Home

14.6K 715 5
                                    

Kondisi Claudia sekarang sudah membaik. Dia di perbolehkan pulang. Pulang ke rumah nya sendiri karena River tinggal di apartemennya. Tapi mommy nya memintanya untuk tinggal berdua dengan River. Jadilah sekarang dia dalam perjalanan menuju apartemen River. Di sampingnya, River mengendarai mobil dengan tenang. Claudia mencuri-curi pandang melihat wajah River. Dia tertawa mengejek dirinya sendiri dalam hati. Untuk apa dia berharap?

Mereka sampai di sebuah pelataran apartemen mewah. River masuk ke apartemen, mendahului Claudia yang sedang membawa koper nya. Dia bingung. River sama sekali tak menunggunya. Dia segera berlari menyusul River, masuk ke dalam lift bersama River. Diam, hening di antara mereka.

Saat pintu lift terbuka, River lagi-lagi meninggalkannya. Claudia kualahan mengejar River, apalagi membawa dua koper besar sendirian. Claudia menghela nafas, hanya bisa bersabar. Hidup itu harus ada perjuangannya kan?

Claudia menahan pintu saat River akan menutupnya. River menatapnya tajam penuh benci dan amarah. Claudia hanya menelan ludah pahit. Dia tidak berani menatap mata abu-abu milik River. Lalu dia menutup pintu flat itu pelan. Mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan. Ruangan luas dengan desain modern. Dinding bercat maroon, terlihat menawan.

"Kamarmu di sana. Dan jangan pernah ganggu aku." Ucap River dingin dan memasuki kamarnya sendiri.

Claudia memandang pintu yang tadi tertutup dengan bantingan keras. Dia mengelus dada nya. Penyakit mematikan itu masih bersarang di tubuhnya. Sama sekali tidak bisa di sembuhkan dengan operasi karena kalau itu terjadi, maka Claudia akan mati. Operasi bukan jalan yang baik untuk hidupnya. Dia selalu meminum obat agar kondisinya kembali normal jika ia merasa sesak nafas.

Claudia memasuki kamar baru nya itu. Kamar yang luas dengan tempat tidur king size. Juga ada balkon yang langsung mengarah pada gedung pencakar langit. Claudia menghirup udara pagi. Dia memejamkan matanya sebentar, mencoba menghilangkan sesak di dadanya.

Tiba-tiba perut Claudia berbunyi, menandakan kalau dia kelaparan. Dia ingat kalau dia belum sarapan sama sekali. Deringan telepon mengagetkannya. Dia mencari-cari handphone miliknya di dalam tas. Lalu menemukannya dan di sana terpampang nama Veno.

"Ya, hallo?"

"Claudia Lewis! Sudah lama aku nggak mendengar suara mu. Hahaha. Bagaimana kabarmu sekarang? Aku merindukanmu, sweetheart."

Claudia hanya menghela nafas mendengar suara menggelegar dari Veno.

"Tidak baik. Sudahlah, ada apa kamu meneleponku? Nggak biasanya." Sindir Claudia.

"Hei! Ah, maaf aku nggak bisa datang ke pernikahanmu. Aku baru saja sampai di Indonesia kemarin malam."

"Nggak apa-apa."

"Hm, aku mau kamu datang ke kantor sekarang, bisa?"

"Bisa tapi aku mau makan dulu."

"Oke, bye sayangku."

Claudia tersenyum geli mendengar panggilan sayang dari Veno. Dia pria yang baik. Sahabat Claudia sejak lama. Mereka juga satu kantor. Veno sangat mengerti diri Claudia. Dia mencintai gadis itu. Ya, mencintai sahabatnya sendiri. Tapi Claudia tidak bisa membalas perasaan Veno karena bagi nya, Veno adalah kakak yang baik padanya.

Claudia memutuskan untuk memasak. Mungkin di dapur River ada bahan masakan. Dulu dia pernah kursus memasak. Claudia penyuka makanan dan masak juga walaupun cita-cita nya bukan menjadi koki. Claudia melihat ke penanak nasi. Kosong. Awalnya dia akan memasak nasi terlebih dahulu. Baru memasak makanannya.

Dia membuka kulkas, di dalamnya penuh buah dan sayuran. Claudia mengambil brokoli dan jamur shitake. Waktu di tempat kursus nya, dia sering memasak tumis brokoli shitake. Itu makanan kesukaannya. Dia mulai memotong kecil brokoli, mencuci nya bersih. Cara nya memasak sangat berbeda dari orang lain. Dia membalikkan cara. Alasannya satu, agar makanan itu rasanya juga berbeda. Kemudian dia memotong jamur shitake dengan ukuran potong yang sama dengan brokoli tadi. Kedua bahan utama dia rebus terlebih dahulu. Menunggu perebusan, dia meracik bumbu. Garam, gula, bawang merah dan putih, cabai hijau, dan penyedap rasa dia tumbuk menjadi satu hingga halus. Brokoli dan shitake yang tadi dia rebus, ia tiriskan, menunggu air perebusan kering. Lalu dia menyiapkan kuali, menuangkan minyak sedikit. Dia memasuki bahan bumbu tadi dan mengosengnya, kemudian memasukkan brokoli dan shitake. Mengaduknya bersama. Wangi harum dari masakannya meruak.

Di sisi lain, tanpa di sadari Claudia, River memandang gerak-gerik memasaknya. Dalam hati dia merasa sedikit kagum. Saat Claudia akan berbalik untuk menaruh makanan itu di meja, River menyembunyikan diri dan pergi ke kamar nya lagi. Claudia tersenyum puas dengan masakannya. Mulai hari ini, dia adalah istri sah dari seorang River. Dia akan memasak, mengurus River, dan mungkin anaknya nanti. Claudia meimpikan dirinya adalah seorang istri yang baik dan pandai mengurus rumah. Itulah yang ia inginkan dari dulu.

Claudia duduk di meja makan. Mengambil nasi untuknya sendiri. Makan dalam keheningan. Dia makan dengan lahap karena rasa lapar nya yang besar. Tentu saja, 2 bulan koma pasti membuatnya kelaparan. Selesai makan, dia sengaja menulis sesuatu di kertas dan menempelkannya pada meja. Kertas yang berisi sebuah tulisan.

"Makanlah, semoga kamu suka. Aku mau pergi dulu."

Kemudian Claudia beranjak ke luar flat. Dia mengenakan kacamata minus nya. Menghentikan taksi, pergi ke kantor nya yang sudah lama ia tinggalkan. Saat menginjakkan kaki nya ke dalam kantor. Semua orang menghampiri dan menyorakinya. Claudia tertawa senang. Dia adalah wanita yang paling di sukai di kantor itu. Semua orang menyukai ketegasannya dalam pekerjaan. Claudia ramah dan baik. Dia juga membuat investasi perusahaan meningkat. Jadilah dia di angkat menjadi manager keuangan.

"Mbak Audi, udah lama nggak liat mbak."

"Iya, mbak. Maaf ya kami nggak bisa datang ke pernikahan mbak."

"Katanya mbak masuk rumah sakit ya?"

"Aduh, kalian ini. Aku jadi bingung mau jawab yang mana." Kata Claudia dengan raut pasrah.

"Hehehe, yaudah mbak. Jawab aja dari awal."

"Iya, nggak apa-apa kalau kalian nggak datang. Aku juga masuk rumah sakit karena kecapekan. Makasih ya semuanya. Aku menghargai perhatian kalian." Claudia tersenyum haru dan senang.

Para karyawan tadi menyalaminya satu-satu dan ada juga yang memeluknya. Claudia merasa hati nya menghangat setelah lama terasa perih. Tanpa River dia bahagia. Dengan River dia sengsara.

Claudia LewisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang