Pagi ini sangat ribut sekali di luar rumah. Aku membangunkan badanku yang masih terkapar di ranjang tidurku ini. Mataku masih sayup-sayup ingin kembali merebahkan badan untuk tidur, tapi aku sangat penasaran apa yang terjadi di luar rumah. Dengan jalan yang terbata-bata aku menuju halaman rumah, kakakku sudah berdiri tegap di halaman rumah memandangi pagi yang ribut hari ini. Katanya ada sesuatu yang akan datang ke desa ini hingga membuat para warga terpontang-panting melihat mobil berwarna hitam pekat.
Aku termangu dalam kantukku yang setengah sadar pagi ini, aku juga tak begitu mengerti. Mungkin karena aku jiwaku masih terombang-ambing dalam alam bawah sadarku ini. Pikiranku masih belum bisa fokus untuk sesuatu yang terjadi hari ini. Kutegaskan pandanganku ke luar rumah, warga seperti sedang melihat mangsa yang akan dilahapnya kali ini.
Kulihat sekeliling wajah-wajah yang sangat marah melihat mobil itu, kutegaskan sekali lagi untuk melihat mobil itu. Kaca mobil itu sangat gelap hingga aku tak bisa menembusnya dengan kedua bola mataku ini. Perhatianku terfokus pada plat mobil itu. Ternyata apa yang membuat warga desa menjadi marah karena mereka melihat plat itu berwarna merah. Semua telah mengetahuinya kalau ada plat kendaraan berwarna merah adalah milik kantor desa.
Warga menghadang mobil itu dengan amarah. Mereka sangat meradang kali ini melihat mobil itu. Serempak menahan mobil itu dengan tubuhnya. Seperti tameng kuat yang siap untuk dihempas oleh mobil itu, jiwanya siap untuk melawan mobil yang berlapis besi itu, seakan-akan penghadangan ini akan membuat yang berada di mobil itu akan keluar dan menunjukan dirinya. Salah satu warga sempat geram ingin segera menghancurkan mobil itu dengan kepalan tangannya yang seolah terlapisi oleh material besi beton yang sangat kuat. Ia sempat memukuli mobil itu untuk segera berhenti dan menyuruh yang ada di dalamnya segera keluar. Pintu mulai terbuka berdenyit kecil. Terlihat rapih yang keluar dari mobil itu. Ternyata hal yang diharapkan oleh para warga desa segera terjadi. Ini adalah pertama kalinya kepala desa menunjukkan dirinya.
Dengan perawakan yang tegap tubuhnya dia keluar dari mobil itu tanpa rasa berdosa dengan apa yang akan ia lakukan kepada warga desa ini. Aku pun segera menghampiri kepala desa itu. Bagaimana bisa dia terlihat sangat tenang seolah tak terjadi apa-apa pada warga desa yang telah dia hancurkan jiwanya, dia telah menghempaskan jiwa raga penduduk desa menuju cakrawala yang luas dan menghempaskannya jatuh ke tanah lapang. Kejadian ini membuat aku tak sadarkan diriku yang sebenarnya, aku berlari menuju kepala desa itu untuk sekadar menghempaskan amarahku padanya. Aku tak peduli lagi apa yang akan terjadi nantinya ketika aku memaki-maki ataupun aku akan melayangkan tinjuku ke wajahnya itu. Namun seseorang yang kukenal menahanku dari belakang, ia adalah kakakku. Ia segera menenangkanku untuk kali ini, karena kakakku tau kalau manusia yang biasanya tenang dan sabar ketika amarahnya meletus sudah seperti gunung berapi yang akan menghancurkan satu pulau besar.
Aku segera menenangkan diri untuk sementara waktu, karena ini adalah urusan para sesepuh untuk membicarakan masalah ini. Sesepuh desa juga sudah berada di tempat kejadian ini, ya tempat kejadian terjadi tak jauh dari rumahku. Keluargaku juga melihatnya dengan termangu diam di halaman rumah. Karena keluargaku tak bisa berbuat apa-apa untuk masalah ini. Mungkin hanya aku dan kakakku yang akan melakukannya kalau anggota keluargaku hanya berdiam diri saja karena penderitaan ini.
Kepala desa dibawa ke kedai paman. Ia di kerumuni warga yang sedang sangat geram kepadanya. Sesepuh yang mengetahui keadaan para warga meminta untuk segera tenang. Warga kembali tenang karena sesepuh itu, aku tak menyangka ilmu apa yang telah dia pelajari hingga membuat suasana kembali tenang seperti ini. Aku yakin ia memang sangat pantas disebut sesepuh disini. Sekejap perawakan sesepuh menjadi berubah drastis ketika berbicara pada kepala desa. Matanya menusuk wajahnya, dibuatnya ketakuan olehnya. Sudut bibirnya mulai bergerak ingin memuntahkan kata-kata yang akan dikeluarkannya, dahinya bergerinyit membuat gelombang besar di dahinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Layang-layang
General FictionArya hanyalah anak kecil yang bermimpi ingin terbang seperti layang-layang. Ia tumbuh besar ditemani dengan kebahagiaan yang ia alami saat-saat ia menjalani kehidupan yang telah ia jalani. Namun ketika ia beranjak dewasa masalah mendatanginya. Bukan...