24. Pergi ?

58 7 2
                                    

Aku tidak masuk sekolah sudah 3 hari. Setelah diperbolehkan pulang dari rumah sakit, bunda menyuruhku untuk istirahat dirumah tanpa mengijinkan berangkat sekolah.

Aku mengiyakan perintah bunda, lagian ini juga demi kebaikanku.


Selama 3 hari ini juga, aku tidak memegang handphone. Nisa pasti kawatir dengan keadaanku, tapi bunda bilang pihak sekolah sudah tau kalo aku habis kecelakaan.

Sebelum berangkat sekolah bunda memberikanku handphone baru. Sebenarnya aku tidak meminta bunda untuk membelikan handphone baru, aku kasian melihat bunda harus mengeluarkan uang lagi untukku. Tapi bunda memaksaku, dan berkata "kamu pulang suka naik ojek online, kalo ga ada handphone gimana mau pesennya"

Setelah mengatakan itu, aku menerima handphone pemberian bunda.

Hari ini aku memaksa bunda untuk mengijinkanku masuk sekolah, aku bosan jika harus terus-menerus dirumah. Lagian luka dikaki dan tanganku juga sudah membaik. Akhirnya bunda mengijinkan, dengan satu syarat harus berangkat bersama. Aku pun menyetujui persyaratan bunda.

Aku masuk ke dalam kelas yang masih sepi. Kemudian duduk dibangku yang 3 hari ini aku rindukan
Aku mengambil handphone baruku dari dalam tas, kemudian mengaktifkan Handphone nya. Nomornya, aku biarkan memakai nomor yang lama.

Betapa terkejutnya aku, saat melihat panggilan masuk lebih dari 27 kali dan pesan masuk 10.
Aku membuka riwayat panggilan, ada dari Nisa, Banu, dan juga Inggrid. Yang lebih dominan ada lah telpon dari Banu.

Aku mengernyit heran, kenapa mereka bertiga menelponku sebanyak ini, apa yang terjadi ?

Baru ingin menelpon balik, tiba-tiba Nisa datang menghampiriku.

"Nis, kenapa nelpon gue sebanyak ini ?" Tanyaku kawatir, apa kah ada sesuatu yang aku lewatkan.

Nisa menatapku sendu "kemarin mamahnya Fano meninggal Ra"

Aku mengerjapkan mata berkali-kali, terkejut mendengar apa yang dikatakan Nisa.

Seketika air mataku menetes,aku menyesal karna kemarin tidak langsung menengok orang tua Fano.
Saat pemakaman pun, aku tidak datang sama sekali.

Aku menangis, marah pada diriku sendiri "Nis, anterin gue kerumah Fano" ujarku sambil memegang tangan Nisa.

Aku dan Nisa menuju parkiran, aku harus kerumah Fano saat ini juga. Masa bodo dengan pelajaran hari ini, pokonya aku harus bertemu dengan Fano, untuk meminta maaf.

Sesampainya dirumah Fano, aku melihat pintu rumahnya yang terbuka.

Tiba-tiba keluar Banu dan 2 orang yang aku tau pembantu dan penjaga rumah Fano.

"Bener-bener ya lo Ra" ujar Banu
Aku tau laki-laki itu kecewa denganku.

"Banu, kemarin gue-" jelasku yang langsung dipotong oleh Banu

"Sahabat macam apa lo Ra. Disaat orang tua Fano sakit, lo gak jenguk sama sekali. Sampe mamahnya meninggal pun, lo gak datang ke pemakamannya. Lo bener-bener egois tau gak Ra" Banu benar-benar marah denganku, ia tak segan menunjuk-nunjuk wajahku.

Aku menangis, selain merasa bersalah aku juga takut melihat kemarahan Banu. Selama bertahun-tahun bersahabatan, baru kali ini melihat Banu marah besar.

"Kemarin waktu gue mau jenguk orang tua Fano gue kecelakaan Ban, gue dirawat" jelasku tanpa ada yang ditutup-tutupi.

"Trus kenapa gue telponin ga diangkat-angkat ?" Tanya Banu
"Lo sengaja matiin Hp lo biar ga bisa dihubungin kan ?" teriaknya tepat diwajahku.
"Gue tau lo marah sama Fano. Tapi yang lo lakuin ke dia bener-bener keterlaluan Ra"

Aku mengusap air mataku
"Demi tuhan, Handphone gue rusak Ban. Mangkannya nomor gue ga aktif"

"Gausah bawa-bawa tuhan lo" sarkasnya.

"Terserah lo, mau percaya apa engga. Gue udah ngomong sejujurnya. Gue juga tau gue salah, gue mau ketemu Fano"

Banu berdecih "buat apa ? Fano udah ga disini"

"Gausah bercanda lo" ujarku tak terima.

"Ga ada gunanya gue bercandain lo" sarkasnya "subuh tadi Fano keluar negeri"

Aku menggeleng tak percaya
"Jangan ngehukum gue kaya gini Ban. gue tau gue salah, gue mau minta maaf sama Fano. Gue nyesel"

"Siapa yang ngehukum lo Ra ? Keadaan om Arya makin buruk, keluarganya mutusin buat ngambil pengobatan disana. Mau ga mau Fano juga harus ikut. Nyesel kan lo ga bisa ketemu Fano lagi ?" Banu tertawa remeh.

"Ban udah Ban" ujar Nisa berusaha menghentikan Banu.

"Diem Nis, biar dia mikir"

Mendengar perkataan Banu membuat tangisku semakin pecah. Aku benar-benar menyesal telah melakukan ini, aku terlalu egois tanpa memikirkan bagaimana perasaan Fano.

"Bagus dong Fano keluar negeri, kan itu yang lo mau. Ngejauh dari dia, iya kan Ra ?" tambahnya lagi.

"selama ini gue diem bukan berarti ga perduli. Fano yang maksa gue buat ga ikut campur. Lo bener-bener gatau diri ya Ra, kurang baik apa coba Fano sama lo Hah ?" Bentak Banu.

"Jujur, gue muak liat sikap lo yang ga tau terima kasih itu. Dan ini, akibat yang pantes lo dapetin karna terlalu egois." ujarnya lagi berhasil membuat hatiku tertusuk.

Aku teridam, mengatur nafasku yang berat karna menangis hingga sesegukan. Sudah cukup Banu memaki ku seperti ini "Iya Ban. Gue emang egois. Gue emang ga tau terima kasih, Gue emang pantes dapetin ini semua" teriakku didepan muka Banu.

"Baguslah kalo nyadar. Pintu keluar ada disana" ujarnya sambil menunjuk pintu gerbang.

Aku menatap Banu sejenak, menghapus sisa-sisa air mataku dengan kasar, kemudian pergi meninggalkan rumah Fano.
Aku memang pantas mendapatkan ini semua.

"Ban, lo terlalu kasar sama Nara" ujar Nisa.

"Biar dia mikir Nis, muak gue liat sikapnya" ujar Banu sambil masuk kedalam rumah Fano.

Aku berjalan kaki menelusuri jalan raya, merenungkan tentang semua sikapku. Apakah Fano disana hanya sementara ? Atau mungkin selamanya ?
Demi apapun, rasanya aku ingin menyusul Fano sekarang juga. Ingin meminta maaf kepada laki-laki itu, sambil mengatakan yang sejujurnya, bahwa aku juga menyukainya.


Kasian juga liat Nara kaya gini 😭

Semoga suka😉
Jangan lupa klik ⭐ yaa.
Makasih😘

𝑵𝒊𝒏𝒊𝒏𝒈 𝑪𝒉𝒂𝒆.

DIANTARA KITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang