19

12 0 0
                                    

Menyiapkan sebuah album baru selalu terasa menyenangkan. Menjadi seorang musisi yang karyanya didengar oleh jutaan orang adalah sebuah kesenangan tersendiri, tetapi ketika lagu mereka memberikan setidaknya sedikit inspirasi atau pembawa kebahagiaan rasanya ada kepuasan tersendiri, kebahagiaan yang tak mampu dijelaskan. Sebab dengan begitu, mereka sadar jika eksistensi mereka berharga bagi seseorang. Sama seperti Jimin yang mencintai pekerjaannya, dia ingin menyanyi dan menari dalam waktu selama mungkin. Namun ia tidak pernah menyukai siapa yang telah dipaksa menepi dari kehidupannya hanya karena pekerjaan.

Banyak hal yang menjadi pertimbangan, mulai dari lirik lagu yang hingga nada dan tempo lagu yang akan digunakan. Bagi Jimin kesulitan sejenis itu menyenangkan, karena nantinya mereka bisa menunjukkan sebuah karya yang lebih baik.

Baru saja lelaki itu menyandarkan tubuhnya pada ruang kerja, mengetikan beberapa hal yang berkaitan dengan susunan perilisan album yang akan datang namun mendadak Jimin mendapat perintah untuk segera menemui atasannya, menghadap si pemilik agensi itu. Sudah dapat mengerti dengan jelas jika pertemuan ini bukan sesuatu yang baik, mengingat banyak sekali hal buruk yang ia lakukan.

Ruang kerja yang sebagian besar daerahnya terlapisi oleh kaca tebal kedap suara. Tidak bisa menerka apa yang akan terjadi setelah ini karena sejauh perkiraannya, Jimin akan mendapatkan sebuah masalah. Jimin perlahan menghembuskan napas kala berada di hadapan pintunya, wajahnya terlihat lebih serius dengan namun terdapat sedikit aura murung yang tak bisa ditutupi. Membuka pintu tersebut dengan akses khusus berupa accses card.

"Ya, ada apa?" Jimin secara perlahan menarik salah satu kursi di sana, duduk dengan postur tegap, Jimin berubah tegang.

Pria di hadapannya pun mengulas senyum. "Aku dengar kau ingin kembali ke London, ya?"

"Iya, aku ingin kembali."

"Untuk menemui gadis itu, kan?"

"Iya, mungkin. Harusnya hal ini tidak akan membawa dampak buruk karena saya sudah mengakhiri urusan dengan media."

Pria itu mengubah tatapannya menjadi tajam, jelas jika ada sebuah tutur kata yang salah dari apa yang Jimin ucapkan barusan. "Tidak bisa. Aku tidak mau jika kau nantinya akan menimbulkan masalah lagi, kau tidak bisa membiarkan semua rekanmu menderita karena ulahmu. Lagi pula kalian harus melanjutkan World Tour sepuluh hari lagi."

Mungkin egois, tapi sayangnya sejauh ini Queen menjadi bagian penting dalam kehidupannya. Jujur saja, Jimin berkali-kali mempertanyakan perasaannya sendiri. Apakah semua ini benar? Apakah dia telah melakukan sebuah kesalahan lagi? Karena selama ini setiap kali ia mencoba untuk menemui Queen, semesta seakan menampar dengan kenyataan—seolah berbisik bahwa Queen tidak akan pernah menjadi bagian hidupnya.

Pria yang menjadi pendiri agensi tersebut kembali berbicara, raut wajahnya terlihat lebih bahagia dari pada sebelumnya. Seolah menemukan titik terang. "Ada soloist yang mengajakmu berkolaborasi untuk single terbarunya. Dia sedang naik daun akhir-akhir ini." Jimin hanya mengangguk dan terlihat sama sekali tidak berminat, padahal kemarin ia sudah menolak tawaran ini. Tapi sepertinya tawaran ini teramat mendesak.

"Kolaborasimu dengannya pasti akan memberikan dampak baik dari kedua pihak, skandal tentangmu akan tersingkirkan dengan kabar kolaborasi kalian berdua yang pasti sukses dan kau juga—oh lihat, dia datang."

Sedetik setelah ia mengatakan hal tersebut, Jimin menoleh ke arah pintu keningnya mengernyit kebingungan ketika memperhatikan sosok perempuan memasuki ruangan ini dengan senyuman lebar. Dari pada urusan idol Korea, sepertinya gadis itu lebih terlihat seperti seorang model papan atas, bagaimana caranya berjalan hingga lekuk tubuhnya.

Dia sedikit membungkuk di hadapan mereka berdua, masih tersenyum hingga. Sangat anggun. "Salam kenal, nama saya Taeri. Semoga kita sukses dalam kolaborasi ini."

HELLO MY IDOLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang