✄┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈«
sudah lama tangan chan menempel ditubuh minho. chan juga jujur, pegal. tangannya yang panjang lelah untuk menahan posisi itu selama kurang lebih setengah jam, menunggu minho yang masih depresi.
ketika tangan kanan chan yang terjulur untuk merangkul punggung minho bergerak, sontak minho tiba-tiba berhenti menangis, sesegukannya agak berkurang.
chan yang menyadari malah tambah penasaran, "eh min, maaf- gue kesini cuma mau ngembaliin tupperware lo."
suaranya penuh dengan dilema. minho masih diam, enggan mempermalukan diri.
kedua tangan chan sudah lepas dari badan minho, menyamankan posisinya untuk duduk, inginnya berlama-lama, namun chan malu sendiri.
chan nggak ngerti hantu apa yang merasukinya, apa kuntilanak yang kemarin dioloki minho─ mustahil.
masih kurang paham mengapa naluri tubuhnya seakan banting setir, dikendalikan oleh entah siapa yang memaksanya untuk memeluk tubuh musuh sedari dulunya ini.
tapi yang jelas, detik itu ketika tubuh chan berpapasan dengan minho, bertempelan─ rekat dan hangat. chan merasa pulang. pelukan singkat yang ternyata tidak itu membuatnya geli namun tenang, di saat yang sama.
hening kembali, hanya suara jangkrik diluar rumah yang berisik, chan menatap minho ragu-ragu.
tangannya meraih tupperware minho yang ia simpan sebelumnya, memberikannya sambil memamerkan senyum. "ini, min. udah bersih ko."
minho menerima, air wajahnya masih suram, kerlip matanya ditutupi poni yang kian memanjang, kusut tak karuan. dibawa mengangguk, minho menaruhnya kembali di meja.
membuat situasi makin kaku untuk chan. membuang napas, chan mengerti mungkin rasa ingin taunya ia simpan nanti saja. "yaudah deh, gue balik ya?"
jemari minho muncul dibalik sweaternya yang kebesaran, meraih hoodie yang dikenakan chan─ empunya sudah berdiri namun secuil fabrik dibawa minho untuk dicubit, menariknya gemas.
"jangan." bisiknya, karena satu satunya pasang telinga disana hanya chan, jelas sekali chan mendengar.
merasa hoodienya ditarik, chan melihat minho yang masih diam. masih canggung namun terlihat takut. tidak dengannya tentunya.
senyum kecil nyata diperlihatkan, chan kembali duduk. "iya deh."
"peluk lagi."
"hah.."
"tangan lo, panjang banget sih─ nah gini lagii, kaya tadi."
chan yang diam saja, membiarkan minho mengutak atik kedua tangannya. dirangkul, ditaruh, dipegang, ditarik, dikembalikan lagi, nggak gini, nggak gitu. "iih gimana, sih." keluh minho.
minho lucu, pikir chan. lucu kalau ia tidak dalam mode berantem, dan mode sok kuat nya. chan tau, minho yang begitu hanya cowok lembut bermental tahu.
"sini." kata chan, datar dan biasa saja. namun mampu membuat minho kelabakan, pasalnya chan mengatakannya sambil menepuk nepuk paha kanannya.
mengutus minho untuk duduk dipangkuannya.
"you gotta be fucking kidding me, right?"
senyum miring chan menolak mentah mentah. "its not the right time for jokes, lagian. udah sini, cepetan. kalo nggak gue pulang aja deh."
"jangan-
-iya deh, diem lo. duduk."
chan yang akhirnya menyandarkan bahunya, melihat minho yang perlahan membawa pahanya melewati kedua paha chan lalu selanjutnya duduk disana. chan yang memperhatikannya tertawa kecil.
"diem lo brengsek, gue masih benci sama lo." ancam minho, namun selanjutnya kepala minho mendarat di bahu chan, tangannya pun pergi melingkar sempurna disisi leher chan.
nggak mau bohong, minho gak pernah menjadi sosok yang begitu submissive sebelumnya. belum hingga sekarang minho menemukan dirinya begitu kecil dan lemah dalam dekapan chan yang begitu hangat.
benci. minho pun nggak mengerti apa yang harus ia rasakan selain nyaman di pelukan ini. hati kecilnya masih nggak sudi buat menerima kalau ia sedang dipeluk oleh orang yang benang merahnya adalah musuhnya.
chan disana juga merasa hal yang sama, namun agak berbeda. chan sudah duluan merasa bahwa bencinya ini perlahan sirna, penyebabnya pun masih misterius dan mungkin nggak akan pernah bisa dimengerti.
helaian rambut minho perlahan chan rasakan, tangan chan berlari menuju kepalanya, menyisirnya dengan lembut seolah rambut minho adalah kaca paling rapuh yang akan pecah kapan saja.
hidung chan pun terbawa pada harum rambut minho yang menguar. "sampo lo pantene ya?" katanya, jemarinya mengelus dengan hati hati.
minho hanya mengangguk, "kalo pake sampo cowok, rambutnya jadi rontok." jawabnya dengan suara halusnya, hampir berbisik.
"pake pantene terus aja, rambut lo jadi halus. gue suka." chan lalu mengusak pelan rambut musuhnya itu, lalu kembali merapihkannya, seakan jemarinya terkunci pada helaian rambut minho─ nggak mau beranjak, rambut minho jadi mainan kesukaan sang pemilik suara.
minho memeking, suaranya berakhir menjadi rengekan setengah bekapan dari baju chan karena rambutnya sengaja dibuat berantakan. "ganti ah, jadi sampo kuda biar lo nggak suka." lalu minho berakhir membawa wajahnya terbenam sempurna di dada chan, layaknya kucing─ jidat minho mengusel-usel kecil disana.
tangan kiri chan lalu berkelana ke punggung minho, untuk memberinya afeksi lebih. membuat empunya begitu dibuai, merasa sangat diperhatikan. sentuhan chan sangatlah ajaib, hingga sakit yang ia rasakan sebelumnya tiba tiba pergi begitu saja.
"ngawur, lo bukan kuda juga. tidur gih."
minho merengek kembali. minho juga nggak mengerti apa yang membuatnya begitu tertarik pada chan di situasi ini, minho merasa tidak ingin chan pergi─ ingin terus berada didekapannya.
tapi harus diingat bahwa minho juga benci menjadi alter ego paling aneh yang pernah ia alami saat ini.
"yaudah, gue kelonin." chan menerawang, seakan mengerti.
"gitu kek, daritadi. pegel tau."
─
KAMU SEDANG MEMBACA
refrain - banginho
Fanfictiontentang minho, chan, dan sepi. | enemies to lovers au! 2020 © oces