Bab 3

2K 215 4
                                    

Begini rasanya diabaikan. Mau melakukan apa saja tidak ada yang peduli. Mau dia sudah makan apa belum, tidak akan ada yang bertanya. Mungkin kalau Aish tidak pulang-pulang seperti bang Toyib juga tidak akan ada yang mencari. Semua orang begitu kompak mendiaminya, dan anehnya lagi, Bik Jum yang selama ini jadi best friend sehidup semati Aish juga ikut-ikutan. Dia tahu, pasti ibunda ratu yang memberi perintah pada Bik Jum.

"Bik Jum. Gak ada lauk ya? Bibik gak masak?"

Hening. Wanita paruh baya itu tetap fokus dengan piring kotor yang ia cuci.

"Bik!"

"Ku menangis, membayangkan kepergian dirimu dari hidupku.... "

Yaelah, si Bibik malah nyanyi,
mengabaikan Aish yang sudah gondok di tempatnya. Kalau saja bukan orang tua, Aish sudah pasti menyumpel mulut Bik Jum dengan kain lap. Namun berhubung dia jauh lebih muda dari Bik Jum, dan juga tidak ada jiwa bar bar dalam dirinya, Aish tidak akan melakukan itu. Cukup menarik nafas dalam, lalu hembuskan perlahan. Tarik lagi, hembuskan. Huft, sabar.

"Ya udah deh. Malam ini Aish gak usah makan."

Semoga dengan sedikit berdrama Bik Jum luluh, lalu menyusul dan mengantar makanan ke kamarnya. Kalau tidak terjadi, ya terpaksa Aish menahan lapar. Ia tidak bisa memasak, masak telur saja kadang suka hangus atau keasinan. Dia juga terlalu malas untuk keluar rumah, moodnya turun beberapa hari ini. Kalian sudah tahu kan gara-gara siapa.

-

-

Wanita itu memandang balkon kamar Sam penuh permusuhan, tak ada orangnya balkonya pun jadi.

Pria itu benar-benar membuat Aish kesal. Setelah meninggalkannya dengan sebuah masalah besar, sekarang pria itu tidak ada kabar, tidak bisa dihubungi.

"Awas aja lo ya Sam!"

Dari balkon kamarnya, yang memang bersebelahan dengan balkon kamar pria itu, Aish melempar kerikil-kerikil kecil kesana, bodoh amat kalau perbuatannya ini dibilang kekanakan. Biar saja nanti pria itu kaget kenapa banyak kerikil di balkon kamarnya. Siapa suruh Samudera anak Buk Dahlia itu menyusahkan Aish sedemikian rupa.

"Mbak Aish. Bibik masuk ya."

Bik Jum!

Dengan cepat Aish menyembunyikan sisa kerikil yang ia pungut dihalaman rumah tadi kedalam saku baju. Gaswat kalau Bik Jum sampai tahu.

"Kenapa Bik? Bukannya Bibik ikut- ikutan diamin Aish ya."

Setelah menyembunyikan keril-kerikil tadi, Aish kembali masuk kedalam kamar. Ia menemukan Bik Jum yang sudah berdiri dibalik pintu kamar. Ditangan Wanita itu sudah ada sepiring nasi dan segelas susu.

"Maafim Bibik Mbak. Tapi Bapak sama Ibu gak bolehin Bibik ngomong sama Mbak. Gak boleh nyiapin makanan buat Mbak juga." tuh kan dugaan Aish benar. Tapi mana tega Bik Jum menjauhinya. Sedari kecil Aish sudah dirawat wanita itu dengan penuh kasih sayang, sudah seperti anak sendiri, Aish pun sudah menganggap Bik Jum sebagai ibu keduanya.

Kalo Mama Aish beda lagi. Ibunda Ratu Ningsih akan sangat tega menghukumnya. Bukan tidak sayang, sang Mama memang begitu tegas mendidik anak-anaknya. Bahkan dulu Aish pernah tidak dikasih uang jajan selama seminggu penuh lantaran ia yang ketahuan membolos.

"Trus sekarang Bibik ngapain?"

"Ini Bibik bawa makanan buat Mbak."

Bik Jum berjalan ke sisi ranjang, meletakan makanan dan susu itu diatas nakas, "Susunya jangan lupa di minum. Biar debay nya sehat."

Debay apanya! Siapa yang hamil?Jadi Bik Jum juga percaya kalau dirinya mengandung gitu?

"Aish gak hamil Bik. Apalagi hamil anaknya Sam, idih. Bibikkan tahu Aish sama Sam sahabatan dari kecil."

Dinikahin Aja | CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang