[3] Earth

418 67 29
                                    

HAPPY READING♡♡♡

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

HAPPY READING


Garosu-gil, Sinsa-dong, Gangnam-gu, 25 Maret 1988.

Langit cerah kian meredup lantaran didominasi oleh gumpalan permen kapas berwarna kelabu yang bergerak perlahan karena tertiup angin. Mendung. Sepertinya sore ini akan turun hujan. Terlihat dari langkah-langkah kecil yang semakin melebar-menciptakan suara ketukan berbagai alas kaki yang mengudara lantang di sepanjang atmosfer trotoar.

Mengeratkan kedua sisi jaket, seorang wanita terlihat berjalan tergesa-gesa menuju sebuah halte yang berseberangan dengan toserba. Nona Kim, begitulah panggilan yang disematkan orang-orang kepada dirinya. Wanita bersurai legam itu mendaratkan pantatnya di bangku halte. Ia sengaja memilih duduk di bagian sudut untuk menghindari kepulan asap rokok yang berhambur-saling bersahutan dari mulut dua orang pria yang juga duduk di bangku bagian sudut halte lainnya. Penghidunya sangat sensitif dengan asap rokok. Lagi pula, asap rokok sangat tidak baik untuk kesehatan janinnya.

Melihat jarum jam yang berotasi malas, helaan napas kasar pun berhambur keluar. Sudah setengah jam lebih ia duduk seorang diri. Kesal lantaran sosok yang ditunggu sedari tadi tak kunjung menampakkan batang hidungnya. Siapa lagi kalau bukan suami tercinta yang kerap dilanda sibuk berkepanjangan.

Manusia penggila kerja. Padahal jika dipikir uang tabungan dari hasil mengais rezeki beberapa bulan lalu sudah sangat cukup untuk membiaya persalinan dan kebutuhan bayi mereka kelak. Namun tetap saja pusat benda lunak yang terlindung dalam tempurung kepala sekeras batu pualam itu lebih mementingkan pekerjaan daripada pinta sang istri.

Ditambah lagi hal yang juga tak kalah membuat kejengkelan wanita Kim tersebut tersulut hingga menyentuh ubun-ubun ialah ketika mereka mengunjungi dokter kandungan. Suami bermarga Park-nya itu seolah menulikan rungu setiap kali dokter mengatakan bahwa peran seorang suami sangatlah penting dalam masa kehamilan sang istri.

Percuma rasanya bila dokter tampan berkulit pucat seputih gading tersebut berbicara panjang lebar layaknya gerbong kereta api yang mengangkut batu bara menuju pelabuhan. Tetap saja suami tercinta lahir dan batinnya tidak menghiraukan barang sedikitpun ucapan dokter bermarga Min tersebut. Ya, seperti saat ini.

"Kau sedang menunggu siapa, nak?" tanya seorang nenek saat duduk ikut bergabung dengannya di sudut halte.

"Suami tercinta saya, halmeoni," jawab wanita Kim itu semanis madu hingga rasanya ia mau memuntahkan makan siangnya saat bibirnya melontarkan kata 'tercinta'. Padahal jauh di dalam lubuk hati, kalimat umpatan sarkas bergemuruh ria tertuju untuk pria yang menikahinya lima bulan lalu.

Tersenyum manis sebelum akhirnya kedua iris cokelatnya beralih menatap langit yang berselimut awan kelabu dengan kilatan petir yang sesekali terlihat saling menyambar di atas sana.

"Woah! Indah sekali," imbuhnya saat melihat sebuah pendar guntur yang memecah gumpalan awan tebal.

Kedua alisnya bertaut penuh keheranan ketika cahaya yang diyakini sebagai kilat petir itu perlahan kian menerang dan melebar-menyorot turun ke Bumi ibarat lampu senter di tengah kegelapan. Ia terkesiap dengan pupil yang membola. Kedua tangannya pun terangkat-mengucek kedua netranya saat melihat pemandangan yang mencengangkan tersebut baru saja terjadi tepat di depan matanya. Sesosok manusia terlihat terjun bebas dari langit dan menghilang tepat di balik toserba di seberang jalan.

ANGELIOUS [KTH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang