Claudia menghirup udara pagi yang segar. Saat ini dia berada di perkebunan milik keluarga Veno yang terletak di Birmingham. Dia merenggangkan otonya. Memejamkan mata sesaat. Dia ingin mengeluarkan penat di kepala nya. Veno menghampirinya tanpa di sadari Claudia.
"Hei."
Claudia terlonjak menatap Veno kaget. Dia berteriak kesal karena sudah di kejutkan. Dia memukul-mukul dada bidang Veno. Veno menangkap tangannya.
"Kamu menyebalkan tahu tidak!" Teriak Claudia sebal.
Veno tertawa keras. Claudia hanya memandangnya heran. Veno masih terbahak-bahak. Sampai akhirnya dia batuk dan hampir muntah. Kini giliran Claudia yang tertawa melihat kebodohan Veno.
"Sialan kamu. Jadi balas dendam gitu?"
"Haduh, kamu itu aneh banget sih." Claudia tertawa lagi.
Veno tersenyum senang melihat tawa Claudia. Akhirnya Claudia tertawa lagi. Claudia berhenti tertawa dan memandang Veno heran.
"Aku senang kamu kembali ceria seperti ini." Ucap Veno dengan senyum lebar.
"Aku juga, haha."
"Hei, bagaimana kalau kita memanen jeruk?" Ajak Veno antusias.
"Ha? Jeruk?"
"Iya, perkebunannya nggak jauh dari sini kok. Kita tinggal jalan saja sekitar 10 meter. Sekalian maraton."
"Wow! Aku mau, aku mau!" Teriak Claudia semangat.
Lalu mereka berdua lari maraton bersama. Sepanjang perjalanan mereka berdua tak henti nya tertawa. Veno selalu mengeluarkan lelucon aneh nya. Membuat Claudia sakit perut karena tertawa terlalu banyak. Pagi ini adalah pagi terindah bagi Claudia. Dia merasa ringan. Tidak seperti saat dia bersama River. Nama River pun perlahan menghilang dari pikirannya.
Mereka sampai di kebun jeruk yang sangat luas. Claudia berteriak kagum. Veno mencubit pipi Claudia dan tertawa saat Claudia melemparnya dengan jeruk busuk.
"Aduh, mainnya lemparan ya!" Veno membalas melempar jeruk busuk kepada Claudia.
"Nggak kena!" Claudia menjulurkan lidahnya karena dia berhasil menghindar lemparan Veno.
Mereka saling melempar, beberapa kali Claudia kena tapi Veno yang kalah.
"Udah ah, aku capek nih!" Teriak Veno kualahan.
Claudia berhenti melempar jeruk. Tubuh Veno penuh dengan isi jeruk busuk itu. Tawa Claudia pun pecah.
"Ahahaha, liat tuh! Kamu bau wekk!"
"Karena kamu juga kan?"
"Ya udah, yuk kita petik jeruk nya." Ajak Claudia seraya menarik Veno.
Penjaga kebun milik keluarga Veno itu, mengajari mereka cara memanen yang benar. Claudia terlihat sangat senang dan antusias dengan kegiatannya. Jeruk yang berwarna oranye besar membuat Claudia kagum.
"Lihat ini, Veno. Jeruknya besar sekali!" Teriaknya senang.
"Mau makan itu? Sini biar ku belah." Ucap Veno seraya membelah jeruk besar itu dengan pisau kecil.
Claudia memandang isi jeruk yang berwarna keemasan dengan mata berbinar. Dia langsung melahap jeruk itu lapar. Veno pun memakannya. Mereka berdua berbagi jeruk. Melupakan acara memanen jeruknya. Yang ada malah menghabiskan jeruk.
"Enak. Aku suka di sini." Ujar Claudia dengan senyum senangnya.
Veno mengacak rambut coklat Claudia. Dia menarik tangan Claudia untuk berdiri. Mereka lalu permisi dengan penjaga kebun itu. Claudia sempat bingung karena Veno membawanya melewati jalah yang berlawanan dengan jalan tadi.
"Kita mau kemana?" Tanya Claudia penasaran.
"Ada lah, kamu lihat saja nanti." Jawab Veno misterius.
Claudia cemberut sebal dan hanya menuruti Veno. Mereka melewati kebun jeruk, apel, dan strawberry. Membuat Claudia berdecak kagum dan menarik tangan Veno untuk memetik buah strawberry dan ternyata kebun itu juga milik keluarga Veno. Veno hanya pasrah dan menemani Claudia memetik strawberry yang ternyata rasanya manis. Buahnya pun ada yang merah dan putih. Setelah puas dengan strawberry, dengan cepat Veno menarik Claudia untuk mengikutinya.
Suara percikan air membuat Claudia tambah penasaran. Saat mereka berjalan sedikit lagi, air terjun yang besar dan luas terlihat. Claudia sempat menganga kagum. Astaga, ini indah!
"Ini indah sekali, Veno."
"Yup, ini sangat indah!"
Di sekeliling air terjun, terdapat pohon-pohon yang menjulang. Di atas permukaan, di tanam bunga-bunga berwarna warni yang cantik. Claudia tersenyum menatap Veno. Lama mereka saling bertatapan. Claudia merasa hati nya ringan, tanpa sesak. Apa ini kebahagiaan itu? Bahagia saat bersama Veno? Lalu apa dia juga akan merasa bahagia jika bersama River?
We didn't need a story, we didn't need a real world
We just had to keep walking
And we became the stories, we became the places
We were the lights, the deserts, the far away worlds
We were you before you even existed
I carry on, carry on, carry on
And after us the flood
Carry on, carry on, carry on
Our silver horn it leads the way
Banners of gold shine
In the cold, in the cold, in the cold
Footprints of snow
Blind from the road
Hail!
We carry on, carry on
Follow us, we are one
The battle's fought, the deed is done
Our silver hum runs deep and strong
Hand to the heart, lips to the horn
Hand on my breast, I'll keep you warm
Hail!
KAMU SEDANG MEMBACA
Claudia Lewis
RomansaBenci dan cinta, berpadu menjadi dendam. Dendam yang selalu membuat Claudia sakit. Tidak ada kata kasihan dari River, suaminya. Lalu bagaimana dengan Veno? Pria yang selalu ada untuk Claudia? Apa Claudia akan memilih Veno? Atau jangan-jangan River?