Bab 7

1.9K 191 8
                                    

Hello people! Happy reading. Jangan lupa tinggalin jejak yup. Hehehe.

****

"Lo mau kabur?"

Aish menoleh, menemukan sosok Sam  tengah berdiri dibalkon sebelah. Ditangan pria itu ada secangkir minuman yang masih mengepul. Mungkin dia tidak bisa tidur hingga memilih menghabiskan malam dibalkon dengan secangkir kopi.

"Kok diam?"

Nyengir, Aish menaruh kembali koper ditangannya. Kemudian berjalan keujung balkon yang bersebelahan dengan balkon milik Sam.
Pria itu memandangnya dengan tenang, tidak menunjukan raut wajah marah maupun kecewa. Aish jadi tidak bisa menduga apa yang sedang dipikirkan oleh sahabatnya ini.

"Gue... Gue gak bisa nikah sama lo Sam."Jujur Aish dengan ragu.

Lalu hening, Sam tidak menanggapi sama sekali.
Ekspresi wajah pria itu pun masih tak menunjukan perubahan yang berarti, masih sama, terlihat terkejut pun tidak.

"Itu artinya lo sanggup ngecewain hati kedua orang tua kita?"

"Bukan..."

Tak bisa menjawab, Aish kehilangan kata-kata. Untuk sesaat otaknya memutar reka adegan yang baru saja ia lakukan, memasukkan baju kedalam koper, melepas tirai jendela dan mengikatnya kebalkon, lalu terakhir mengantongi ponsel dan dompetnya. Selama melakukan hal itu Aish tak sedikit pun mengingat orang tuanya. Ia tidak memikirkan bagaimana reaksi papa dan mamanya jika mereka tidak menemukan Aish dikamar, tepat dihari pernikahan.

Namun Aish takut untuk melanjutkan pernikahan ini. Mimpi buruk yang baru saja ia alami seolah akan menjadi nyata.

"Kita udah bicarain ini, Aish. Lo dan gue tetap akan jadi sahabat. Gue gak akan nganggap lo istri, dan lo gak perlu anggap gue suami."

Aish tak langsung menjawab. Perkataan Sam barusan dan bayangan pria itu di dalam mimpinya membuat Aish bimbang. Mana yang harus ia percayai? Perkataan pria itu atau mimpi buruknya?

"Sam, tadi gue mimpi."

"Mimpi apa?"

Aish memilih memberitahu Sam, menceritakan potong kejadian yang ia alami di alam mimpi, dari mereka menikah hingga Sam yang membawa mobil seperti orang kesetanan.

Mendengar semua itu Sam jadi merasa bersalah. Ketidakharmonisan keluarganya lah yang menjadikan Aish takut akan sebuah pernikahan. Ia pikir dengan menawarkan pernikahan pura-pura maka sahabatnya itu akan baik-baik saja, nyatanya tidak.

"Aish gue minta maaf."

"Kenapa lo minta maaf?"

"Karena keluarga gue yang hancur lo jadi merasa takut untuk menikah." ujarnya penuh sesal, "seharusnya dari dulu kita gak usah temanan. Seharusnya gue gak menyambut kedatangan lo lagi saat lo datang waktu itu."

Aish menatap Sam sedih. Ia tidak menyalahkan sang sahabat. Bukan salah pria itu terlahir dari keluarga yang tidak harmonis. Bukan salahnya memiliki sosok Papa yang kasar dan tidak bertanggung jawab. Dan bukan pula salah takdir yang telah mempertemukan mereka.

"Tapi gue mohon jangan kabur dihari pernikahan kita. Gue gak mau lihat Mama gue sedih lagi. Please."

Tante Dahlia.

Seketika Aish mengingat wajah teduh wanita itu, mengingat senyum manis penuh kekuatan yang sering wanita itu tunjukan. Jika Aish pergi, senyum Dahlia akan benar-benar luntur. Bisa saja Bram murka dan melampiaskan kemarahan pada Dahlia seperti biasa. Kalau begini, apa Aish akan tega untuk membatalkan pernikahan mereka?

Dinikahin Aja | CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang