✄┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈«
tak sampai sana, minho pun heran kenapa tetangga tukang ribut ini tiba tiba rendah hati dengan sendirinya?
jika umpamanya, minho dan chan adalah api dan minyak tanah. bisa bersatu, namun jika disatukan malah akan membawa bencana. yang tentunya tidak diinginkan.
sejak sekolah dasar, chan memang sudah menjadi musuh bebuyutannya. dari partner balapan sepeda bmx, hingga tanding bola.
chan dengan team nya, dan minho dengan teman temannya.
rumah chan dan minho sangat berdempetan. hingga dahulu rumah mereka digunakan untuk sebuah base camp dan seringkali bertengkar dihalaman rumah.
bahkan sahut sahutan.
contohnya,
"CHAN MIRIP SUN GO KONG SOALNYA RAMBUTNYA PIRANG KAYA MONYET."
"MINHO BERISIK YA KALO MAU BERANTEM KESINI SEKARANG, CUPU."
"GAK JADIII MAMI NYURUH MANDI DULU, DAH CHAN MONYEET!"
begitu.
belum lagi di balkon rumahnya yang terpencil, terletak di belakang rumah一 yang langsung memberi view perkotaan indah, juga siluet gunung dan awan yang terbentuk sempurna.
minho benci ketika ia harus mencari angin, lalu detik selanjutnya ada suara derap kaki chan dari rumah sebelah.
"hai cupu."
selalu begitu, hingga akhirnya mereka beradu melempar kacang. terkadang hingga ribut sampai─
"yah beraninya lempar kacang? gaseru lo min."
"ya nggak? udah malem gini lo nantangin sparing?"
"oh lo mau sparing? ayok, siapa takut."
dan mereka mengendap endap, pergi ke pintu rumah. menghindari suara yang kelihatannya akan membangunkan orang rumahnya.
berlomba lomba siapa yang akan pergi ke lapangan duluan. bahkan berteriak sebelumnya, bertanya siapa yang akan membawa bola.
sekiranya saat mereka smp, masih itu yang mereka berani lakukan.
hingga sma, minho dan chan kembali dipersatukan. rasa benci minho kembali meluap-luap.
apalagi ketika kabar bahwa ayah dan ibunya akan bercerai, dirinya dan juyeon uring-uringan. meski hanya berbeda beberapa bulan dengan juyeon, tetap saja juyeon sebagai kakak bertugas untuk melindungi sang adik.
situasinya berantakan bahkan untuk sekolah saja rasanya terpaksa, melihat keadaannya yang susah untuk dihadapi sendiri.
mungkin pikirnya, sekolah akan sejenak menenangkannya. melupakan dirinya yang menangis tak karuan di rumah dan meninggalkan scene itu di rumah saja. takkan dibawa ke sekolah.
semuanya baik baik saja, sampai,
"oh ini yang dirumahnya berisik banget jam satu malem? lo dirumah ada macan apa gimana sih, teriak teriak, sampe kedengeran suara barang jatoh tuh gimana hahaha."
tidak lain tidak bukan, bang chan.
tangan minho sudah mengepal, sangat kencang mungkin siap menonjok wajah chan kapan saja.
chan dan teman temannya hanya tertawa melihat tingkah minho yang berdiam hening.
"jangan disini chan, gue gamau bikin jadi masalah gajelas."
"ututuuuu." chan mengucapkannya, sembari mengelus pelan rambut minho. yang kebetulan sedang menundukkan kepalanya tepat di meja bangkunya. membuat lipatan tangannya menjadi tumpuan dahinya.
minho merasa rendah, sangat rendah. terlebih lagi saat musuhnya itu menundukkan tingginya, berbisik dan pergi. "cupu lo."
malamnya tepat sebelum kelulusan, minho pikir, ia akan bebas. bebas dari chan. tapi mungkin tidak, sebelum salah satu dari mereka pindah. talinya takkan putus begitu saja.
juyeon malam itu pamit pindah ke apartement untuk mempermudah jaraknya ke tempatnya mengajar menari, yang sekarang tempat itu dipindahtangankan padanya.
dan minho sendirian, ibunya tak kunjung pulang. ia kembali berdiam di balkon rumahnya, tentu saja dengan chan yang mengekor di balkon samping.
"lo mau nonjok gue? silahkan."
"sumpah? tumben lo. oke gue tunggu di lapangan ya."
"iya, gih."
chan sudah berlari duluan keluar rumah. dan minho belum, ia perlahan terduduk, membawa kaki lututnya untuk ia peluk sembari menyandarkan punggungnya di tembok penyangga. menangis.
tepat dua jam minho menangis, hingga akhirnya ia mengumpulkan keberaniannya untuk menyerahkan nyawanya pada chan, tak peduli ia akan babak belur karena dirinya ingin melampiaskannya sendiri.
namun di lapangan, minho dihadiahkan dengan pemandangan sang musuh yang sedang tertidur pulas di tiang gawang. terduduk dengan lengannya yang memeluk besi dingin itu.
minho tertawa kecil, si brengsek lucu sekali, menantangnya lalu malah enak bermimpi.
pipi chan ditepuk perlahan, "hey, jadi nggak berantemnya?"
dan yang diganggu pun terbangun, mengedipkan matanya berkali kali. "lo lama banget, ngapain sih? lagi belajar jadi hokage apa gimana?"
"maaf. ayo berantem."
begitulah, hingga akhirnya mereka saling benci. namun jika tak ada presensi masing masing, dunia rasanya lebih sepi dari sepi yang sudah mereka rasakan.
─
KAMU SEDANG MEMBACA
refrain - banginho
Фанфикtentang minho, chan, dan sepi. | enemies to lovers au! 2020 © oces