02

59 17 10
                                    

Butiran air yang berubah menjadi kristal rumit yang kemudian menyatu dengan kristal lain yang secara perlahan jatuh ke permukaan bumi. Sekitar lima belas menit lalu para pakar ramalan cuaca menginfokan bahwa akan terjadi badai salju yang cukup deras saat itu.

Sebagian besar orang yang masih berada di luar segera kembali ke dalam rumahnya, menutup cendela dan pintu rapat-rapat, menyalahkan sebuah penghangat ruangan untuk menghindari dinginnya malam dan pagi yang akan datang. Menggunakan pakaian dengan kain woll atau jenis kain lainnya yang hangat--cocok untuk musim dingin. Suhu di luar dingin, rasanya mendekati beku.

Beruntunglah Park Jimin tidak akan mati kedinginan. Saat ini ia duduk pada salah satu kursi di dalam rumah seorang gadis yang baru ia temui beberapa saat lalu. Melirik sekeliling, apartemen ini hanya memiliki satu kamar tidur yang cukup besar, ruang tengah yang terdapat sebuah televisi, meja kecil dan sofa cukup besar berwarna coklat tua, satu kamar mandi dan sebuah ruang makan yang hanya memiliki dua bangku dan satu meja, lengkap dengan dapur minimalis namun dengan peralatan yang cukup lengkap.

Bau coklat panas yang mendadak memanipulasi otaknya dengan dugaan-dugaan bagaimana rasa yang akan ia cicipi minuman tersebut menyentuh pangkal lidahnya. Mungkin bagi gadis itu, Jimin terlihat teramat menyedihkan—tak memiliki tempat tinggal apalagi tujuan.

"Minumlah." Ucapnya singkat seraya memindahkan kedua cangkir tersebut dari atas nampan menuju meja makan. Duduk di kursi lain yang posisinya menghadap Jimin dengan menopang dagu.

Jimin hanya membalasnya dengan senyuman kecil. "Terima kasih."

Beberapa saat lalu Jimin hanya meyakinkan gadis itu jika dirinya sedang dalam situasi buruk. Jimin nyatanya melebih-lebihkan kenyataan, melencengkan cerita kemudian didukung dengan faktor lingkungan yang kebetulan saja sangat membantu. Sementara gadis itu dengan terpaksa—sambil memutar bola matanya akhirnya mengizinkan Jimin—yang ia percayai memiliki nama Nathan--untuk menumpang hidup di dalam apartemennya.

Queen saat ini telah berganti pakaian, tubuhnya dibalut oleh sweter hangat berwarna hitam. Dia bungkam seribu bahasa, sengaja mengabaikan Jimin sebab jelas ia tak suka dengan kehadirannya. Pandangannya tertuju pada panorama badai salju di luar cendela, sebagian besar jalanan mulai tertutupi salju sementara beberapa sudut jalanan telah terdapat tumpukan salju.

"Sampai berapa lama kau akan berada di sini?" Tanyanya sakrastik.

Jimin terdiam. Banyak sekali kemungkinan baik yang terjadi apabila ia bisa bersama dengannya, maksudnya, ia tidak perlu menunjukkan identitas aslinya ketika ingin menyewa sebuah apartemen dan keuntungan eksternalnya adalah ia mengenal seseorang untuk menemaninya menghabiskan hari di London--selama yang memungkinkan.

"Mungkin beberapa hari ke depan."

"Aku tidak mengizinkanmu berada di tempat ini sampai besok siang."

Jimin menatap Queen dengan tatapan memelas, memanyunkan bibirnya, yang beruntungnya tak berakhir menjijikkan di mata Queen. Dia benar-benar membutuhkan Queen selama kelangsungan hidupnya di London. Harus di akui Jimin itu cerdik dan kelewat licik dan dia bisa memanfaatkan keadaan. "Aku kabur dari pekerjaanku, bayaranku pas-pasan dan aku tidak memiliki tempat tinggal sekarang. Aku memaksa kabur karena pekerjaan itu sungguh gila, aku tidak bisa bertahan lebih lama dengan pekerjaan yang mengharuskanku bekerja dari pagi sampai malam."

Gadis itu menatap Jimin datar, tidak ada senyuman atau tanda-tanda dirinya bersimpati atau malah seketika luluh hingga merasa kasihan. Dia mengernyit bingung. "Pekerjaan apa itu? Tidak masuk akal. Lagipula, kenapa kau menerima pekerjaan sejenis yang jelas menyiksa."

"Lembaran kontraknya berbeda. Kali ini aku berhasil memberontak dan kabur. Tapi jika aku tertangkap kali ini, mereka akan membunuhku."

Gadis itu menyesap minumannya sampai habis, mendengarkan celotehan Jimin dengan sesekali mengangguk. Jam dinding yang tergantung pada tengah ruangan terlihat senada dengan cat yang ada di belakangnya telah menunjukkan pukul dua dini hari kelewat lima menit. Queen berdiri, tidak memberikan tanggapan apapun dan hal itu justru membuat Jimin kebingungan.

HELLO MY IDOLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang