6 : Persimpangan jalan

1.2K 246 30
                                    

Def note : selamat membaca, aku merindukan kalian


Mungkin barata sudah lama kehilangan akal sehatnya atau bisa dikatakan dia sudah lupa hal bajingan apa yang membuatnya pantas untuk mendapat tatapan benci dari jiya bahkan senyuman saja tidak pantas diberikan oleh jiya.

"Apa kabar?" Suara barata nyaris seperti bisikan ketika menanyakan kabar jiya. Tentu saja, jiya bahkan akan lebih baik jika dia cepat enyah tapi hati barata masih merindukan sosok jiya. Dia betah menatap mantan istrinya lama-lama tapi dia juga ingin melihat jiya menderita.

"Tidak perlu berbasa-basi seolah kita berteman"

Jiya galak bukan karena dia membenci barata, dia hanya ingin barata cepat pergi supaya dia tidak di tatapan tajam oleh wanita itu. Tujuan barata kesini untuk mengantar vanno dan anaknya itu sudah masuk ke kamarnya. Perlakuan jiya hanya sekedar sopan santun kepada tamunya juga ayah dari anak-anaknya, tidak lebih.

"Mulutmu masih tetap tajam seperti dulu" cengiran barata dan tatapan mata meremehkannya masih sama seperti dulu. Kenangan tentang barata dan juga masa lalu yang tidak pernah baik membuat jiya ingin segera menendang barata keluar dari rumahnya.

"Terima kasih untuk pujiannya" Tangan jiya terkepal. Dia tidak bisa menyangkal perasaannya terhadap barata, perasaan yang membuat jiya masih betah sendiri. Barata memang menyakitinya tapi pria itu pernah menjadi suaminya.

Barata mendekat, dia menunduk sedikit untuk berbisik ditelinga jiya supaya leona tidak mendengar apa yang dia katakan.

"Kamu masih sama jiya, tidak pernah melupakan tentang masa lalu yang menjadikan aku berarti banyak di hidup kamu"

Flashback

Bara dan jiya adalah dua kutub magnet yang saling menarik ketika berdekatan. Pernikahan mereka bahagia. Bara mencintai jiya, dia hanya melihat sosok jiya selama ini bahkan ketika jiya memberitahukan tentang kehamilannya, bara menjadi pria yang paling bahagia di dunia. kehamilan jiya membuat barata sangat bahagia tapi juga tertekan, dia tidak akan bisa bebas lagi jika jiya hamil.

Dia merasa sempurna karena jiya selalu di sampingnya sampai tahun pertama pernikahan dimana jiya hamil 8 bulan, bara mulai berubah. Sosoknya yang biasanya hangat menjadi dingin, tidak tersentuh dan menjauh. Bara jarang pulang kerumah dan ketika pulang, dia hanya marah-marah. Mengatai jiya wanita manja yang membuat bara sesak.

"Aku capek jiya, kamu kenapa sih cerewet banget?" Jemari bara memijit pelan dahinya, wajah bara yang mengeras serta tatapannya yang tajam yang diberikan bara, membuat jiya merasa sakit hati. Tidak pernah sekalipun jiya berharap banyak dari bara karena suaminya memang tidak bisa diharapkan.

"Aku udah mau lahiran jadi bisa nggak kamu kosongin jadwal kamu dan temenin aku dirumah sakit?"

Jiya mengigit bibirnya ketika mendengar helaan napas kasar barata. Pria itu terlihat mondar-mandir, mengambil barangnya dan tidak mempedulikan permintaan istrinya malahan bersiap pergi lagi. Rasanya bara sudah begitu jauh, bukan lagi sosok suami yang mencintainya. Hanya saja jiya tidak akan mengakhiri apapun, dia tetap bertahan demi anak yang ada di kandungannya. Memiliki keluarga yang utuh lebih baik walaupun terasa dingin.

"Kamu mau kemana?" Tangan jiya menahan lengan bara yang melepaskan tangannya kasar seolah jiya baru saja menodai bajunya.

"Pergi, aku muak didekat kamu" kalimat barata sudah lumayan kasar menurut jiya. Dia juga tidak mau ketergantungan terhadap suaminya, jiya bukan tipe wanita manja tapi kata mama nya, melahirkan sendiri itu bukanlah ide yang baik. Sudah cukup jiya hidup dengan sifat menurutnya terhadap bara dan sekarang dia malah mendapat balasan yang seperti ini.

[COMPLETE] Mom's | VJOYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang