Malam itu angin bertiup pelan, sepoi-sepoi. Claudia duduk di balkonnya. Di temani irama musik yang mengalir dari earphone nya.
Alone, twenty millions years from my place.
A slide, on the starlight.
Watch out, a new planet right on my trail!
The space, oh oh it's mine!
Oh oh!
I'm lost, in an infinite night trip.
The sun, could make me blind.
I wish, I could bring a girl to my ship.
And fly, her hand in mine!
Oh oh!
Alone, twenty million years from my place.
(Is the dream over?)
The space, oh oh it's mine!
Judul lagu yang sama dengan namanya. Claudia Lewis. Dia tersenyum, memandang bintang malam yang memenuhi langit biru tua.
Cklek
Seseorang membuka pintu dengan sangat pelan. Tentu saja Claudia tidak akan mendengarnya. Sosok pria itu, mengintip di balik pintu kamar yang langsung berhadapan dengan balkon. Claudia tidak sadar sedari tadi dia di perhatikan seseorang. Lalu pria itu pergi menutup pintu kembali. Dalam hati nya, dia merasa kasihan pada Claudia. Namun ego nya berkata lain.
Claudia masih setia memandang langit yang indah. Lama kelamaan dia merasa kantuk. Lagu berganti dengan lain.
I'll be yours...
Someday.
I'll be yours...
Someday.
I'll be yours...
Someday.
Claudia memejamkan matanya. Tertidur dengan posisi duduk. Pria yang tadi masih setia berdiri menyender di pintu kamar Claudia. Kemudian dia masuk lagi dan mendapati Claudia yang tertidur di sofa balkon. Hati nya sedikit perih menatap wajah Claudia yang polos tetapi terdapat goresan luka di pipi kirinya. Dengan hati-hati dia mengangkat Claudia, merebahkannya ke kasur empuk Claudia.
Dia mencium kening Claudia lama. Mengusap luka di pipi putih Claudia dengan lembut. Goresan itu. Dia yang membuat goresan itu. Hati nya sesak, penuh penyesalan. Sekarang dia sudah tahu apa yang harus ia lakukan. Membuat kebahagiaan untuk Claudia. Dia ikut merebahkan dirinya di samping Claudia, memeluk gadis itu dengan posesif. Enggan untuk melepasnya. Mereka tidur berdua, saling menghangatkan diri. Begitu besar dia mencintai seorang Claudia.
----
Sebuah cerita menyedihkan, berawal di bulan Desember.
Claudia menatap diri nya di pantulan cermin di hadapannya. Sosok yang sangat terlihat cantik. Dia tersenyum lebar. Hari ini adalah hari pernikahannya. Dengan gaun putih panjang yang menutupi seluruh tubuhnya. Rambutnya yang panjang di urai dengan sedikit memakai riasan kepala, seperti bunga.
Dia tidak menyangka hari ini dia akan menikah dengan pria yang ia cintai. Walaupun awalnya mereka di jodohkan. Tapi Claudia sudah jatuh cinta pada calon suami nya itu. Entah dia tidak tahu bagaimana perasaan River padanya. Yang terpenting, dia sudah memiliki River sepenuhnya hari ini.
"Audi, ah anak mommy cantik banget," kata mommy nya yang baru saja masuk ke ruang merias itu.
"Makasih mommy," jawabnya dengan senyum haru.
River, pria tampan dan mapan. Banyak di gemari para wanita. Dia adalah anak dari teman daddy Claudia. Kemudian mereka di jodohkan. Claudia sama sekali tidak tahu semua tentang River. Tapi dia senang karena River menerimanya. Entah apa alasannya dia tidak tahu. Padahal sebelumnya dia dan River tidak saling mengenal.
Claudia keluar dari ruang penata rias. Menunggu di sebelah ruang ijab qabul. Jantungnya berdebar kencang. Kebahagiaan membuncah hatinya. Dia akan bahagia sebentar lagi. Terdengar suara River yang menyebutkan ijab qabul dengan lancar. Claudia semakin tersenyum. Di usianya yang memasuki 25 tahun, dia sudah menikah. Dia akan mempunyai anak seperti apa yang ia impikan selama ini. Anak kembar, laki-laki dan perempuan. Buah cinta darinya dan suaminya.
"Ayo, sayang, udah waktunya." Kata mommy nya seraya menariknya berdiri.
Mereka masuk ke ruang ijab qabul. Para tamu memandang Claudia kagum. Claudia melihat River menatapnya datar. Hari ini River sangat keren dan tampan dengan jas putih nya. Claudia duduk di samping River. Lalu River memasang cincin mas putih dengan berlian di sekelilingnya. Claudia mencium punggung tangan River. Namun tak ada ciuman dari River di keningnya. Claudia mengerti, River tidak mencintainya.
Setelah resepsi selesai, mereka pergi ke kamar hotel yang di jadikan kamar pengantin. River masuk ke kamar mandi, membanting pintu kasar. Claudia terlonjak kaget. Hatinya mencelos. Kenapa River seperti itu, batinnya. Dia melepas riasan kepala nya. Masih mengenakan gaun cantiknya. Bercermin dan memandang dirinya sendiri. Dia berpikir, apa dia akan bahagia seperti yang ia kira? Kalau kenyataannya terbalik bagaimana?
River keluar dari kamarnya, sudah berganti baju. Tanpa melihat Claudia, dia hendak keluar kamar. Tapi sebelumnya dia berucap.
"Claudia, jangan pernah berharap lebih padaku. Aku tak akan membalas perasaanmu. Ini hanyalah perjodohan semata. Aku melakukannya karena tawaran papa ku. Ini demi pekerjaan bukan karena aku sudi menikah denganmu, jadi sekali lagi ku bilang kamu jangan berharap. Harapanmu palsu, Claudia."
Lalu River membanting pintu kamar dengan keras, sampai berdengung di telinga Claudia. Hatinya teriris. Air matanya berjatuhan seiring waktu berjalan. Ini semua tidak sama dengan pemikirannya. Ia kira ia akan bahagia. Ia kira ia akan berbagi kasih dengan suaminya. Ia kira ia akan mempunyai anak kembar. Ia kira ia tidak akan sesakit ini. Perjodohan ini salah. Ini semua salah! Hanya membuat Claudia sakit lebih dalam lagi.
Lama dia menangis di depan cermin. Dia memegang dadanya, sesak. Sekarang apa yang harus ia lakukan? Dengan penyakit ini juga. Dia tidak bisa tanpa orang lain. Kalau ada mommy nya, pasti mommy nya selalu membantunya jika ia sesak nafas tiba-tiba. Tapi sekarang tidak ada yang bisa membantunya. Dia sendiri yang harus berusaha. Sekalipun nyawanya menghilang.
Dengan tergugu ia mengambil obat yang ada di tas nya. Tas itu ia taruh di tempat tidur. Ia berjalan tertatih-tatih. Masih memegang dada kirinya. Dia berusaha mengatur nafasnya yang tidak beraturan, namun tetap saja susah baginya. Dia meraih tas itu dan terjatuh ke lantai. Tas itu jatuh bersamaan dengan dirinya yang ambruk, terpantuk di lantai.
-----
Jangan lupa vote ya,
Baca juga Ready To Run, The Bride, dan Rainy Thursday ;)
KAMU SEDANG MEMBACA
Claudia Lewis
RomanceBenci dan cinta, berpadu menjadi dendam. Dendam yang selalu membuat Claudia sakit. Tidak ada kata kasihan dari River, suaminya. Lalu bagaimana dengan Veno? Pria yang selalu ada untuk Claudia? Apa Claudia akan memilih Veno? Atau jangan-jangan River?