Tak terasa waktu sekolahku akan berakhir disaat seperti ini, waktu liburku kuhabiskan dengan membantu ayah menggarap sawah sesekali saat aku sedang tidak ingin bermain dengan teman-temanku. Hanya Beni temanku yang sudah selesai dengan ujian tetap sibuk belajar untuk mendapatkan keinginannya. Temanku lainnya menikmati liburannya denganku. Beni susah sekali diajak bermain. Kami bahkan mewajari ambisinya itu, karena itu kalau dia tidak mau bermain adalah hal yang sangat wajar, mengganggu pun kami tak mau karena itu adalah keinginannya sendiri yang terlahir dari ambisinya. Aku kasihan melihatnya seperti itu, bahwa dunia sangatlah luas dan indah untuk dinikmati. Kalau hanya belajar saja mungkin akan melewati indahnya dunia hingga datangnya bencana alam yang sudah dijanjikan entah kapan datangnya itu Beni tetap saja tak bisa merasakan indahnya dunia kalau tetap saja seperti itu termakan oleh ambisinya.
Memikirkan hal itu, aku jadi tak ingin sepertinya. Aku masih ingin menikmati dunia ini. Bahkan sampai aku tua aku ingin menikmatinya. Begitu pula juga pesan kakakku ketika aku ingin beranjak menjadi siswa SMA –kamu carilah kehidupanmu, karena hidupmu itu hal penting, jangan terpaku oleh nilai. Hiduplah dengan bebas arya—pesan itu begitu dalam bagiku yang masih remaja seperti ini. Aku melihat kesungguhannya dalam menikmati hidup.
Memang kisah kakakku begitu menarik. Aku suka sekali berbagi cerita dengannya. Bahkan tentang perempuan, aku mengetahui perempuan yang dia maksud indah kala itu. Perempuan itu adalah teman sekolahnya dan keluarga dia dipandang karena bapaknya adalah kepala desa di desa ini. Keluarganya sangat terpandang, bahkan ketika kepala desa lewat, warga memberi salam dan tertunduk karena jabatannya. Sungguh di desa ini bahkan yang aku dengar kalau di kota juga begitu kalau jabatan dapat mempengaruhi segalanya. Apa yang dia dapat dari jabatan adalah kehormatan. Beberapa juga ada yang menyalahgunakan jabatan dengan korupsi besar-besaran. Aku berharap semoga bapak dari perempuan itu tidak menyalahkan jabatannya dan bekerja dengan harapan warga desa di sini.
Pernah sesekali aku mendengar berita yang sangat mencekam ketika aku kecil. Ada pejabat desa dating melihat-lihat persawahan. Dia seperti ingin melihat-lihat sawah namun membawa para pekerja memakai helm putih dan kuning. Aku hanya mendengar berita itu sepotong-potong saja karena waktu aku kecil, masih tak mengerti apa-apa. Hanya ada dipikiranku untuk bermain-main tanpa memikirkan hal yang rumit.
This is a world, kau hanya dapat dipandang kalau latar belakangmu sangatlah bagus. Mungkin ada pengecualian bagiku, ketika manusia berusaha tanpa meminta kepada orang tuanya untuk di masukan ke dalam instansi ataupun lembaga manapun. Dengan memakai cara Orda (Orang Dalam) yang biasa mereka gunakan sebagai link untuk memasuki suatu institusi itu. Aku tak begitu perduli bagaimana latar belakang manusia siapapun dia ataupun latar belakangnya apa dan dia dari keluarga konglomerat atau keluarga sultan kaya raya yang hartanya sampai 7 turunan. Karena semuanya akan kembali kepada ciptaannya. Duh benar kata kakak. Semakin umurku bertambah, semakin aku memikirkan hal yang tak begitu penting untuk kehidupanku. Semua yang ada di dunia hanyalah ilusi bagiku. Aku hanya memandang itu sebagai hal umum yang menjadi realitas dunia. Namun pandanganku tetap pada hakekatnya bahwa di tanah yang aku pijakan ini adalah tanah yang diciptakan oleh Tuhan, dan aku akan mengadabbudayakan alam serta seisinya bahkan manusia pun harus di beri kehormatan. Entah seburuk rupa atau seburuk apapun tindakannya bahwa dia tetap saja manusia. Saling mengerti dan memaafkan satu sama lain adalah hal yang terindah dalam hidupku.
Aku jadi teringat ketika kakak mengenalkan perempuan itu kepadaku. Benar saja dia sangatlah indah untuk di pandan. Bahkan dari sudut manapun. Dari Barat, Timur, Selatan, dan Utara. Tetap saja terlihat indah. Sungguh ciptaannya yang sangat indah. Kakak sangat beruntung mengenalinya. Tetapi hanya satu yang terlintas dalam pikiranku –apakah kakak dan dia sudah berpacaran atau belum—ah itu urusan mereka, aku tak mau ikut campur urusannya. Aku hanya akan menunggu kabar burungnya yang akan sampai kepadaku nanti. Entah dia akan menjalin hubungan atau tidak.
Karena cerita itu aku jadi ingin mengetahui bagaimana rasanya jatuh cinta. Mungkin rasanya sangat menyenangkan sekali untuk jatuh cinta. Tapi aku tak menghiraukan itu. Lebih baik aku bermain saja dulu menikmati liburanku dengan teman-temanku.
O ya, aku lupa karena memikirkan cinta kakak terus-menerus dan pandanganku tentang cinta membuatku lupa bahwa aku harus menemui Sigit, Beni, dan Naufal. Kami akan merencanakan untuk berlibur pecan ini. Entah akan ke pantai, gunung, berkemah, atau wisata lainnya yang menyenangkan. Aku bergegas lari menemui mereka.
Tanpa basa-basi pun aku lansung ke tempat paman penjual minuman. Karena kami berjanjian disana untuk membicarakan sesuatu tentang liburan akhir pekan kali ini. Ternyata mereka sudah berada disana. Ini pertemuan penting karena Beni ingin berlibur bersama. Mungkin ia sedang penat atau stress karena ambisinya itu.
"Lama sekali kamu ini, kami sudah berada disini sangat lama hingga menghabiskan beberapa gelas minuman dingin paman." Ujar sigit dengan kesalnya.
"Mau alasan apalagi kamu arya? Menunggumu membuat kami bosan tau!." Lanjut naufal karena lama menungguku.
"Ah iya maaf aku terlalu asik memikirkan hal yang tak begitu penting. Sampai-sampai aku lupa kalau ada janji hari ini." Ujarku meminta maaf karena terlambar.
"Yasudah lah ayo kita tentukan, kita mau kemana?" Naufal menanyakannya kepada semua yang ada.
"Bagaimana kalau kita ke gunung? Sepertinya hal yang menarik mendaki gunung dan berkemah di atas gunung sana dengan pemandangan yang indah. Kita bisa melihat setiap sudut kota dari puncak gunung." Ujarku membayangkan puncak gunung yang sangat indah itu.
"Kau tau kan kalau teman kita Beni mempunyai penyakit yang di deritanya, penyakit asma yang tak bisa lelah dan terengah-engah, apalagi kalau naik gunung pasti sangat melelahkan, bisa-bisa dia pingsan." Ujar Naufal sambil tertawa.
"Yah kau sangat mengerti keadaanku." Ujar Beni dengan wajah datarnya yang tak berekspresi.
"Bagaimana kalau kita ke pantai? aku mendapat informasi kalau udara di pantai sangat bagus untuk pengidap asma akut. Dan pantai itu tidak begitu jauh dari desa kita. Paling tidak kita hanya melalui perjalanan selama 2-3 jam dengan menggunakan bus antar provinsi." Ujar sigit dengan heboh.
"Ide bagus, ayo kita bergegas siap siap untuk ke pantai! Pasti seru disana banyak remaja cantik yang sedang berlibur." Ujar ku sembari tertawa lepas membayangkan liburan ke pantai
"Dasar kau ini mesum juga orangnya. Yasudah mulai hari jumat kita bertemu disni lagi oke!" ujar Beni dengan semangatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Layang-layang
Ficción GeneralArya hanyalah anak kecil yang bermimpi ingin terbang seperti layang-layang. Ia tumbuh besar ditemani dengan kebahagiaan yang ia alami saat-saat ia menjalani kehidupan yang telah ia jalani. Namun ketika ia beranjak dewasa masalah mendatanginya. Bukan...