Liburan 2

3 0 0
                                    


Aku mencium wangi air laut yang sejuk. Tak terasa kulihat pantai itu sudah dekat. Aku membangunkan teman-temanku untuk melihat indahnya pantai itu. Tak kusangka aku akan bermain ke pantai itu. Terlihat jelas dari jendela bus ini, udaranya sangat sejuk sekali walau matahari berada di atas kepala. Suara ombak menghantam sebongkah karang terdengar jelas dan anak-anak kecil sedang bermain pasir di pinggiran pantai. Aku merasa ini seperti mimpi indah yang terwujud.

Perasaanku sedang berada diantara lonjakan senang dan sedih melihat pemandangan ini. Aku tak bisa mengungkapkannya. Ini adalah ciptaan tuhan yang sangat indah. Pandanganku tak bisa kemana-mana, bola mataku terus saja menatap kea rah laut itu. Seolah ada yang memanggilku untuk mendekatinya entah siapapun itu aku sangatlah terpengaruh oleh bisikan panggilan itu.

Jiwaku merasa sangat segar bugar ketika turun dari bus itu. Tak ada beban sekalipun, badanku digoyahkan oleh angin pantai. Terasa sekali membawa jiwaku pergi ke kahyangan yang jauh dan sangat indah disana. Aku hadir dalam ketenangan jiwa yang tak pernah kurasa semenjak aku kecil. Ini adalah refleksi diri yang sangat kunantikan setelah beberapa lama aku tak merasakan kenyaman seperti ini. Sangat berbeda dengan suasana desaku, pohon yang tak ada daunnya, hanya terlihat ranting-ranting kecil di pohon itu. Gumuk pasir menggelombang naik turun, rasanya aku ingin sekali bercengkrama lama di tempat ini.

Kulihat banyak manusia sedang bersenang-senang. Anak-anak kecil bermain bola di pasir gemulai itu, ada juga yang membuat istana pasir sangat mewah dan megah baginya. Para orang tua menikmati masa tuanya memandangi pantai, seolah hidup di hari ini adalah keistimewaan yang sangat mereka nikmati. Manusia bersenang-senang menghilangkan kesulitan hidup yang telah mereka jalani selama hidupnya, sepertinya mereka telah melupakan sulitnya hidup itu. Pasangan muda bercengkrama dengan alam, bergandeng tangan sambil berlarian di tengah-tengah gumuk pasir itu.

Aku tertawa kecil melihat pemandangan ini. Ini adalah tawaku yang lepas setelah menjalani ujian yang membuatku sulit dan pusing bukan kepalang. Aku lansung berlari menuju gumuk pasir itu. Teman-teman menyusulnya dengan cepat, seakan tak ada beban yang di bawanya saat ini. Semua lepas dan terbang bebas karena kebahagian yang kami alami saat ini.

Kami melipir pelan menuju ombak pantai yang lirih menuju pasir-pasir kecil. Bermain air laut memang sangatlah menyenangkan. Membuat aku lupa masalah hidup ini. Sesekali aku merenung melihat ombak itu. Mereka berbisik lirih padaku –nikmatilah hidup ini walau kau sudah lelah karena hidup yang kau jalani, jangan juga kamu lupa untuk berterima kasih kepadanya bahwa ia telah menciptakan ini untukmu dan manusia lainnya—bisikan itu membuatku semakin bersemangat menikmati pantai ini.

"Arya.. Arya kau kenapa termenung seperti itu?" Naufal bertanya dengan tawanya yang lucu.

"Ah tidak, aku sedang menikmati keindahan yang telah diberikan oleh tuhan. Dan seolah ombak itu membisikanku untuk menikmatinya." Ujarku

" Berdelusi saja hidupmu ini. mari kita cari tempat untuk bermalam disini!. Aku membawa tenda. Jadi kita tidak perlu menyewa tempat dan menghabiskan uang." Ujar Naufal.

Di bibir pantai kami berkeliling mencari tempat nyaman untuk mendirikan tenda untuk bermalam disini. Kami berhenti sebentar untuk menentukan tempat yang akan kami singgahi nanti. Tentunya setelah berbincang-bincang kami menentukan tempat. Ini cocok sekali karena taka da satupun yang menghalangi pemandangan lepas menuju laut.

Tepat sebelum menjelang petang di tengah jam berlari menuju pukul tiga. Lansung saja kami mempersiapkan semua peralatan kemah yang dibawa oleh Naufal. Dengan bekerja sama sepertinya akan lebih cepat untuk mendirikan tenda ini. Sekejap mata saja juga sudah selesai kami memasang tenda, berkat ilmu yang diajarkan selagi di sekolah saat jam ekstra untuk melakukan kegiatan pramuka.

Yang lainnya ketika sudah selesai mendirikan tenda lansung segera menyiapkan alat masak. Anehnya aku linglung karena kami tidak tau siapa yang bisa memasak makanan untuk nanti. Kami saling lirik-melirik satu sama lain karena tidak tahu siapa yang pandai dalam urusan dapur. Beni terlihat diam saja, sepertinya dia begitu takut untuk ditunjuk sebagai juru masak. Benar saja kami semua melirik Beni, dan setahu aku hanya dia yang biasa membantu urusan rumah tangga dan dapur di rumahnya.

"baklah tak usah melirik kepadaku terus! Aku akan memasak untuk kalian. Dan kalian tunggu saja untuk masakan chef Beni." Ujar Beni dengan sombongnya.

"Sombong juga kamu ini ben, yasudah semangatlah chef Beni!" Ujar sigit menggoda Beni.

Beni mempersiapkan bahan makanannya. Ini seperti melihat juru masak sungguhan. Ternyata salah satu dari temanku ada yang mempunyai bakat memasak juga. Sembari menunggu Beni memasak kami membantun yang kami bisa lakukan untuknya. Memotong bahan-bahannya, sedangkan Beni sedang memanaskan kompor kecil yang biasa di bawa naufal untuk mendaki gunung. Beni memulai jurusnya menjadi koki restaurant bintang 5.

Selang waktu yang agak cukup lama, sekitar 30 menit Beni memasak. Hasil dari jerih payahnya terbayarkan. Masakannya terbuat dengan sempurna walaupun bumbu dapur seadanya yang kami bawa dari rumah. Kami melahap dengan rakus seperti beruang kelaparan.

Setelah makan kami kembali memandangi lautan lagi. Kami semua menikmati momen ini sebagai pertemanan yang indah. Sambil merenung bersama-sama kami membicarakan tentang kehidupan.

"Apa yang akan terjadi kedepannya, semoga kita akan terus seperti ini hingga kita tua." Ujar Sigit

"Yah aku harap begitu walaupun nantinya kita akan berpisah entah dipisahkan oleh jarak atau dunia." Ujarku

"Pasti kau selalu saja membicarakan kehidupan yang aneh Naufal. Yah aku juga berharap seperti kalian" Ujar Naufal sependapat.

"Maafkanlah aku kalau akhir-akhir ini aku menyibukkan diri dengan belajar hingga aku lupa mempunyai kalian." Ujar Beni dengan penyesalannya.

"Sudahlah aku memahami dirimu." Aku diam sejenak memikirkan hal aneh "Aku kemarin hari selalu memikirkan kematian yang terjadi di dalam mimpiku, entah itu di dalam mimpiku itu aku yang tergeletak lemas atau siapa entahlah aku mimpi itu terlihat samar karena aku tak begitu memahaminya." Ujarku melanjutkan pembicaraan.

"Itu hanyalah mimpi, jangan terlalu dipikirkan! Lagi pula kamu ini hidup di dunia nyata bukan di dunia mimpi." Ujar Sigit.

"Nah benar apa yang diucapkannya. Lebih baik kita menikmati matahari terbenam nanti, jangan pikirkan apapun!" Ujar Naufal.

Waktu telah menunjukkan sore hari. Matahari mulai berjalan pergi menuju ufuk barat. Ini adalah hal yang dinantikan orang-orang untuk menikmati matahari terbenam di pantai. Hal yang indah menurut mereka untuk menyaksikan lansung terbenamnya mentari sore hari lalu berganti dengan gelap malam yang menyelimuti. Bintang-bintang juga akan datang menemani langit nanti.

Matahari mulai terbirit pergi. Kami menikmati pemandangan ini. sungguh sangatlah indah hal yang kurasakan saat ini. Sementara waktu saja aku ingin merasakan kehidupan seperti ini. Sejujurnya ini adalah hal terindah dalam hidupku selama aku menjalani hidup.

Malam telah datang kami berisitirahat untuk pulang keesokannya. Sayang sekali liburan ini hanya sesaat waktu saja. Andai aku bisa berjalan-jalan lagi mengelilingi tempat indah seperti itu. Pasti hidupku akan lebih bermakna daripada terikat pada tuntutan tertentu.

Layang-layangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang