Aku pulang hari Jum'at. Weekend. Tapi senin aku masih harus kontrol di rumah sakit, jadi aku masuk kerja Selasa. Lumayan istirahat macam long weekend gini.
Siang hari kostan sepi saat aku sampai tadi. Apalagi Titi, sudah pasti berangkat kerja. Ah iya, demi menghemat pengeluaran, aku sekamar berdua dengannya. Untung saja kami memutuskan seperti itu sehingga bisa saling menopang terutama saat-saat susah. Tapi bukan berarti kami selalu bersama. Aku tidak selalu bergabung dengan teman-teman Titi dan dia juga tidak selalu bergabung dengan teman-temanku. Tapi kami saling mengenal teman-teman kami berdua karena tak jarang mereka berkumpul di kostan untuk sekedar rujakan atau singgah sebelum pergi ke suatu tempat.
Sampai di kost, aku segera mandi. Gerah. Karena beberapa hari tubuhku tak menyentuh air sama sekali. Setelah kembali segar, aku langsung berbaring untuk melupakan fakta betapa menumpuknya cucianku. Begitupun cucian Titi. Keranjang baju kotor kami sama-sama menggunung.
Tak lupa aku mengabari Titi dan keluargaku bahwa aku sudah sampai dan langsung istirahat. Masalah cucian dipikirkan nanti saja apalagi tanganku masih ngilu bekas tranfusi. Mungkin efeknya bagi tiap orang beda tapi bagiku masih terasa.
Dan ketika bangun, hari sudah sore. Efek lelah. Buru-buru aku salat zuhur. Usai salat, perutku keroncongan. Jelas Titi tak mungkin masak nasi, mengingat dia juga menghabiskan waktunya di rumah sakit.
Tepat saat itu terdengar penjual mie ayam lewat.
"Daripada nggak makan dan nunggu lama," gumamku buru-buru cuci muka dan berkumur.
Lalu aku mengambil mangkok dan uang. Untung saja penjual mie ayam memang suka mangkal lama depan kostan sehingga tanpa harus memanggil orangnya masih ada. Alhamdulillah pula belum ada yang beli sehingga aku tak perlu antre.
🏥🏥🏥
"Kamu tadi makan pakai apa? Pesen ojol?" tanya Titi.
Saat ini kami tengah menikmati nasi goreng yang dibelinya sepulang kerja tadi.
"Mie ayam," jawabku sambil mengedikkan bahu. "Mau beli online lama. Keburu lapar."
"Aku besok mau laundry baju. Punyamu sekalian aku bawa."
Aku mengangguk. "Ya, boleh."
"Kapan kontrol?" tanya Titi.
"Senin."
"Walah, aku masuk pagi."
"Iya, nggak apa. Bisa sendiri. Ada ojek juga."
"Ehm, minggu aku diundang temenku syukuran. Nggak tahu deh syukuran apa. Kamu sendirian nggak apa?"
Aku langsung berdecak. "Kenapa harus apa-apa coba?"
Titi meringis.
"Paling juga tidur terus."
"Oke deh."
Kami pun makan dalam diam.
"Ehm, kamu tau nggak...tadi tuh aku dengar diagnosa mengejutkan sebelum pulang," kataku setelah diliputi keheningan sejenak.
"Apa? Diagnosa kamu?" tanya Titi tertarik.
Aku menggeleng. "Bukan. Ternyata ada yang sakit kanker. Tapi mungkin aku salah dengar sih."
"Kok bisa?" tanya Titi bingung.
Aku pun menceritakan kejadian sebelum pulang tadi. "Aku jadi takut sendiri. Jadi ingat dulu...kalau HBku nggak naik dan malah kebanyakan sel darah putih bisa jadi leukimia kan?"
"Hmm..."
"Alhamdulillah sih sejauh ini cuma kekurangan zat besi aja."
Titi mengangguk. "Memang. Kita nggak boleh meremehkan kesehatan. Zaman sekarang penyakit datang dari macam-macam bahkan dari makanan pun bisa."
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE in HOSPITAL
Genel Kurgu#26 Harapan (20/4/2020) #03 Ikatan (11/4/2020) #06 Rumahsakit (10/4/2020) #11 Perawat (20/4/2020) #02 Anemia (11/4/2020) #01 UGD (19/4/2020) #17 FiksiIlmiah (20/4/2020) #64 Sakit (20/4/2020) Apa yang kalian pikirkan tentang rumah sakit? Tempat di ma...