Mulai dari inilah aku memulai kehidupan baru. Aku sudah melewati masa-masa sekolahku. Mungkin ini hanyalah awal dari aku akan menjalani kehidupan yang sangat tak mungkin aku mengerti kedepannya.
Aku mulai mencari-cari cara untuk memasuki perguruan tinggi. Kakakku sudah di tingkat akhir dan sedang menyusun skripsi penelitiannya. Sekarang giliranku untuk menjadi mahasiswa yang lebih tinggi dari siswa. Anehnya hanya di negeriku yang ada batasan antara siswa dan mahasiswa. Layaknya mahasiswa seperti sudah tingkat pendidikan yang paling tinggi dan siswa adalah bawahnya. Beda sekali dengan yang aku ketahui ketika mendengar kalau di luar negeriku semua dianggap sama. Mau mahasiswa dan siswa semua hanya akan di anggap sebagai pelajar.
Aku mempersiapkan segalanya untuk tes masuk. Oh ya tes ini mungkin akan terasa lama selama seharian penuh melaksanakannya. Itu akan dimulai pekan ini. sekiranya aku memulai tes pada hari kamis, dan ini masih menunjukkan hari selasa. Aku masih mempunyai waktu untuk mempelajari segalanya yang aku bisa. Pada akhirnya aku tidak bisa lepas dari yang namanya pelajaran itu. Membosankan sekali bagiku menjalani ini. aku hanya ingin hidup bebas dalam dunia ini. Entah merasakan sedih atau akan bahagia nantinya. Aku lebih cenderung untuk memikirkan kebahagiaanku daripada aku memikirkan kesedihanku. Mungkin dalam hidupku hanya mengalami kesedihan sangatlah sedikit. Tapi aku ini seorang yang perasa sejak aku mendalami puisi. Aku bisa melihat penderitaan yang dialami oleh orang-orang sekitarku. Itu hanya akan kujadikan sebongkah kata-kata yang akan kujadikan puisi walau hanya beberapa bait saja.
Cenderung aku lebih banyak termangu memikirkan kehidupan selanjutnya saat aku di bangku perguruan tinggi nanti. Semerawut pikiranku, seolah sedang dihadang alat besar yang akan menghancurkan tembok-tembok tinggi yang kokoh.
Kali ini yang hanya ada dalam benakku ketika aku selalu termangu adalah hal yang selalu kumimpikan. Apakah ini akan menjadi kenyataan saat ini? seolah ini seperti apa yang dikatakan paman penjual minuman itu bahwa masalah besar akan datang nantinya entah kapan pun itu akan terjadi maka aku harus bisa bersiap-siap untuk masalah itu.
Daripada aku selalu saja memikirkan itu, aku lebih baik bersiap-siap karena sebentar lagi aku akan menjalani tes masuk perguruan tinggi. Berbagai macam aku lewati, berbagai pelajaran aku pelajari. Aku menunggu lusa untuk menjalani seleksi nanti.
Terkadang aku merasa bosan karena selalu belajar. Sesekali aku berjalan-jalan keliling desa untuk menghilangkan rasa penatku yang selalu menghantuiku di sela-sela masa bosanku. Teman-temanku juga sudah sibuk, mereka ada yang mempersiapkan juga seperti yang aku lakukan. Ada juga yang sudah mendapatkan pekerjaan. Akhirnya aku merasa menyendiri disini, maka aku menghilangkan bosanku dengan kesendirianku kali ini. Mungkin lain waktu aku dan teman-temanku akan berkumpul kembali seperti sedia kala saat kami membuat janji untuk tetap bersama.
Kali ini saat aku mencoba keluar dair rumahku, suasana di luar rumah ramai sekali saat ini. Sepertinya aku melihat manusia-manusia berpakaian seperti kontraktor dari jauh, aku tidak terlalu menghiraukan itu. Karena aku tak mau memikirkan hal yang tidak terlalu penting. Hidupku sudah semaki rumit saja kalau aku terus memikirkan hal yang tak harus kupikirkan. Warga desa terlihat sangat cemas melihat hal itu. Seperti ada yang ingin disampaikan dalam benakknya—tolonglah kalian jangan datang ke desa ini lagi—pikirku apa yang ada di benak para warga desa.
Orang desa lainnya hanya terlihat pasrah saja ketika melihat itu. Aku hanya memikirkan satu pertanyaan. Apakah ini akan menjadi pertanda buruk bagiku? Mungkin saja tidak akan terjadi kepadaku sama sekali. Sesekali aku menoleh sebentar untuk memastikan keadaan desa. Sesungguhnya ini bukan caraku untuk mengetahui apa yang terjadi. Aku sangat tak peduli dengan semua itu.
Perjalanan kesendirianku ditemani kecemasan semua warga. Lelah sekali memikirkan itu. Baiknya aku akan beristirahat sebentar untuk rehat dari dunia.
Aku tak menyadari kalau ini bukanlah istirahat yang sebentar. Sekiranya aku tidur dengan nyenyak di sore hari tadi. Lalu aku tak sadar kalau aku tidur terlalu lama sampai-sampai waktu telah menjadi dini hari. Tercekat aku, ini adalah hari kamis. Aku harus bersiap-siap untuk seleksi masuk. Waktu juga sudah menunjukkan pukul 5 pagi. Aku bergegas mandi dan membuat sarapanku untuk perjalananku.
Kumulai pagiku dengan terburu-buru. Menunggu bus ke tempat aku melaksanakan tes itu cukup jauh. Jadi aku harus berlari cepat menuju gerbang keluar masuknya warga desa. Ditempuh dengan waktu 1 jam untuk menuju tempat aku melaksanakan seleksi, aku rasa cukup karena waktu pelaksanaannya pukul 9 pagi.
Berlarian aku terbirit untuk menaiki bus kesana. Dalam waktu sesingkat-singkatnya aku mengejar waktu. Ini seperti dikejar oleh anjing penjaga yang sedang melihat orang sedang mencuri. Beruntungnya saat sampai ke gerbang desa bus itu masih belum terlihat lewat dari jalanan yang sepi di pagi hari ini. Nafasku sangat terasa sesak karena berlarian. Ini karena aku jarang sekali berolahraga. Rasa malas untuk berolahraga adalah kebiasaanku. Itu sebuah pantangan bagiku untuk berolahraga sebentar saja.
Tak lama kemudian aku melihat lampu menyoroti jalanan. Terang sekali menyorotiku. Sampai aku tak bisa melihat apa yang telah menyorotiku. Karena lampu untuk jalanan disini sangatlah sedikit, lampu itu terlihat terang sekali. Kucermati lagi kendaraan apa yang telah menyorotiku. Ternyata ini adalah kendaraan yang aku tunggu-tunggu. Bus itu baru saja datang, aku lansung menaikinya tanpa aba-aba apapun. Suasana di dalam bus ini sangat sepi, hanya terlihat satu atau dua orang yang menduduki kursi. Itu pun para petani yang akan mengantarkan hasil panennya menuju pasar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Layang-layang
General FictionArya hanyalah anak kecil yang bermimpi ingin terbang seperti layang-layang. Ia tumbuh besar ditemani dengan kebahagiaan yang ia alami saat-saat ia menjalani kehidupan yang telah ia jalani. Namun ketika ia beranjak dewasa masalah mendatanginya. Bukan...