"Wahhh, kapan ya, kita terakhir kita kaya gini?" Tanya Jungkook. Ya, seperti kata ayahnya Jaehyun sebelumnya, mereka mengadakan sebuah party dirumah Jaehyun.
"Perasaan baru minggu kemaren, deh. Pikun lo?" Ejek Bambam.
"Yeu. Ngerusak suasana aja lo."
"Hhhhh, kaya gini kan enak. Damai, tenang, akhirnya bisa ngerasain gini juga," ucap Rose.
"Hahahha, iya, ya. Gak ada yang ngacau lagi gini," tambah Yuju.
"Sayang, Jaehyun gak ada disini."
"Ya, iyalah, bego. Masa abis ketiban kayu panas langsung dipulangin kek gua."
"Yeu, gak usah ngegas dong, sat."
"Tapi, Jaehyun baik-baik aja, ya, kan?"
"Pasti. Dia emang belum siuman. Ya, iyalah. Ketiban kayu, terus jatuh, kepalanya kena lantai keras. Kesian gua sama dia."
"Yah, makanya gua sayang banget sama dia. Dia rela ketiban kayu kek gitu, padahal kayunya jatuh diatas gua yang di sebelah dia. Gua sempet ngerasa bersalah sebenernya. Kenapa gak gua aja yang kena? Kenapa harus dia? Bahkan sampe sekarang dia masih belum sadar." Itu adalah pengakuan Jiho. Ia menangis, saking merasa tidak enak pada pacarnya itu.
"Hey, Jiho. Dengerin gua. Itu bukan salah lo, Jaehyun yang milih buat ngambil resikonya. Jadi lo gak usah ngerasa bersalah. Lo harusnya ngerasa bangga, karna lo punya pacar yang rela ngelakuin sampe segininya buat lo. Tandanya dia sayang banget sama lo, sama kita. Gak salah dia jadi leader. Dia emang yang paling banyak berkorban disini. We should be really thankful to him rather."
"Emang bangsat si Jennie sama Hanbin. Mereka seniat ini banget buat nyelakain kita semua. Mereka belum ditangkep apa?"
"Masih belum ada info, Jun. Mungkin masih dicari sama pihak kepolisian. Sabar aja, pasti mereka bakal kena imbasnya, kok."
"Harus. Setelah apa yang dia lakuin ke kita dan bokap kita. Mereka harus dapet ganjarannya."
"Well, let's see."
"Ada yang mau nyalain petasan, gak? Buat ngerayain hari ini," usul Lisa.
"Boleh tuh, kuy." Semuanya pun mengambil petasannya masing-masing dan menyalakannya di halaman depan rumah.
"Wahh, bagus banget, anjayy." Semuanya takjub kala petasan itu meledak di langit dan menjadi sangat indah dipandang.
"Iya. Jaehyun, lo harus bangun. Kita harus ngerayain ini bareng-bareng. Bagaimanapun, lo itu pemimpin kita. Lo juga harus ngerasain ini. Kita semua sayang sama lo, bangga sama lo. Lo harus liat ini semua, Jae." Itu Jiho. Dia mengucapkan semua itu untuk Jaehyun sambil berlinangan air mata.
"Woy, woy! Gua dapet telfon dari bokapnya Jaehyun, oy!" Tiba-tiba Dokyeom berseru, mengagetkan semua orang disitu.
"Cepetan angkat, njir!" Dokyeom lalu mengangkat telfonnya.
"Halo, Om."
"Halo, Dokyeom. Kalian semua masih dirumah, kan?"
"Iya. Kenapa, Om?"
"Kalian segera ke rumah sakit XXX, ya. Jaehyun sudah siuman."
"Hah? Beneran, Om!? Yaudah, kita kesana sekarang."
"Baiklah. Cepat, ya. Jaehyun langsung nanya soal kalian."
"Iya, Om." Lalu, telfon terputus. Yang lain membanjiri Dokyeom dengan pertanyaan, kala ekspresi Dokyeom menunjukkan bahwa sesuatu terjadi.
"Kenapa, njay? Jaehyun, ya? Jaehyun kenapa?"
"Jaehyun udah siuman, njir. Cepetan, kita disuruh ke RS sekarang."
"Hah!? Oke, oke." Semuanya bergegas menaiki kendaraan mereka dan pergi ke rumah sakit tempat dimana Jaehyun dirawat.
"JAEHYUNNN!! Akhirnya lo sadar juga, njir. Khawatir kita semua, woy." Bambam yang pertama kali sampai dan membuka pintu ruangan sambil berteriak.
"Sssstt!! Ini RS, ogeb. Berisik banget sih," tegur Lisa.
"Hehehehe, kan terlalu bersemangat gua nya."
"Jaehyun..." Jiho mendekati Jaehyun dan memeluknya sambil menangis.
"Ehh, jangan nangis, dong. Kok nangis, sih?" Jaehyun mengelus surai Jiho sambil menenangkannya.
"Kamu itu, ya. Bikin aku khawatir aja. Kamu tau gak, sih. Aku udah berapa kali nangis kaya gini. Aku khawatir, Jae."
"Udah, dong, nangisnya. Toh, aku udah bangun ini. Kamu jangan nangis, ya?"
Jiho dengan cepat menyeka air matanya. "Iya, iya."
Yang lain yang melihat mereka berdua merasa sedikit jenuh. "Ekhem. Ho, gantian bentar, dong. Kita juga pengen ngomong sama Jaehyun."
"Heheheh, iya, iya."
"Jae, makasih buat semuanya, ya. Lo udah berhasil jadi leader. Kita semua bangga sama lo. Kita seneng lo juga udah sadar. Cepet sembuh, ya. Kita semua harus ngerayain ini. And you are the main cast, so you should be there."
"Thank you, semuanya. Gua juga bangga banget punya temen-temen yang baikkk banget kek kalian semua. Makasih juga buat semuanya. Makasih yang udah khawatir. Gua udah gapapa, kok."
"Apaan, gua gebuk punggung lo, pasti masih sakit, kan? Itu namanya belum sembuh," ucap June.
"Ya... Maksudnya gua udah ngerasa sehat gitu, loh. Kalo digebuk, ya pasti sakit lah, bego. Lo, mah."
"Hahahahhahah."
Kringg!!!
"Jae, hp bokap lo ada telfon, tuh."
"Ih, dari kepolisian itu, weh. Angkat, Jae."
Jaehyun pun mengangkat telfonnya. "Halo."
"Halo. Dengan siapa ini?"
"Saya Jung Jaehyun, Pak. Anak yang punya hp ini. Kebetulan ayah saya sedang pergi sebentar. Ada apa, ya, Pak?"
"Kami hanya ingin menginformasikan bahwa kami menemukan Kim Jennie dan Kim Hanbin."
"Benarkah, Pak? Mereka sudah ditangkap?"
"Mereka ditemukan dengan keadaan tidak bernyawa. Mereka ditemukan di kebun di dekat area di sekitar situ. Kami akan membawa jasadnya ke rumah sakit terdekat."
"Ohhh, begitu. Ya, sudah, lakukan saja, Pak. Terima kasih."
"Sama-sama. Permisi." Lalu, telfon terputus.
"Gimana, Jae?"
"Jennie sama Hanbin udah ketemu. Tapi mereka ditemukan udah gak bernyawa."
Yang lain menganga terkejut. "APA!?"
"Iya."
"Kasian banget. Gua gak nyangka mereka malah meninggal gitu."
"Yah, itu pilihan mereka, kan? Yang penting sekarang kita udah baik-baik aja."
"Yes."
END
wahhh, akhirnya end juga ni buku. author mau ngucapin makasih bgt buat yang udah baca book ini. maaf bgt klo menurut klen buku ini terlalu cliche atau gak menarik. kalo bisa, recommend book ini ke yang lain, ya! hehehehe. kasih bonchap gak, ya? hwhwhwhw. that's all. thank you, readers!~
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓]Amicus (97L)
FanfictionAmicus: Latino for friends "Kita bisa ngelakuin ini kalo kita bersama."