Sorry

15K 604 0
                                    

Veno dan Claudia kembali lagi ke Indonesia. Di dalam perjalanan menuju Indonesia, mereka tidak sadar, seseorang mengintai mereka. Pria itu. Mengikuti semua jejak Claudia. Dia ingin berteriak, mengatakan dia tidak ingin Claudia pergi. Namun lagi-lagi ego yang di libatkan. Apa rasa penyesalan itu mulai merayapi hati nya! Atau masih di penuhi dendam dan ego?

Pria itu meringis merutuki kebodohannya sendiri. Kapan pria itu akan sadar atas kesalahannya? Sekarang pun dia masih ingin membuat gadis itu tersiksa. Tapi bagian hati nya yang lain mengatakan untuk berhenti. Dia mencintai Claudia. Mana mungkin menyakiti wanita yang ia cintai. River memegang kepala nya yang pusing antara dua pilihan itu. Menyakiti atau mencintai. Dia tidak tahu. Tapi gadis itu telah menyakiti hati nya. Menyakiti di balas menyakiti, itu adil bukan?

Bahkan gadis itu tidak tahu kesalahannya. Jadi River harus bagaimana? Dia belum puas dengan pembalasan dendamnya. Sebenarnya saat gadis itu masuk rumah sakit dan koma selama 2 bulan, hati nya sedikit nyeri. Tapi saat gadis itu sudah bangun dari koma nya, River malah mendesisnya dengan kalimat tajam.

Pengumuman pesawat akan segera landas, mengejutkan River. Dia menoleh ke depan, tempat Veno dan Claudia duduk. Claudia duduk menyender pada bahu pria itu. Membuat River sedikit marah. Apa dia sudah di hianati tiga kali? Dua kali oleh perempuan yang sama? Tapi... bukankah itu karena kesalahannya? River tersadar. Claudia menghianatinya karena dirinya yang selalu melukai Claudia. Ya, benar. Semua masalah mereka berawal dari diri River.

Saat penumpang turun dari pesawat, River tidak melihat Claudia dan Veno lagi. Dia melihat ke sekeliling, tapi tak menemukan dua orang itu. Dengan membawa tas ransel nya, River berlari menuju ruang kedatangan internasional. Dia mencari Claudia, namun tetap tidak di lihatnya. Dia berpikir, apa Claudia sudah pergi bersama Veno?

River berlari menuju lobi tiket dan memesan tiket ke Bandung. Entah dimana Claudia berada, mungkin sudah di dalam pesawat menuju Bandung. Ternyata benar, saat River memesan tiket, pesawat baru saja mendarat. Dengan buru-buru dia berlari. Di dalam pesawat, dia tak menemukan Claudia. Tak lama dia menunggu, pesawat mendarat. Lagi-lagi dia kehilangan jejak Claudia. River mengumpat kesal dalam hati.

Dia segera memasuki taksi kosong dan menyuruh si supir taksi menuju apartemennya. Saat sampai di apartemen, Claudia sama sekali tidak ada. River semakin kelimpungan. Tapi tunggu, kenapa River panik karena kehilangan jejak Claudia? Dia merenung, memikirkan yang tengah terjadi padanya. Ini aneh. Dia mencari gadis itu. Tidak, bukan untuk menyakitinya. Tapi untuk merebutkannya lagi dari Veno.

"Apa aku sekarang sudah berubah?" Gumamnya tanpa sadar.

Sedangkan Claudia dan Veno, tengah berada di perjalanan menuju rumah orang tua Claudia. Tentu saja untuk mengurus perceraian nya dengan River. Claudia hanya diam, tak tahu harus melakukan apa. Jika bersama Veno dia akan bahagia, maka dia dengan senang hati menerima lamaran pria itu.

Mereka sampai, masuk ke dalam rumah. Mommy dan daddy nya sudah duduk di sofa ruang tamu. Mereka berdua menyalami orang tua Claudia. Lalu duduk di hadapannya.

"Jadi, apa perkataan Veno di telepon itu benar?" Tanya daddy nya menyelidiki.

Veno mengangguk. Kemudian dia menceritakan semuanya tentang perlakuan River terhadap Claudia. Namun Claudia hanya diam tak membantah lagi. Dia akan menerima semua keputusan dari orang tua nya. Daddy nya terkejut tak percaya dengan omongan Veno. Lalu Claudia membantu Veno menjelaskan. Orang tua nya hanya bisa meringis. Tidak menyangka dengan apa yang di dengarkannya. Mommy Claudia memeluk anak gadis nya dengan penuh sayang. Mengusap pipi Claudia yang terdapat goresan luka karena tamparan River. Daddy nya menyumpahi serapah kepada River. Dia berjanji akan mengurus perceraian mereka secepatnya. Veno menghela nafas lega. Dia ingin langsung melamar Claudia, namun di urungkannya karena waktu yang tidak tepat.

----

Plak!

Tamparan itu membuat River jatuh terhempas ke sofa. Dia meringis merasa perih di pipi kanannya. Pikirnya ini memang pantas untuknya. Ini semua balasan untuknya karena telah menyakiti perempuan yang dia cintai, istrinya sendiri.

"Kamu pria tidak punya hati! Kamu membuat papa malu, River! Kamu menyakiti istri mu sendiri. Menamparnya? Ha? Kamu hanya bisa menamparnya? Apa alasanmu melakukan itu!?" Teriak papa nya dengan emosi memuncak.

Mama nya hanya diam menangis melihat anaknya yang kesakitan. Semuanya jelas sekarang. Orang tua Claudia sudah mengatakan semua perlakuan bejat River. Mereka ingin anaknya segera bercerai dengan pria gila ini.

"Besok datanglah ke sidang perceraianmu. Sekarang kamu pergi dari sini!" Bentak papa nya.

River mencoba berdiri. Ingin mengatakan isi hatinya.

"Pa, River nggak mau cerai dengannya. Aku tahu aku salah besar. Aku melakukan itu karena dendam, pa. Apa papa masih ingat dengan gadis yang dulu pernah ku temui? Saat berumur 15? Dia membuatku patah hati dan merasa dihianati untuk pertama kalinya. Dan saat aku tahu papa akan menjodohkan ku dengannya, aku menerima itu sebagai alasan membalas dendam. Tapi akhirnya aku menyesal, pa. Aku ingin memulai lagi dari awal. Maafkan aku..."

Kalimat itu meluncur dari bibirnya perlahan, kemudian dia pergi keluar dari rumah besar itu. Dia menjalankan mobilnya menuju apartemen. Saat masuk, dia menemukan Claudia yang sedang minum di dapur. Claudia meliriknya, tapi langsung membuang muka. Gadis itu masih berdiri di dapur. Keheningan menguasai suasana.

Claudia LewisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang