Enam🐋

58 11 1
                                    

'Gue sadar diri untuk posisi gue, gue hanya teman lo kan?'

.

.

.

Kejadian di ruang musik 2 minggu yang lalu, masih terlihat jelas di pikiran Biru. Biru merasa, Gibran benar-benar menjauhinya. Biru menghembuskan nafasnya dengan kasar. Ia melihat jam dinding kamarnya. 'Masih jam enam' batin Biru. Biru membuka aplikasi instagramnya, ia melihat beberapa post-an baru teman-teman yang ia ikuti.

Saat ia ingin mematikan ponselnya, ia melihat post-an baru milik Gibran. Disana, ia memposting dua tangan yang menggenggam.

"Apaan sih? Kayak anak alay tau ngga kaya gini. Pakai genggam-genggam lagi!" ucap Biru jengkel melihat foto itu. Biru mematikan ponselnya, ia masukkan ke dalam tasnya. "Marah ngga kelar-kelar, pakai buat postingan baru!. Nih, kelarin masalah dulu dengan gue. Baru buat postingan" dumel Biru dengan berjalan ke luar rumah. "Marah juga ngga jelas karena apa?" dumel Biru menjadi-jadi.

Saat Biru sudah berada di depan rumahnya, ia melihat Pak Bejo sudah berada di dalam mobil. Biru membuka mobil itu, kemudian ia masuk dan menutupnya dengan keras. Pak Bejo dibuat kaget dengan kelakuan Biru. Tanpa ba-bi-bu Pak Bejo melajukan mobil itu.

Di mobil, Biru masih menekuk wajahnya. Memang bebrapa mingu terakhir pikirannya terpenuhi dengan Gibran. Gibran yang marah tanpa alasan, Gibran yang dekat dengan Disty, dan juga Gibran yang tidak menyapanya bahkan tersenyum sama sekali.

Saat sampai di depan gerbang sekolah, Biru menyalami Pak Bejo terlebih dahulu, meskipun dengan wajah ditekuknya. Kemudian ia keluar dari mobil. Segera Biru menuju ke kelasnya, pagi-pagi moodnya sudah hancur seperti ini. Saat di Lorong kelas lantai dua, ia berpapasan dengan Gibran. Tidak seperti sebelumya, Biru yang selalu tersenyum bertemu Gibran meskipun tidak dibalas. Sekrang Biru tidak tersenyum, wajahnya masih sama. Ia benar-benar mengacuhkan Gibran.

Sesampai di kelas, Biru langsung duduk di bangkunya. Membuat bangku seblahnya juga bergeser, si pemiliknya pun kebingungan dengan apa yang terjadi kepada Biru. "Bir, lo ngga papa kan?" tanya Anin yang melihat Biru dengan wajah ditekuk.

"Ngga papa" ucap Biru, tapi pandangannya masih berada di ponselnya.

"Lo kenapa? Cerita dikit ke gue!" ucap Anin mencoba mengerti Biru.

"Ngga, gue ngga papa" ucap Biru.

Anin mencoba mengerti Biru. Ia berpikir, mungkin Biru menginginkan waktu untuk sendiri. Anin juga membuka aplikasi sosal medianya. Ia melihat postingan bru milik Gibran. Itu yang tetuju saat ia baru membuka ponselnya.

"Bir! Lihat ini tangan siapa ya? yang sama dengan Gibran!" ucap Anin dengan menepuk ringan lengan Biru.

"Ngga tau!" ucap Biru.

"Loh, kok lo ngga tau sih? Kan lo temen deketnya?" ucap Anin.

'Tapi lo mantan dan temennya juga bego!' umpat Biru di dalam hatinya.

"Temen sih temen, tapi marahnya ngga ketulungan. Cape gue, mau minta maaf eh ujungnya dia pergi duluan. Pakai, marahnya ngga kelar-kelar lagi" ucap Biru tanpa henti.

"Lo masih marahan dengan Gibran?" Tanya Anin.

Biru mengangguk. "Udah lama, gue cape kaya gini terus. Gue juga ngga tau kenapa si Gibran marah sama gue. Pernah gue mau minta maaf pada dia, eh malah dia enak berduaan dengan gebetannya. Terus, gue udah cape, tiap hari nih bibir selalu senyum pada dia. tapi, ya gitu... ngga dibalas" keluh Biru.

Just a Friend [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang