Selama menunggu Titi membeli makanan, aku berbaring dan memperhatikan hiruk pikuk sekitar. Di ruangan sebelah zona kuning tampak seorang ibu yang kesulitan bernapas dan dibantu oksigen. Saat awal aku masuk UGD tadi sih kalau tak salah ingat, Ibu itu masih berbaring tapi sekarang duduk. Kasihan sekali. Di sisi lain tampak suaminya dengan sabar terus membantu istrinya apapun itu agar meringankan sakitnya.
Lalu dari arah belakang tampak brankar di dorong maju. Seketika aku mengerjap dan sponta memgucapkan "Innalillahi wa inna ilaihi rajiun" dalam hati demi melihat kepala yang tertutup selimut dengan sempurna. Kuperhatikan dengan seksama apakah ada gerakan atau tidak termasuk reaksi keluarganya. Ada yang aneh.
Pertama, pasien itu ditempatkan di zona kuning dan dengan santainya Mas perawat memasang infus ke tiang. Kedua, Ibu dan Ayahnya tampak tenang. Di sisi lain, pasien itu tampak tak bergerak sama sekali bahkan gerakan sekecil macam bernapas pun tak tampak. Anggaplah dia koma, keluarganya pasti tetap tampak sedih. Jadi apa yang terjadi? Tidur? Kok gitu?
Aku penasaran, Ya Allah.
Pasien keluar masuk, pindah zona, sibuk sekali dan tampak terasa kurangnya tenaga medis tapi bukan berarti penanganannya lambat karena sekali lagi tak henti-hentinya para perawat dan dokter mondar-mandir mengurus pasien yang ada. Selesai satu ke satunya, begitu terus seolah jeda.
Kemudian, setelah menunggu agak lama, Titi kembali dengan dua box ayam geprek.
"Kantin sudah tutup. Nggak ada penjual sama sekali. Muter-muter," katanya sambil makan bagiannya.
"Kebijakan terkait wabah Corona. Maaf ya?" sahutku sambil makan dengan tangan kiri karena kanan diinfus. Agak susah.
Titi mengibaskan tangan. "Aku juga lapar."
"Eh, kamu tahu nggak, dari tadi aku penasaran sama pasien itu. Masih hidup apa mati sih?" tunjukku diam-diam pada pasien di zona kuning tadi yang sekujur tubuhnya tertutup selimut. "Tuh, posisinya dari tadi gitu."
Titi perlahan menoleh. "Iya sih ya...tapi Ibunya tenang gitu. Ada infusan juga."
"Nah, itu dia."
Tak lama dari pintu samping yang dekat dengan lobi utama UGD, kembali sebuah brankar didorong melewatiku ke arah belakang dengan selimut yang menutup sekujur tubuh juga. Bedanya, kali ini tak ada infus tergeletak di sisi tubuh pasien dan keluarga yang mengikuti di belakang, menangis sedih sambil dipapah oleh seorang Mbak perawat diikuti keluarga yang lain.
Aku dan Titi sontak saking menatap.
"Yang ini beneran meninggal ya?" tanyaku.
Titi mengangguk. "Iya."
Seketika aku merasa merinding karena pertama kalinya melihat pasien meninggal di UGD. Tak lama setelah itu terdengar teriakan membahana yang memilukan memahan sakit seorang lelaki dewasa yang berasal dari ruang tindakan bedah di dekat tempatku berada. Tapi hal itu tak menghentikan kegiatan kami untuk mengisi perut.
Tatkala aku dan Titi baru saja selesai makan dan baru kembali dari cuci tangan bergantian di wastafel belakang, kembali terdengar raungan tangisan.
"Ada yang meninggal lagi kayaknya," komentar Titi tepat saat pasien yang kusangka meninggal tadi sudah menurunkan selimutnya sebatas dada. Seorang lelaki muda.
"Healah...ada gitu ya orang tidur kayak orang mati? Kirain cuma cerita novel aja," komentarku.
"Emang ada sih orang yang suka nutup badan semua pas tidur gitu," sahut Titi.
🏥🏥🏥
Di dalam UGD, siang dan malam tak seberapa terasa karena suasana luar tak nampak sama sekali. Warna jingga telah lama berganti gelap. Dan seperti sebelumnya, semakin malam bukannya semakin sepi justru banyak pasien berdatangan.

KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE in HOSPITAL
General Fiction#26 Harapan (20/4/2020) #03 Ikatan (11/4/2020) #06 Rumahsakit (10/4/2020) #11 Perawat (20/4/2020) #02 Anemia (11/4/2020) #01 UGD (19/4/2020) #17 FiksiIlmiah (20/4/2020) #64 Sakit (20/4/2020) Apa yang kalian pikirkan tentang rumah sakit? Tempat di ma...