi terasa berat apalagi saat menyadari bahwa air matanya mencoba melesak keluar.

Jungkook mengangguk, bibirnya tak mengucap apa-apa selain membiarkan bagaimana bibirnya mengulas segaris senyum dengan mata menatap sendu. "Semoga kau bahagia, terima kasih atas tiga tahun hubungan kita. Selamat tinggal,"

Apa putus cinta akan sesakit ini padahal yang menginginkan hal ini adalah dirinya sendiri, Jihyo bahkan tak tahu kenapa dan bagaimana bisa air matanya menetes keluar membasahi pipi. Salju pertama di awal musim dingin tiba-tiba datang, membuat beberapa orang di luaran sana nampak tersenyum girang. Kata orang, ketika kau menjalin hubungan dengan seseorang dan hujan salju pertama turun, maka hubungan kalian akan langgeng. Sialnya, di salju pertama yang turun ini Jihyo malah menemukan kisah cintanya menemukan kata akhir.

Dan setelah sepuluh tahun lamanya, mereka akhirnya kembali di pertemukan di tempat itu. Orang-orang nampak berkumpul, bercanda ria dengan teman-temannya dan bercerita banyak hal. Jihyo duduk di sana, sesekali meneguk segelas minuman yang di sajikan di atas meja. Hari itu, pertama kalinya dia hadir di acara reunian SMA. Dulu, Jihyo memang selalu menolak dengan bermacam alasan karena tidak mau datang dan bertemu dengan orang-orang menyebalkan yang pada akhirnya akan saling mengejek atau pamer.

Jihyo tak suka, tapi berakhir datang karena Go Myungeun yang memaksa.

Di bangku dengan meja persegi panjang itu, sudah ada Ji Hoseok si tukang gibah, ada juga Jang Namjoon si jenius mesum yang di sekolah dulu pernah ketahuan menulis kalimat-kalimat cabul, pun ada Lee Yoongi pacar dari Myungeun yang selalu memperlihatkan mimik wajah datar. Sebenarnya Yoongi itu kakak kelas mereka, tapi dia malah mau datang karena takut Myungeun malah jelalatan dengan lelaki lain. Well, kalau tingkat bucin sudah sebesar itu, tidak bisa apa-apa lagi selain membiarkan.

"Kalian ingat tidak, dengan Kang Taehyung?" Tanya Hoseok heboh, membuat Myungeun langsung memfokuskan atensinya pada pria itu.

Jihyo yang mendengar nama itu langsung tersedak, apalagi saat Namjoon menimpali. "Mantannya Jihyo waktu kuliah?"

"Berengsek, bisa tidak, jangan terlalu di perjelas!" Gerutu gadis itu sembari memberikan tatapan menyalak pada Namjoon.

Namjoon tentu saja protes, lantas berkata dengan intonasi suara sedikit meninggi. "Aku, 'kan, hanya mengatakan kejujuran. Kenapa semakin tua kau semakin menyebalkan, sih, Ji?"

FloristTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang