23. Tragedi

46 7 0
                                    

Semenjak kecelakaan orangtuanya, aku belum melihat Fano masuk sekolah lagi. Terakhir mendapatkan informasi dari Nisa, bahwa keadaan orang tua Fano koma.

Aku semakin merasa bersalah dengannya, sahabat macam apa aku ini.

Sepulang sekolah nanti, aku memutuskan untuk menjenguk orang tua Fano.

"Mau gue temenin Ra ?" Ujar Nisa menawarkanku. Aku memang bercerita kepada Nisa bahwa hari ini aku akan menjenguk orang tua Fano.

"Gak usah nis, sendiri aja" jawabku "Mmm Fano baik-baik aja kan ?" Tambahku lagi.

Aku benar-benar menghawatirkan laki-laki itu.

Nisa hanya terkekeh menatapku "lo itu aneh tau gak Ra. Kalo emang suka juga sama Fano, kenapa harus menjauh ?"

"Gue gak suka Fano." elakku.

Nisa memicingkan matanya.

"Gue tau lo Ra" ujarnya berhasil membuatku terbungkam.

***

Pulangnya, aku memesan ojek online untuk ke rumah sakit.

Tekad ku sudah bulat. Aku benar-benar merasa bersalah kalo sampai tidak menjenguk orang tua Fano, walaupun hubunganku dengan Fano sedang tidak baik.

Aku menunggu ojek online di halte depan sekolah, tak lama ojek online itu datang. Aku memakai helm yang diberi abangnya.

Suasana jalan raya pada siang hari sangat sumpek, aku sesekali mengelap keringatku dengan tisu.
Selain macet, juga panas karna terik matahari.

Aku membuka ponsel, melihat nomor ruangan orang tua Fano yang dikirim Nisa sewaktu masih disekolah.

Baru ingin menatap kedepan, tiba-tiba terdengar suara benturan keras hingga membuat tubuhku terlempar ke jalan.

Sayup-sayup aku melihat orang-orang berlarian kearahku, setelah itu semuanya berubah menjadi gelap.

***

Bunda mendapatkan telpon dari pihak sekolah. Memberitahu bahwa aku kecelakaan dan sedang di rawat di rumah sakit Aruna.

Pihak sekolah mengatakan bahwa tadi ada seseorang yang menunjukkan foto kartu pelajarku. Mereka tidak bisa menghubungi keluargaku karna handphone ku yang rusak, jadilah mereka mendatangi pihak sekolah.

Bunda yang sedang bekerja harus cepat-cepat kerumah sakit untuk melihat keadaanku. Bunda tidak membawa mobilnya sendiri, ia meminta bantuan temannya untuk menyetirkan mobil. Bunda terlalu panik, hingga membawa mobil saja rasanya tidak bisa.

Sesampainya dirumah sakit, bunda menuju ke bagian informasi. Mencari tahu dimana ruanganku.

Setelah tau ruanganku dimana, bunda langsung berlari. Disusul dengan temannya dibelakang.

Bunda melihat dokter yang baru saja keluar dari ruangan UGD.

"Gimana keadaan anak saya dok ?" Tanya bunda panik.

"Anak ibu belum sadar. Ibu jangan terlalu kawatir, luka di tangan dan kakinya juga tidak terlalu parah. anak ibu belum siuman karna syok. Selebihnya baik-baik saja"
Jelas dokter laki-laki yang menanganiku.

"Terima kasih dok"

"Oh iya bu, ini tas dan ponsel anak ibu" ujar dokter itu sambil menyerahkan barang-barang ku.

Bunda mengambilnya. Matanya memperhatikan ponselku yang rusak, bersyukur allah masih memberiku keselamatan. Bunda tidak bisa membayangkan kalo lukaku lebih dari ini.

"Setelah ini, anak ibu akan dipindahkan ke ruang inap. Saya permisi bu" ujarnya sambil tersenyum ramah.

Bunda duduk di kursi depan UGD, menyandarkan kepalanya pada tembok. Teman bunda juga ikut duduk.

"Yang sabar Sin" ujar teman bunda bernama ayu.

Bunda mengangguk "makasih yu udah mau nemenim saya" ujar bunda sambil menyeka air matanya, entah sejak kapan bunda menangis.

"Saya duluan ya Sin, semoga anak kamu cepet siuman" ujar teman bunda.

Tak lupa bunda mengucapkan terima kasih, dan meminta maaf karna tidak bisa mengantarnya pulang. Setelah itu teman bunda bergegas pergi.

Setelah dipindahkan ke ruang inap, bunda terus menemaniku. Duduk disamping ku, sambil memanjatkan doa.

Aku membuka mataku perlahan, menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam netraku.

"Sayang" lirih bunda.

Aku langsung mengarah kan pandanganku ke sumber suara tersebut "Bunda" lirihku sambil tersenyum.

Bunda langsung memelukku "Jangan buat bunda kawatir lagi sayang" ujarnya sambil menangis.

Aku ikut mengeluarkan air, merasa bersalah karna sudah membuat bunda kawatir.

"Maaf bunda" lirihku membalas pelukan bunda "bunda, Nara mau jenguk orang tuanya Fano" ujarku lagi.

"Iya. Setelah kamu baikan ya, kalo sekarang bunda belum bisa ijinin"

Aku menghela napas kecewa, padahal sudah berniat akan menjenguk orang tua Fano, ingin menguatkan Fano yang sedang bersedih. Tapi ada saja halangannya.



Semoga suka yaaaa😉

Jangan lupa klik ⭐.
Makasih😘

𝑵𝒊𝒏𝒊𝒏𝒈 𝑪𝒉𝒂𝒆.

DIANTARA KITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang