11. Fano ngambek ?

63 10 4
                                    

Aku berjalan memasuki kelas, netraku melihat Nisa yang sedang merebahkan kepalanya diatas meja.

"Keluyuran dari mana ?" Tanya Nisa

Aku tertawa memperlihatkan gigi "Dari perpus"

"Dikirain digondol wewe. Gue nyariin lo, di telponin gak diangkat-angkat" gerutu Nisa, gadis itu kelihatan kesal karena ditinggal sendirian.

"Hehehe maaf, Hp gue di silent"

"Pantes aja"

"tadi bu Dewi gak masuk, kan ?" Tanyaku, bu Dewi itu guru Bahasa Indonesia.

"Engga, masih Rapat"

Tiba-tiba Bu Rini, guru Biologi memasuki kelas. Penghuni X Ipa 6 yang tadinya sedang mengobrol langsung berhamburan ke bangkunya masing-masing.

Bu Rini memulai materinya, membahas tentang metabolisme tubuh.
Suasana kelas begitu sunyi, aku memperhatikan dengan seksama apa yang dijelaskan bu Rini.

Hingga tak terasa bel istirahat berbunyi nyaring.

Baru saja ingin melangkahkan kaki menuju kantin, tiba-tiba Fano menelepon dan memintaku untuk menemuinya di taman.
Menyebalkan sekali, padahal sedari tadi perutku sudah keroncongan minta diisi.

"Nis, lo duluan aja. Gue mau nemuin Fano dulu" ujarku pada Nisa

"Yaudah, gue duluan ya"

Aku mengangguk.

Setelah sampai ditaman, aku melihat Fano yang sedang duduk sambil melamun. Tumben-tumbenan sekali laki-laki itu melamun.

Aku berjalan mengendap-endap berniat untuk mengagetkan Fano
"Woy, ngelamun aja. Galau abis diputusin ya" Ujarku sambil menepuk pundak Fano.

Laki-laki itu terkejut, selang beberapa detik kemudian mengangguk "Sela mutusin gue" lirihnya.

"Anjir, serius ?" Tanyaku tak percaya.
Sebenarnya niatku hanya meledek Fano, rupanya ledekanku tepat sasaran.

Fano mulai menceritakan semuanya.
Diawali dengan Sela yang memintanya bertemu, kemudian meminta maaf, dan berujung mengatakan kata putus.

Aku mentapnya iba "Gak bisa diomongin baik-baik lagi Fan ?" Tanyaku, Entah mengapa aku juga ikutan sedih melihat hubungan mereka berakhir.

"Udah gue coba Ra, Selanya yang gak mau. Gue juga gak ngerti kenapa tiba-tiba minta putus" ujarnya sambil menundukkan kepala.
Aku tau laki-laki itu sedang sedih. Menurutku itu wajar, hampir satu tahun bersama-sama pasti sangat terasa kehilangannya, ditambah lagi mereka juga bersahabatan.
Setelah ini, mungkin persahabatan kami sedikit berubah.

Aku mengusap bahunya, berusaha memberi kekuatan untuk laki-laki itu.

"Gue makin yakin kalo ada orang ketiga" tambahnya lagi.

"Gak boleh nyimpulin sendiri. Masa iya Sela nyelingkuhin lo, gak mungkin lah. Lagian lo tau Sela orangnya gimana"

"Siapa tau aja kan"

"Mana buktinya ?"

Fano terdiam, tidak menjawab pertanyaanku.
"Kalo gak selingkuh, kenapa tiba-tiba mutusin gue ?"

DIANTARA KITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang