06

30 8 0
                                    

Beberapa saat lalu Queen baru meninggalkan apartemennya, terlihat santai dengan balutan baju hangat berwarna coklat. Saat itu Jimin menatapnya dari ambang pintu kamarnya—Queen bercermin di hadapan kaca membalikkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri beberapa kali.

"Ini terdengar konyol karna aku memang baru menemuimu, tapi jika kau merasa dunia tak adil padamu , meskipun aku tidak tahu alasannya tapi aku di sini. I'm here to make you feel better." Saat itu Jimin tersenyum lembut, dia tulus mengatakan semua itu dari dalam hatinya tidak ada satupun kebohongan. Jimin mengingat jika Queen pernah berusaha mengakhiri hidupnya dan hal itu masih terbayang jelas, dia terlihat putus asa dan kehilangan harapan.

Queen terdiam selama beberapa saat, menatap manik Jimin lekat. Memperhatikan setiap hal dari lelaki tersebut baru akhirnya tersenyum, sudut bibirnya tertarik hingga membuat matanya menyipit. "Kau tahu, kau selalu bisa meminta pelukan dariku jika kau membutuhkannya."

Selama dan sedalam apapun ia meneliti, Queen selalu menemukan setidaknya jutaan tatapan kesedihan yang tersamarkan dari lelaki di hadapannya. Apapun itu, hatinya tergerak untuk membuatnya merasa lebih baik. Sebab itu dia berkata demikian.

Pertarungan dalam hidup setiap orang berbeda. , semakin tinggi tujuannya, semakin besar mimpinya, semakin banyak pula masalah yang terjadi, semakin banyak cobaan untuk dilalui. Semua duka yang terjadi di masa lalu nyatanya akan terbayar dengan jutaan kebahagiaan di masa yang akan datang. Nyatanya berkata lebih mudah dari pada melakukannya.

Jimin maju selangkah, masih dengan senyuman lekat itu yang ada pada parasnya. Manis namun nyatanya ia menunjukkan hal lain. "Iya, aku butuh hal itu sekarang." Jimin merentangkan tangannya cukup lebar hingga sesaat setelahnya Queen berjalan mendekat dan melingkarkan tangannya di perut lelaki itu.

Desiran perasaan hangat dengan perasaan menenangkan perlahan hadir pada dada Jimin. Rasanya aneh dan asing, namun menyenangkan. Rasanya waktu terhenti seketika hanya dia dan Queen yang bergerak, saling mengeratkan pelukan. Karena pada nyatanya kita tidak perlu kuat untuk menjadi hebat, terkadang hanya membutuhkan seseorang yang mau memahami tanpa mempertanyakan ini dan itu. Hanya memerlukan seseorang yang akan selalu berkata, "Aku di sini, jangan khawatir."

Dan kesunyian yang mengelilinya sama sekali tidak terasa canggung, justru berubah menjadi keheningan yang paling menenangkan. Tidak ada perkataan, hanya tubuh yang bergerak menjelaskan.

Selama Jimin menempati apartemen pada lantai lima belas tersebut, ia bertugas membersihkan dan selalu bertugas memasak. Meskipun tidak terlalu mahir memasak, setidaknya apa yang ia buat layak untuk di makan. Jujur saja, Jimin hanya bisa memasak beberapa olahan dasar. Namun jika disuruh membuat olahan dengan langkah-langkah yang merepotkan ia lebih baik mundur paling belakang sebab tidak ingin membuat seisi dapur kacau balau sementara makanan yang ia masak nantinya tidak bisa dinikmati.

Malam ini Jimin mengandalkan keberuntungan dan berharap banyak atas kemampuan memasaknya, Jimin akan mencoba sesuatu yang baru. Dengan bantuan siaran televisi yang menayangkan tata cara memasak makanan khas Inggris yaitu, fish and chips. Ia melakukan ini untuk Queen dan Jimin berharap jika gadis itu nantinya akan menikmati masakannya.

Lantas saja pemuda tersebut mengambil remote televisi untuk membesarkan volume, supaya terdengar sampai dapur. Secepat kilat Jimin mempersiapkan beberapa bahan dan alat. Tapi pembaca acara tersebut seakan tidak memberi jeda pada setiap ucapannya, sial, cepat sekali.

Lelaki itu panik karena wanita paruh baya tersebut memberikan langkah-langkah dengan teramat cepat, padahal kala itu Jimin masih mematung di posisinya karena kebingungan bagaimana menghilangkan sisik ikan dari tubuhnya. Jimin semakin panik dan merasa tolol secara bersamaan.

HELLO MY IDOLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang