Thirty Eight

341 51 8
                                    


Happy Reading____

***

Abang berkulit hitam manis masih mendumel tak jelas selama menyusuri lorong.



Brukkk

Entah sebuah keberuntungan, atau musibah untuknya. Dikala dirinya tengah menghindar dari ejekan dua sahabatnya, abang sepupu Rara itu justru menabrak tubuh orang, yang sempat menjadi topik pembicaraan beberapa menit lalu.

Baik Ridwan maupun Selfi sama2 diam dalam adu tatap. Karena sekarang, posisi Ridwan tengah menopang beban tubuh Selfi yang nyaris jatuh dengan kedua tangannya.

Ingatannya tiba2 tertuju pada apa yang Selfi lakukan kemarin. Cepat2 Ridwan menyadarkan dirinya dan melepaskan tubuh Selfi begitu saja. Membuat tubuh itu terjatuh tanpa kesiapan apapun, hingga terdengar rintihan Selfi yang mengaduh kesakitan.

Selfi segera mendongak, menatap wajah abangnya yang justru melengos kearah lain. Rasa sakit ditubuhnya seketika beralih kehati. Ya, hati Selfi benar2 terasa terhiris belati kebencian yang kini bersarang dalam diri Ridwan.

Dengan menahan sakit dihati juga kakinya, Selfi pun berusaha bangkit. Sehingga posisi dirinya dan abangnya itu kini benar2 berhadapan. Hanya saja, Ridwan masih memalingkan wajah seakan tak sudi beradu tatap dengan Selfi.

"Bang, Ceppy... mau...."

"Sorry, loe ngajak ngomong siapa ya.? Gue gak liat ada abang loe tuh disini." Sela Ridwan, acuh seraya menoleh kekanan dan kekiri tanpa melihat Selfi.

Sebisa mungkin, Selfi menahan agar air yang memenuhi pelupuk matanya tidak terjatuh. Rasanya sangat menyakitkan, jika harus mendapat perlakuan seperti itu. Apalagi dari seorang abang yang begitu berarti dalam hidup --meski bukan dari keluarga yang sama. Selfi sangat tau diri sekarang tentang posisinya. Mungkin inilah karma yang harus Ia terima.

"Maaf. Aku rasa, aku udah salah ngenalin orang sebagai abangku sendiri." Ujar Selfi dengan suara bergetar, disertai butiran bening yang perlahan mengaliri pipi chubby nya.

Sefi segera berbalik, dan melangkahkan kaki untuk pergi dari sana. Tujuan yang semula kearah kelas Ridwan, kini beralih kekelasnya sendiri. Karena jawaban atas permintaan maafnya sudah terjawab baru saja. Abang sepupunya itu, tidak mengakui dirinya sebagai adik lagi. Itu artinya, Ridwan tidak memaafkan kesalahannya.

Ridwan menolehkan wajahnya, menatap nanar punggung kepergian Selfi yang semakin menjauh. Sejujurnya, Ridwan masih memperdulikan adik sepupu angkatnya itu. Hanya saja, ia terkalahkan dengan rasa kecewa, marah, serta benci atas apa yang Selfi lakukan pada adik kesayangannya --Rara.

Bagi Ridwan, Rara tetaplah adik yang memiliki hak penuh atas kasih sayangnya. Itu karena Rara memiliki darah yang sama dengan dirinya, yakni sebagai keturunan Dinata.

***

Setelah cukup dengan kesendirian yang ia gunakan untuk merenung, kini Rara memutuskan kembali kekelas. Baru saja Rara beranjak dari duduk, tiba2 sudah ada Jirayut yang ternyata menunggunya sejak tadi.

"Ji... kamu koq bisa ada disini.??" Heran Rara.

Jirayut mengulas senyum saat akan menjawab pertanyaan Rara. "Nungguin kamu." Singkatnya.

"Kenapa mesti nunggu disini.? Kan kamu bisa duduk disebelah aku buat nemenin." Ujar Rara.

Jirayut menggeleng pelan. "Gak. Aku tau kamu lagi butuh waktu sendiri, tadi." Ucapnya penuh perhatian.

"ditikam ASMARA"//Lanjutan// (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang