09

16 2 1
                                    

Queen membenci saat-saat di mana ia tidak bisa membela dirinya sendiri terhadap Christine seperti ini. Saat-saat di mana ia tidak bisa memutar balikan keadaan dan hanya bisa menghembuskan nafas pasrah kala ia terpaksa masuk ke dalam mobilnya.

Ini bukan kali pertama Christine menang terhadap Queen, yang artinya ini bukan kali pertama Queen takluk karena ulahnya, sudah sepersekian kali atau berapalah, tidak pernah dihitung. Eksistensi lelaki itu memang menyebalkan, berisik, mengundang banyak masalah dan Queen mencoba menjauhi semua hal tersebut.

Lagi-lagi jenaka. Saat ini orang yang paling Queen benci duduk di sebelahnya menyanyikan lagu lama dari penyanyi melegenda seperti Adele atau Bruno Mars sekalipun dengan suaranya yang sengaja ia jelek-jelekkan—padahal nyatanya ia memiliki suara merdu yang mampu melemahkan. Lucu, bagaimana kenangannya sebagian besar hanya berisikan tentang lelaki itu, lucu bagaimana hanya ia yang tetap ada di sisi Queen bagaimanapun keadaannya.

Sabrina Queensy dan mulutnya adalah pengecut. Terlalu malu untuk mengakui Christine mungkin adalah satu-satunya orang yang rela menemaninya berjam-jam hanya untuk memilih lilin aroma terapi, hanya Christine yang rela duduk di ujung kafe—menunggu hingga Queen benar-bear menyelesaikan tugasnya kemudian mengajaknya berjalan-jalan, malu untuk mengakui jika hanya Christine yang bisa ia ajak berbicara seharian tanpa peduli apakah keduanya akan berakhir berdebat atau justru Queen akan kembali meledeknya. Iya, hanya Christien yang begitu dan hanya pada lelaki itu juga Queen bisa menjelaskan apa yang selama ini ia pendam.

Aneh sekaligus lucu. Bahkan Queen tidak pernah mengira bahwa lelaki seperti Christine akan mendapatkan tempat di dalam kehidupannya.

Tidak ada kesalahan jika seluruh antero kampus mengatakan Christine Arthur adakah lelaki tampan, rupawan, pintar—meskipun ia jarang mengikuti kelas dan tentu, kaya. Seolah sudah menjadi ciri khas tersendiri, tapi mungkin tidak semua orang tahu jika lelaki brengsek yang sekarang tengah mencoba menggapai nada tertinggi dari lagu My Heart Will Go On ini memiliki sisi baik. Kebanyakan orang terlalu fokus pada hal buruk saja hingga melupakan jika sebelumnya atau bahkan setelahnya dia akan melakukan sesuatu yang teramat mulia. Memang benar, jika satu kejahatan menutupi sejuta kebaikan.

Semua orang beranggapan bahwa Christine adalah seorang lelaki yang tidak memiliki hati karena sifatnya yang suka berganti-ganti perempuan, semua hal itu benar—tidak ada yang bisa menyangkalnya termasuk Christine sendiri. Di balik semua itu, ia juga memiliki sisi sebaik para Dewa—beberapa orang bahkan bisa menyebutnya penyelamat atau pahlawan jika mereka mau. Sikap simpatik yang jarang ia tunjukkan ternyata mampu mengubah cara pandang Queen padanya.

"Kau mau kemana?" tanya Queen santai, melipat kedua tangannya di hadapan dada dengan padangan yang tak beralih sedetikpun dari jalanan sore itu.

"Starbucks," jawab Christine enteng dengan sesekali melirik Queen yang memasang wajah masam.

"Aku mau pulang, Chris."

Christine tidak menjawab, tatapannya kosong ke arah depan. Sungguh, kali ini ia bersikap aneh. Queen tidak tahu apa yang salah dengannya kali ini, tapi gadis itu merasa ada sebuah hal buruk telah terjadi. Diamnya Christine selalu melambangkan sesuatu yang Queen bisa debatkan dengan batinnya semalaman.

Dari sekian banyak gadis yang Christine coba dekati, hanya Sabrina Queensy yang memiliki sikap pendiam serta galak membuat lelaki itu kesusahan untuk mengutarakan beberapa ungkapan manis. Bukannya meleleh mendengar perkataan manisnya, Queen justru akan mencampakkannya seharian. Bahkan Christine sempat mengira bahwa ia telah mati rasa. Hal itu justru membuat Christine semakin bertanya-tanya kenapa gadis ini tidak bisa masuk ke dalam perangkapnya dan kenapa justru dirinya yang semakin senang untuk mendekati.

HELLO MY IDOLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang