Claudia tersadar. Dia langsung memegang pipi nya. Terasa sakit dan bengkak. Dengan susah payah dia bangkit dari duduknya. Dia tertidur dengan posisi duduk. Dia mencoba membuka pintu, tapi masih terkunci. Claudia menghela nafas berat. Merasa frustasi dengan semua ini. Sekarang dia tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Dia di siksa, oleh suami nya sendiri. Pernikahan ini membuatnya sakit. Bukan hanya perkataam River, tapi juga perlakuan pria itu kepadanya.
----
Claudia tersadar. Lagi-lagi dia bermimpi itu lagi. Bermimpi saat di mana River pertama kali menyiksanya. Menampar dan mengurungnya di kamar. Itu sudah 4 bulan yang lalu. Sekarang dia sudah berada jauh dari jangkauan pria jahat itu. Tiba-tiba Claudia merasa sesuatu yang berat menekan pinggangnya. Dia melihat ke bawah, menemukan tangan kokoh yang melingkar. Spontan dia berteriak kencang.
River terbangun dari tidur nya. Heran karena teriakan Claudia. Claudia langsung membalikkan badan dan menganga terkejut melihat River yang sedang mengucek matanya. Dada nya bergemuruh. Wajahnya sangat dekat dengan wajah River. Claudia merasa dia masih bermimpi. Ingin ia berteriak kencang. Tatapan lembut dari seorang River, baru kali ini ia melihatnya.
River mengelus pipi yang terdapat goresan milik Claudia dengan lembut. Mereka masih saling bertatapan. Memancarkan rasa cintanya melewati mata mereka. Wajah River mendekat. Membuat Claudia merona, merah mewarnai pipi putih nya. Sebuah gerakan refleks, kecupan di bibir mungil Claudia. Kecupan itu berubah menjadi ciuman panas saat Claudia mulai membalasnya.
Air mata gadis itu mengalir. Perasaan bahagia memenuhi relung hati nya. Tapi dia juga merasa bingung dan penasaran kenapa River melakukan hal ini padanya. River melepaskam tautannya di bibir Claudia. Dia menatap Claudia yang menangis.
"Kenapa? Kenapa kamu menangis?" Tanyanya lembut.
Claudia menggeleng. River langsung menarik tubuh Claudia ke dalam pelukannya. Dia mencium kepala Claudia dengan sayang. Memeluknya erat seakan tidak ingin Claudia pergi jauh darinya lagi. Kini River menyadari kesalahan di masa lalu nya. Dia pun ikut menangis. Air mata penyesalan itu perlahan menetes. Menjadi bukti seberapa besar penyesalannya dan rasa takut nya akan kepergian Claudia.
"Claudia." Panggil River pelan.
"Ya?" Jawab Claudia dengan bisikan.
"Apa kamu masih membenciku?"
Claudia mendongak menatap mata abu-abu River yang memerah. Dia menyernyit dahi tak mengerti.
"Kumohon, jangan pergi dari ku." River kembali mencium bibir istri nya itu.
Mereka berdua menangis lagi. River sudah tidak peduli dengan harga dirinya lagi karena menangis di hadapan istrinya sendiri yang dulu pernah di sakitinya. Mereka terengah-engah setelah ciuman itu usai.
"I love you, Claudia."
Claudia tersenyum. Sesak di hatinya kini semuanya menghilang. Tergantikan oleh kebahagiaan yang selalu di nantikannya. Pagi itu, mereka berdua bersama. Akan memulai hidup yang baru lagi.
----
Setelah kejadian di kurungnya Claudia, akhirnya River melepasnya. Tapi dengan syarat Claudia harus pergi dari apartemennya dan jangan mengatakan apapun pada orang tua mereka. Jadilah sekarang Claudia berada di pesawat yang akan membawanya pergi ke Inggris. Bersama Veno, dia akan memulai hidup baru di sana. Dia akan mencoba untuk mencintai Veno dan melepaskan bayang-bayang River.
Claudia memeluk lengan Veno dan menyenderkan kepalanya pada bahu lebar Veno. Melamunkan nasib nya. Apakah dia masih bisa bersama River? Atau mereka akan berpisah? Bahkan sekarang River sudah membuangnya. Mengusirnya dari kehidupan pria itu. Pria itu adalah suami nya sendiri. Begitu menyakitkannya kah hidup bersama suami?
"Audi, lebih baik kamu berpisah dengannya." Ucap Veno tiba-tiba.
"Nggak bisa, Veno. Dia suami ku. Aku mencintainya." Jawab Claudia pelan.
"Tapi, semuanya sudah jelas Claudia. Dia membuatmu terluka. Apa kamu tidak membencinya huh?"
"Dia suami ku, Veno. Aku di jodohkan dengannya. Jadi aku nggak akan membuat orang tua ku kecewa."
"Sampai kapan kamu akan berharap padanya?"
"Sampai dia membalas perasaanku dan berubah."
Veno terdiam. Dia muak dengan semuanya. Claudia sama sekali tidak mengerti bagaimana hati Veno sebenarnya. Claudia terlalu keras kepala. Berharap dengan seorang pria brengsek seperti River yang hanya bisa menyakiti istrinya sendiri.
"Maaf, Veno. Ini demi masa depan ku juga."
"Tapi semua ini salah, Claudia!" Veno menaikkan oktaf suaranya.
"Maafkan aku..."
Veno mengusap kepala Claudia lembut. Dia berusaha bersabar, menunggu Claudia. Tapi mungkin Claudia bukanlah jodohnya. Dia akan berdoa demi kebahagiaan Claudia. Memohon agar River berubah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Claudia Lewis
RomansaBenci dan cinta, berpadu menjadi dendam. Dendam yang selalu membuat Claudia sakit. Tidak ada kata kasihan dari River, suaminya. Lalu bagaimana dengan Veno? Pria yang selalu ada untuk Claudia? Apa Claudia akan memilih Veno? Atau jangan-jangan River?