6. Masih Peduli

77 19 7
                                    

Suasana kelas sangat berisik, teman-temanku kesana kemari mencari contekan PR Matematika.

Minggu lalu, bu Isti memang sempat memberikan Pekerjaan Rumah.

Aku duduk dibangku sambil memainkan ponsel.
Orang-orang berkeliaran mencari jawaban Matematika, aku malah duduk bersantai sambil membuka sosial media. Jangan khawatir, aku sudah mengerjakan PR itu tadi malam. Sebelum aku menemani Fano mencari kado, aku sudah menyelesaikannya.

Disaat orang-orang membenci Matematika, aku justru menyukainya. Mata pelajaranan yang paling aku sukai selain Bahasa Indonesia.

Nisa sedang menyalin Jawabanku
Tiba-tiba Tami memutarkan badannya "Nisa, mau liat dong" ujar cewek berkacamata itu

"Bilang Nara dulu" ujar Nisa

"Ra, liat ya"

Aku mengangguk sambil mengacungkan jempol, mempersilahkan Tami untuk menyalin jawabanku.

Rio juga ikut menghampiri mejaku
"Ra, liat dong"

"Foto aja, kirim ke grup" Saranku.
Bukan apa-apa, aku hanya merasa tidak enak dengan yang lainnya.
Dari pada menyontek satu-satu seperti ini, mending langsung dikirimkan ke grup kelas. Bagaimana pun juga, mereka semua teman-teman ku. Aku patut membantu teman yang sedang kesusahan.
Jangan salah, mereka juga melakukan hal yang sama denganku. Kadang, disaat aku sedang merasa kesusahan, ada saja yang mau membantu dengan sukarela. Jadi bisa diartikan sebagai simbiosis mutualisme, saling menguntungkan.

Baru ingin merebahkan kepalaku diatas meja, suara bu Isti sudah kedengaran.

"Hari ini ulangan ya" ujar bu Isti yang berhasil mendapat sorakan dari anak-anak kelas.

"Kemarin ibu gak bilang" protes Riri.

"Iya. Ibu sengaja ngasih ulangannya dadakan" ujarnya tanpa merasa bersalah.

Bu Isti ini memang kerap kali memberi ulangan dadakan. Selain itu juga, tempat duduknya dia sendiri yang mengatur. Kalo sudah seperti ini, semuanya hanya bisa pasrah.

Bu Isti menunjuk anak-anak untuk bertukar tempat duduk.
"Nara, kamu duduk dimeja ibu" ujarnya padaku.

Aku hanya mengangguk, meng-iyakan.

Teman-teman ku langsung melotot tidak percaya. Aku menoleh ke Nisa yang tampak bersedih.

"Ra, gue gak ngerti" lirih Nisa pelan.
Aku kasihan melihat Nisa, perempuan itu memang kerap kali menyontek denganku.

Aku sudah diperintahkan untuk ke meja guru yang berada didepan.

Dengan keadaan yang sunyi, semuanya mengerjakan soal matematika yang diberikan oleh bu Isti, aku dengan mudah mengerjakan soal itu. Materi yang diulangkan adalah materi Minggu kemarin, jadi masih teringat jelas di otakku.

Bel pergantian pelajaran berbunyi, aku mengumpulkan lembar jawaban itu. Dan diikuti dengan yang lainnya.

"Tadi pak Dian titip pesen, katanya hari ini gak bisa masuk" ujar Bu Isti.
Pak Dian itu, guru seni budaya. Setelah pelajaran matematika, memang pelajaran Seni budaya
"Kerjain Lks halaman 34 ya"

"Iya bu"

Setelah mengatakan itu, bu Isti keluar dari kelasku.

"Asal lo tau Ra, gue tadi ngisinya asal-asalan" ujar Nisa membuat ku tertawa.

"Mangkannya nanti belajar lagi, kalo ada materi yang belum ngerti tanya aja Nis"

Karena pak Dian tidak masuk, jadi aku dan Nisa memutuskan untuk pergi ke perpustakaan. Aku sih, yang lebih tepatnya memaksa Nisa untuk ikut, dari pada gadis itu sendirian dikelas mending ikut denganku.

DIANTARA KITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang