Bagian 3

16 0 0
                                    

Ujian akhir sekolah akan dimulai , kakakku juga bersiap untuk melakukan ujian akhir sekolah untuk menuju sekolah menengah akhir. Aku ingin memberikan yang terbaik untuk ayah dan ibu. Walau aku tau ini akan sulit dan tak menyenangkan.

Waktu yang ditunggu dan sangat menegangkan akhirnya tiba. Yaitu waktu untuk menyelesaikan soal-soal ujian akhir sekolah yang sangat memusingkan bagiku. Mungkin hal yang biasa bagi orang pintar dan cerdas seperti Beni. Betul saja saat melaksanakan ujian aku sesekali melihat dia sangat serius sekali. Kulihat seperti robot yang sedang melaksanakan tugasnya sangat lihai dalam mengerjakannya. Tanpa sedetikpun dia berhenti menulis, bahkan saat aku panggil dengan berbisik pun dia bersikap sangat acuh. Karena ambisinya itu dia jadi sangat serius untuk memasuki sekolah favorit. Daripada aku memikirkan hal yang seperti itu lebih baik aku mengerjakan saja soalku. Soal ini sangat sulit bagiku.

Ujian pertama sudah selesai. Pusing bukan kepalang. Rasanya kepalaku ingin meledak dan terbayang di atas kepalaku penuh kepulan asap. Seakan seperti gunung berapi yang sedang erupsi dan ingin meletus mengguncangkan dunia. Belum lagi sehabis ini ujian matematika. Sialnya diriku yang tak begitu suka dengan pelajaran itu karena itu adalah mata pelajaran guru killer yang selalu memberi tugas. Aku berharap semoga yang menjaga ujiannya tidaklah seperti guru itu.

Namun dalam sela-sela waktu mengerjakan ujian aku berkhayal aneh tentang dunia yang luas kedepannya nanti, apakah saat dewasa akan menyenangkan atau tidak sama sekali? Pertanyaan itu terbayang di benakku. Seakan aku menjadi dewasa karena membayangkan hal seperti itu. Sampai-sampai aku lupa waktu ujian sudah tersisa 45 menit lagi. Aku bergegas mengerjakannya walau menyontek jawaban Beni yang sangat pintar itu. Rasanya lega karena dia mendengar bisikkanku saat ujian ini. Mungkin dia mengetahuinya bahwa aku bodoh dalam hal matematika. Bahkan aku pernah mendapat ranking 3 dari belakang dan itu dari 27 murid di kelasku. Bahkan karena nilaiku hancur lebur seperti itu dan dilihat oleh ayahku bahwa rapotku ada yang bertinta merah seperti kebakaran kecil melanda. Aku dimarahi habis-habisan karena itu. Sialnya diriku karena tak begitu pandai pelajaran matematika.

Selepas ujian aku menunggu kakakku pulang di depan gerbang. Dan benar saja tak lama aku pulang ia lewat depan sekolahku. Aku berlari menghampirinya. Kali ini dia terlihat senang. Aku kira karena ujiannya dilewatkannya dengan mudah.

"kau terlihat senang sekali kak, ada apa gerangan kau terilhat senyum sendiri seperti itu daritadi aku perhatikan" ujarku

"diam-diam memperhatikan aku kamu ya, aku menemukan hal yang sangat indah hari ini. Bahkan aku bersyukur karena tuhan telah menciptakan hal yang indah sekali dalam pandanganku." Ujar kakaku dengan senyum sumringahnya.

"duh kayaknya ada yang spesial nih, bahkan kata-katamu itu seperti puisi-puisi yang telah kau buat." Ujarku memancing kakakku untuk memberitahunya.

"ah itu spontan saja aku mengucapkannya, kau tahu? Bahwa aku telah melihat perempuan yang indah, ah itu membuat jantungku berdegup kencang ketika melihat dia." Ujar kakakku

"wah sepertinya kamu jatuh cinta dengan perempuan nih" ujarku

"sudahlah kau masih kecil belum tau apa itu cinta, kau nikmati saja lah hidupmu dulu dengan bermain bersama teman-temanmu itu." Ujarnya.

"haish kakak selalu saja seperti ini mengatakan aku masih kecil. Aku sudah mau SMA tau!" ujarku dengan kesal.

Sepertinya kakakku senang sekali hari ini. Aku harap dia terus begitu karena menemukan hal indah yang dilihatnya. Lebih baik dia seperti itu, daripada ia terlihat murung karena masalahnya sendiri. Semoga hari ini sampai selanjutnya akan seperti itu.

Hari ini adalah ujian terakhir yang aku jalani. Ada salah satu mata pelajaran yang sangat aku sukai, yaitu mata pelajaran Bahasa. Aku menyukainya karena kakakku. Dia menjadi panutanku karena selalu mengajariku tentang Bahasa. Bahkan ia mengajariku membuat puisi. Pernah sesekali aku melihat dia membuat puisi, walau aku aku tak tau artinya dan puisinya sangat dalam.

Untuk Orang Tua

Ada yang termenung di kursi tua

Menatap langit yang termakan usia

Tatapan kosong yang tak tau arah

Raga yang lesu dan lelah


Setiap saat selalu terlihat tegar

Walau tetes keringat selalu tekucur

Tulangnya sudah semakin layuh

Jejak kaki yang selalu merintih


Jasamu sudah sangat terkenang

Di antara kisah yang tak pernah terbuang

Membuat cerita yang tak pernah sirna

Dalam buku kusam yang sudah tua


Badanmu tak segagah dulu

Terbentur dari waktu ke waktu

Terhempas usia yang semakin tua

Dengan dunia yang membuat cerita


Pundakmu sudah tak lagi kekar

Kakimu sudah terlihat gemetar

Lewati perjalanan yang sangat jauh

Tanpa keluh dan rasa lelah


Meski beban seakan menghilang

Di hidupmu yang selalu berjuang

Matamu yang terkenang peristiwa

Kasihmu yang selalu menjadi cinta


Sekali lagi aku ingin bercerita

Tentang dunia

Tentang cinta

Tentang resah

Tentang sedih

Tentang hidup

Tentang kisahmu

Tentang ceritamu


Puisinya sangat dalam ketika aku membacanya, bahkan walau aku tak tau artinya. Aku tak sadar saat membaca puisi itu aku meneteskan air mata tanpa sadar mengalir begitu deras air mataku hingga jatuh menuju kertas. Bahkan masih banyak lagi puisi-puisinya yang tak aku tahu. Aku sangat ingin melihat dia membacanya. Hingga aku membayangkan dia seperti penyair yang dia beri tahu, ya penyair itu bernama Chairil Anwar, W.S Rendra dan masih banyak lagi.

Karena aku membayangkan puisi itu aku terlalu terpengaruh oleh khayalanku sendiri, sebaiknya aku bergegas mengerjakan ujianku.

Ujian akhir telah selesai. Aku tinggal menunggu hasilnya pekan depan. Aku berharap nilaiku bagus karena aku meginginkan sekolah favorit yang ada di desa ini. Sekolah itu adalah sekolah kakaku, di sana banyak yang menyukai bahasa, ada juga yang sampai membuat komunitas sastra dalam sekolah itu. Aku sangat berharap sekali mendaftar di sekolah itu karena itu adalah tujuanku saat ini.

Layang-layangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang