Hurt

14.2K 716 3
                                    

Claudia terlonjak mengetahui ada tangan kokoh yang melingkari pinggang dari belakang. Pria yang memeluknya, Veno, menopangkan dagu nya di kepala Claudia.

"I miss you, honey. Maaf aku nggak bisa menjaga mu di rumah sakit. Aku juga baru tahu kamu masuk ke sana." Ucap Veno dengan nada menyesal.

"Iya. Eh, lepasin dong. Nanti ada yang lihat." Claudia berusaha melepaskan tangan Veno dari pinggangnya.

"Nggak ada yang lihat."

Claudia berhenti memberontak. Mereka diam menikmati pemandangan dari luar kaca besar di ruangan Claudia. Awan berarak, menyatu memenuhi langit cerah. Dia merasa dia menghianati River karena Veno memeluknya. Tapi mau bagaimana lagi. Perasaan pria ini tidak bisa di hancurkan.

"Aku nggak menyangka kamu sudah menikah."

Claudia sedikit terkejut dengan perkataan tiba-tiba Veno.

"Kenapa kamu nggak menikah denganku saja?"

Claudia memejamkan matanya. Lagi-lagi kalimat ini yang meluncur dari bibir Veno. Dia merasa dadanya sesak. Air mata nya berjatuhan. Dia tidak tahu kenapa dia menangis. Isakannya membuat Veno kaget.

"Audi, kamu kenapa nangis?" Tanya Veno seraya membalikkan tubuh Claudia.

Claudia tak menjawab, dia langsung memeluk Veno erat. Dia menangis keras. Ingin menguapkan semua rasa sedih nya. Sedihnya pada River. Padahal baru tiga hari dia bersama River. Tapi rasanya sudah lama sekali rasa perih itu datang.

"Claudia, jangan membuatku panik." Teriak Veno bingung.

Gadis itu berhenti menangis. Meneriaki kebodohannya dalam hati. Kenapa dia harus menangis? Bukankah dia bertekad untuk menjadi kuat? River bukanlah masalah bagi nya. Tidak apa-apa jika River membuatnya terluka. Dia pasti kuat.

"Maaf, Veno." Ucapnya pelan.

"Kamu kenapa?" Tanya Veno dengan lembut sambil mengusap kepala Claudia.

Claudia merasa dia berselingkuh, di sisi lain dia juga merasa sedih karena River. River, River, River dan River! Nama itu selalu mengiang di telinga Claudia. Dia memegang kepalanya frustasi.

"Aku akan pulang. Besok aku kembali bekerja lagi."

Dia berjalan menajuh dari Veno. Pergi dari kantor itu. Dia tidak mempunyai tujuan saat ini. Entah kemana dia akan pergi. Dia hanya melamun dalam kesedihannya. Dia merasa perasaan yang bercampur aduk.

"Neng, mau kemana jadinya?" Tanya supir taksi bingung.

"Ng, eh, ke apartemen Frolam saja pak." Jawabnya pelan.

Tak lama kemudian taksi berhenti di depan apartemen besar. Setelah membayar tarif, Claudia beranjak dari dalam taksi. Memasuki lift apartemen dan menekan tombol angka lantai tempat flat River berada. Dia hanya mengetahui angka kamar River, bukan password pintu nya.

Claudia menekan pintu bel. Tidak ada jawaban. Dia berpikir, apakah River sedang pergi? Ini sudah jam 2 sore. Memangnya River pergi kemana. Mungkin kerja. Pikirnya.

Lama dia menunggu, akhirnya pintu terbuka. Tapi bukan River yang membuka melainkan seorang wanita dengan mantel tidur yang tipis. Claudia terlonjak kaget melihatnya.

"Siapa ya?" Tanya wanita itu.

"Kamu itu yang siapa." Tanya Claudia balik.

"Aku pacar River. Oh, atau kamu istrinya?" Mata wanita itu menyorotkan ke tidak sukaan. Dia menatap Claudia sinis.

"Dimana River. Biarkan aku masuk!" Teriaknya kesal.

"Oh, tenang gadis kecil. River sedang berada di kamar. Kami baru saja melakukan suatu hubungan. Lebih baik kamu pergi dari sini."

Claudia terdiam. Apa-apaan ini, pikirnya. Dia mendorong pintu, membuat wanita setengah telanjang itu terjatuh ke lantai. Wanita itu meringis sakit. Dia menarik kaki Claudia dan akhirnya Claudia jatuh juga ke lantai. River keluar dari kamarnya mendengar suara berisik.

"Ada apa ini!?" Teriak River kesal.

"Honey! Istri tidak tahu diri mu itu membuat ku terluka." Ucapnya manja seraya memeluk River.

River menatap Claudia yang masih berbaring dengan tajam. Claudia tidak bisa bergerak. Air mata nya mengalir deras. Dia memegang dada nya yang terasa sakit. Dengan mulut yang terbuka untuk bernafas. Tapi dia tidak bisa berbicara.

"Sepertinya istrimu akan mati." Ucap wanita itu senang.

River masih diam memandang Claudia yang tengah berusaha untuk berdiri. Dia sama sekali tidak mempunyai rasa iba atau kasihan pada Claudia. Dalam hati nya dia merasa sedikit senang dengan kesakitan Claudia.

"River, tolong jelaskan siapa wanita ini." Kata Claudia pelan sambil terus memegang dada nya.

"Dia pacar ku, jelaskan?" River berkata dengan sinis dan dingin.

"Faren, lebih baik kamu pulang dulu. Oke sayang?"

Wanita itu menuruti perkataan River. Dia keluar setelah mencium pipi River. River langsung menyeret Claudia ke dalam kamar gadis itu. Claudia yang terkejut hanya bisa menahan sesak nya. River menghempas tubuh Claudia ke tempat tidur gadis itu.

"Kenapa kamu mengganggu huh!?" Teriak River penuh amarah.

Plak!

Tamparan dari tangan River membuat pipi Claudia memerah. Sudut bibir nya robek dan berdarah. Claudia terkejut, memegang pipi nya yang memanas. Kali ini dia meraskan kekerasan fisik dari River. Bukan hanya perkataan tajam River. Dengan kalimat River saja, Claudia sudah menangis. Apalagi dengan kekerasan fisik begini.

"Kamu tidak perlu tahu tentang diri ku. Aku bebas. Sudah ku bilang, jangan berharap Claudia!"

River keluar dari kamar Claudia, membanting pintu lalu mengunci nya. Claudia terkesiap mendengar pintu di kunci. Dia berlari mendekati pintu itu.

"Tidak, River! Jangan kurung aku, River! Kumohon! Aku berjanji tidak akan mengganggu mu lagi!" Teriaknya tertahan.

Tidak ada balasan dari River. Claudia terduduk di lantai, menyenderkan diri nya di pintu. Sekarang rasa perih itu telah menjadi luka besar yang di taburi garam. Sangat sangat sangat sakit.

Claudia LewisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang