Waktu yang ditunggu akhirnya tiba. Ini hari jumat dimana aku akan pergi bersama teman-temanku. Keluargaku mempersiapkan bekal terutama kakakku yang sangat memperhatikanku. Sepertinya ia agak terasa sedih karena akan ditinggal sementara oleh adiknya. Terlihat dari riak wajahnya seperti tidak rela untuk aku pergi berlibur. Seperti tidak ada yang menjagaku. Aku pun berkata padanya secara lirih –sudah aku akan baik-baik saja kakak tidak usah khawatir, kau kan akan pergi berkencan—kataku. Riak wajahnya sudah seperti sedia kala tanpa beban apapun yang dipikirkannya. Tapi ia juga terlihat senang seperti melihatku sudah tumbuh dewasa. Mungkin ia berpikir aku terlihat seperti anak kecil saat dia menjagaku dulu.
Tanpa ragu aku bergegas pergi, tidak lupa aku untuk berpamitan. Memohon untuk tidak mengkhawatirkan aku. Bahwa aku sudah beranjak dewasa, aku anak ayah dan ibu bukan lagi anak kecil yang merengek ketika tidak dibelikan permen. Setelah mengucap salam aku lansung berlari menuju kedai paman penjual minuman itu. Ternyata sudah ada beberapa dari mereka. Sepertinya kurang 1 orang yang belum dating. Ternyata itu adalah Beni. –dimana anak itu ya, biasanya ia tak pernah telat dari janjinya—aku bertanya-tanya pada mereka. Tak lama kemudian Beni terlihat terengah-engah nafasnya, seperti dikejar binatang buas yang kelaparan.
"Kamu kenapa ben tergesa-gesa seperti itu?" Ucapku kebingungan.
"ah semalam aku terlalu pulas tidurku, sepertinya aku tak sabar untuk pergi hari ini." Ujar Beni dengan nafas yang terengah-engah.
"Baiklah ayo kita berangkat!" Ujar Naufal.
Kami bergegas jalan keluar desa. Seperti pagi biasanya, namun terlihat berbeda kali ini karena kami akan berlibur menuju pantai yang tak jauh dari desa ini. Warga desa seolah memberi salam pada kami dengan menundukkan kepalanya. Itu biasa terjadi pada orang-orang desa ketika bertemu. Kami pun membalas salam itu dengan apa yang salah satu warga desa itu dan di buahi oleh senyuman pagi. Burung-burung kutilang seolah mengantarkan kami menuju pintu keluar desa. Kerbau yang sedang menggarap desa dengan majikannya dengan semangat tanpa lelah ia bekerja. Petani bergegas menuju sawahnya.
Tak lama kami berjalan, gerbang desa sudah terlihat dekat. Seolah seperti gerbang menuju kahyangan yang indah. Tiba di depan gerbang desa kami menunggu angkutan umum untuk menuju ke pantai itu. Sekiranya kami akan menaiki dua kali angkutan umum.
Bus yang kami tunggu tiba dengan cepat. Aku kira akan lama menunggu bus itu. Segera kami menaiki bus itu. Ternyata suasana di dalam bus seperti ini. Banyak manusia yang mengadu nasib untuk berjualan di tengah kota, meninggalkan keluarganya dari matahari muncul dari ufuk timur hingga matahari pergi menuju ufuk barat. Aku tak tau kedepannya apa aku seperti mereka yang mengadu nasib untuk kehidupan atau aku akan menjadi seperti ayah meneruskan bertani di pematang sawahnya yang luas.
Kami duduk di bangku paling belakang. Karena disana agak sedikit longgar untuk barang bawaan kami. Perjalanan menggunakan bus ini sungguh menyenangkan. Aku juga baru pertama kali menaiki bus antar kota ini. Karena aku tak pernah naik angkutan umum, mungkin karena sekolahku dekat jadi tak perlu aku naik angkutan umum. Aku melihat kesana banyak ladang kebun dan juga sawah yang luas. Tepat sekali pagi itu sedang berkabut, jadi terlihat indah dengan munculnya matahari di sela-sela kabut itu. Kabut membuat udara menjadi dingin, apalagi saat ini aku naik bus yang berjalan cepat. Angin semilir masuk menusuk tulang-tulangku. Ini sungguh dingin karena aku tidak memakai jaket saat pergi.
Sepertinya aku mendengar suara dengkuran di sebelahku, ternyata suara itu dating dari naufal yang sedang tertidur. Hal wajar dia berdengkur saat tertidur. Mungkin karena dia lelah untuk bersiap-siap jadi tidurnya kurang. Sangat disayangkan Naufal tidak menikmati perjalanan ini. Dia malah memilih untuk tidur. Tersisa kami bertiga yang masih terjaga dan menikmati perjalanan. Aku hanya senang menikmati perjalanan ini, makannya aku tak tidur karena ini adalah liburan pertamaku selain bersama keluargaku. Aku merasa seperti elang yang terbang bebas kemanapun, tanpa ada beban pikiran apapun yang terlintas di otakku.
Satu jam berlalu, ku kira ini sudah mendekati tempat untuk kami bertransit. Aku membangunkan naufal untuk bertanya apakah ini sudah dekat atau kami masih akan terduduk menunggu ? dia mengatakan bahwa perjalanan masih agak jauh, jadi bersabarlah atau kau tidurlah sejenak perkiraan akan sampai satu jam lagi.
Kadang aku berpikir selama perjalanan ini dunia bukan hanya tentang sekolah saja. Ternyata ini sangatlah luas. Sesekali aku melihat wajah murung para penumpang bus yang ada disini, tak tahu apa yang di pikirkannya. Entah cinta, dunia, harta bahkan aku tak sanggup membayangkannya seperti itu.
Setidaknya aku mencoba untuk tenang dari pikiran-pikiranku.
Tidak terasa waktu sudah berlalu, perjalanan sudah sampai tempat transit. Lalu kami turun dari bus yang kami naiki tadi. Lelah juga hanya duduk diam di dalam bus itu, kupikir dengan duduk diam akan menghilangkan lelah. Nyatanya tidak sama sekali. Lebih baik aku lelah karena menggarap sawah daripada aku lelah karena duduk seharian di kursi malas.
Berlanjut kami melakukan perjalanan lagi menggunakan bus menuju pantai. Dan bus itu sekiranya hanya dating 1 jam sekali, mungkin karena busnya sedikit dan hanya waktu-waktu tertentu untuk mengunjungi pantai. Kami menunggu cukup lama hingga bus yang ditunggu itu muncul di hadapan kami. Agak kecil bus yang akan aku naiki ini. Sepertinya memang untuk penumpang yang menuju ke arah pantai atau desa-desa yang berdekatan dengan pantai itu.
Memikirkan itu aku jadi terbayang banyak nelayan yang sedang mencari ikan di laut lepas.
Tanpa aba-aba kami lansung naik bus itu. Bus yang kunaiki agak sumpek dan sempit. Orang-orangnya juga berbeda. Aku seperti berada di dunia lain. Disini lebih banyak penduduk kota yang sedang berlibur. Mereka hanya berdiam diri menatap telepon seluler mereka masing-masing. Menurutku seperti tak ada kesenangan untuk berlibur hanya untuk melihat telepon seluler, mereka pun tak menikmati perjalanan mereka.
Karena perjalanan masih terlalu jauh dari tempatku transit menaiki bus. Aku memilih untuk merebahkan badanku dengan menyenderkannya ke kursi bus ini. Aku memilih tidur sementara waktu untuk menunggu perjalanan ini. Mungkin karena aku sudah merasakan bosan yang sangat dalam karena perjalanan yang tak kunjung sampai.
Tapi sekilas aku bermimpi buruk lagi. Ini seperti mimpi yang aku alami kemarin hari. Masih terlihat samar mimpi itu tapi lama kelamaan terlihat jelas. Sungguh terlihat kekacauan dalam mimpiku. Aku melihat kakakku yang sedang bersedih karena ayahku, entah apa masalahnya aku tak mengetahui itu. Apa karena kesalahannya atau bukan aku tak mengerti itu. Aku melihat pertengkaran hebat di mimpi itu. Sebelum aku mengetahui akar masalahnya aku terbangun karena guncangan besar. Aku kira itu adalah gempa bumi. Supir bus ini cukup ugal-ugalan mengendarainya. Aku masih penasaran apa makna dari mimpi itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Layang-layang
General FictionArya hanyalah anak kecil yang bermimpi ingin terbang seperti layang-layang. Ia tumbuh besar ditemani dengan kebahagiaan yang ia alami saat-saat ia menjalani kehidupan yang telah ia jalani. Namun ketika ia beranjak dewasa masalah mendatanginya. Bukan...