Hari ini
Hari yang akan menjadi sunyi
Kesepian yang melanda
Dalam hidup kuYa Allah
Jika engkau mengambilnya
Kenapa tidak beri tahu dulu?
Kenapa tidak ada tanda?Aku tahu
Kau menyayangi nya
Tapi aku pun begitu
Dan sangat takut kehilangannyaBisa kah aku memintanya kembali
Hadir dalam sedih
Hadir dalam tawa
Hadir selaluBawa lah tuhan
Ketempat yang aman baginya
Karna
Aku akan bahagia bila engkau
Kabulkan kebehagiaan bagi nya~Author~
Fisya pov:
Acaranya sudah selesai. Isya sudah berlalu, tepat pukul 21.15 wib umi memanggil ku dan meminta untuk menemuinya di taman belakang.
Sebelum menemui beliau, aku mengambil cemilan di atas meja ruang tamu. Yang lain sudah pada tidur duluan. Aku tidak bisa tidur kali ini. Kemudian aku pergi ke tempat umi.
Dapat ku lihat, umi sedang melihat kolam ikan serta memberinya makanan. Ya umi memang suka ikan, setiap kali ada ikan yang mati, umi pasti sangat sedih karna katanya 'umi tidak bisa merawat ikan ikan tersebut dengan baik'. Padahal kan kalo emang udah kuasa Allah, makhluk nya akan kembali padanya. Itu tandanya Allah merindukan makhluk ciptaan nya. Mana tahu kan Allah menginginkan ikan itu untuk berkeliaran di sungai syurga-Nya.
"Assalamualaikum umi"
"Waalaikumussalam."
Aku duduk di kursi taman yang memang sudah disediakan, dan tepat di sebelah umi. Aku meletakkan makanan yang ku bawa tadi di atas meja, dan beralih memeluk umi.
"Umi, dua hari lagi fisya akan kembali untuk kuliah mi."
"Iya nak, rajin rajin lah belajar. Tuntutlah ilmu sebanyak banyak nya. Seimbang kan dengan ilmu agama ya sya."
Aku mengangguk di pelukan umi. Umi mengusap rambutku yang tertutupi oleh hijab yang ku gunakan sekarang. Umi hanya tersenyum pada ku tanpa berkutik sedikit pun.
Umi melihat ke arah langit malam yang indah dengan dihiasi oleh banyak nya bintang.
"Fisya"
"Iya umi." aku melihat ke arah umi yang masih memandang langit.
"Kalau nanti umi pergi jauh, fisya gak usah takut ya sayang. Umi selalu ada di hati kamu, dan kalo fisya kangen sama umi lihat aja umi disana (umi menunjuk ke arah langit), umi ada di sana kok. Dan kalo fisya kangen umi di siang hari, lihat saja ke matahari tapi pake kacamata ya sayang. Umi juga ada disana kok."
Tiba tiba air mataku mengalir tanpa meminta izin dari ku terlebih dahulu.
"Maksud umi."
Kini, umi beralih menatapku dan menangkupkan kedua tangan nya di wajahku.
"Umi sayang banget fisya. Makasih ya nak, udah jadi putri kebanggan umi. Kamu adalah bidadari umi sayang. Umi gak tahu harus ngebales jasa fisya sama umi kek mana."
"Kok umi ngomong nya gitu sih? Harus nya fisya yang berterima kasih sama umi. Umi udah lahirin fisya ke dunia. Dan mengenalkan fisya akan akhirat umi."
Umi menggeleng sambil tersenyum lembut padaku.
"Umi belum ada apa apa nya sama yang fisya lakuin buat umi. Fisya udah ngebangun istana buat umi, abi, bang 'Azzam di syurga nak. Lihat hafalan mu sudah hampir 1/2 juz alqur'an. Umi bangga sekali. Fisya juga udah ngasih mahkota sama umi. Betapa beruntung nya umi memiliki permaisuri seperti mu." Jeda.
"Fisya, nanti kalo umi benar benar pergi. Trus fisya udah nikah. Ingat pesan umi ya nak.
Fisya harus taat sama suami, karna Ridho Allah ada di tangan suami mu nak. Fisya harus sabar bila dia marah. Jangan turuti ego. Bila dia meminta perihal sekecil atau sebesar apapun lakukanlah jika itu baik untuk mu, untuk nya dan untuk anak anak mu nanti. Maafin umi ya fisya, kalo umi gak bisa hadir nanti nya disaat hari bahagia mu. Jaga abang mu ya saya, terutama tolong jaga abi. Satu hal, boleh umi minta sesuatu?"
Aku mengangguk.
"Nanti abis nikah, tinggallah di rumah ya nak. Kalau mau tinggal di rumah lain, minta izin lah terlebih dahulu pada abi. Jangan biarkan abi mu menua dengan kesendiriannya ya sayang. Makasih ya nak."
Aku tak tahan lagi, kali ini air mataku tumpah.
Umi menghapus air mataku dengan ibu jari nya.
Kemudian umi menyenderkan kepala nya di bahu ku. Aku membiarkan nya, dan mendengarkan umi mengatakan sesuatu tapi tak dapat ku dengar dengan jelas.
Beberapa menit sudah berlalu, sebentar lagi hampir jam sepuluh malam. Udara sudah sangat dingin di luar sini. Aku mencoba membangunkan umi.
"Umi, kita kedalam yuk. Udara nya udah mulai dingin nih mi. Ntar kita masuk angin. Terus abi besok pagi udah marah marah, ayo umi."
Umi tidak bangun.
Aku mencoba nya sekali lagi.
"Umi."
Umi tak berkutik sedikit pun.
Saat aku memcoba berdiri, dan menahan tubuh umi. Umi pucat, tapi masih tersenyum. Kedua matanya tertutup rapat.
Ya Allah fisya mohon jangan sekarang.
"Umi bangun umi, umi, umi bangun."
Tak ada jawaban lagi.
Untuk memastikan fikiran burukku, aku meletakkan tangan ku di leher umi. Tidak ada respon. Aku menekan di bagian nadi umi. Tidak ada respon. Aku meletakkan telunjukku di hidung umi. Tidak ada respon lagi.
Ya Allah, bantu hamba.
Air mataku berlinang lagi.
Sekarang aku ketakutan.
Aku berusaha untuk tidak menangis dan teriak malam ini. Takut mengganggu tetangga.
Aku lari sekencang mungkin ke kamar abi.
Sampai di kamar abi, pintu tak di kunci. Aku membangun kan abi.
"Abi, bangun. Abi fisya mohon bangunlah bi. Abi."
Aku memggoyang kan tubuh abi sambil terisak dan isakan itu tak mampu lagi ku tahan. Akhirnya abi bangun.
Dan mengelus kepalaku.
"Ada apa nak? Kenapa?"
"Umi bi, umi."
Abi terkejut juga heran dengan pernyataan ku.
"Ada apa dengan umi sayang?"
Aku tak mampu mengatakannya takut bila yang ku katakan adalah kesalahan.
"Di taman belakang bi"
Abi langsung berlari ke taman belakang, aku bergegas ke kamar bang 'Azzam.
Saat sudah sampai aku menggedor pintu nya.
"Abang, bangun."
Belum sampai semenit, bang 'Azzam sudah keluar dari kamar yang diikuti oleh Ahda.
"Astaghfirullah ada apa sya?"
Bukannya menjawab, aku memeluk bang 'Azzam. Dan menangis di pelukannya. Bamg 'Azzam membalas nya.
"Syuuut... sudah sya. Diam lah. Ada apa? Hm?"
Aku tidak bisa melepaskannya. Aku takut umi kenapa napa.
"Sya, ada apa?"
Aku melepaskan pelukan bang 'Azzam. Dan menatapnya.
"Umi bang"
"Umi kenapa?" Bang 'Azzam terkejut. Dan kepada bang 'Azzam pun aku tak mampu mengatakannya.
"Di taman belakang"
Bang 'Azzam pergi meninggalkan ku, dan aku beralih pada Ahda. Aku memeluknya. Kemudian Ahda membawa ku ke ruang tengah untuk duduk dan menenangkan diri.
Abi membawa umi ke kamar untuk di periksa, dan saat keluar. Hasilnya nihil.
"Allah pasti merindukan umi,"
Abi mengangguk mantap, padahal hatinya juga sedang pilu.
"Besok pagi kita akan memakamkan umi, 'Azzam sholatlah di mesjid besok shubuh. Umumkan pada warga"
"Baik bi"
Bang 'Azzam kini beralih pada ku. Dia memelukku. Karna dia tahu aku butuh seseorang untuk menenang kan kesedihan ku. Bang 'Azzam mengelus kepala ku dengan lembut, sesekali mencium ubun ubun ku. Aku tahu bang 'Azzam tengah menangis juga kali ini. Hanya saja air mata nya tak pernah keluar.
Aku tidak bisa tidur, kepala ku pusing. Berat sekali padahal tiada beban yang ku pikul kali ini.
"Mas, temani fisya ya. Kali ini ku izinkan karna dia membutuhkan mas 'Azzam. Ahda kekamar ya."
"Baik lah, terima kasih istriku."
Ahda tersenyum lembut ke arah ku dan bang 'Azzam.
Ahda pergi dan hilang di balik pintu kamar.
Aku masih di temani bang 'Azzam. Dan masih berada di pelukan abang.
Tiba tiba mataku mulai berat. Dan...
Gelap.###
Sudah pagi, sebentar lagi umi akan di kebumikan.
Lekas ku menuruni tangga. Kali ini aku dan bang 'Azzam serta abi yamg akan memandikan dan mengafani umi. Sebenarnya banyak orang yang akan memandikan dan mengafani umi. Tapi kali ini kami meminta untuk memberikan yang terbaik untuk umi. Warga yang perempuan mengerti dengan permintaan kami.Setelah memandikan dan mengafani umi. Kini kami menyolati beliau. Imam kali ini adalah bang 'Azzam.
Kami sholat dengan penuh kekhusyukan.
Mensholati selesai. Sekarang membawa jenazah ke pemakaman. Saat jenazah umi akan di bawa ke liang lahat, yang mengangkat juga bang 'Azzam dan abi. Bukan orang lain. Ku lihat disana ada keluarga bang Kiky juga yang ikut bersimpati menolong.
Liang lahat sudah di timbun. Warga sudah mulai bubar. Abi tidak mau terlalu menangisi semua ini, jadi abi pulang lebih dahulu. Bang 'Azzam meminta Ahda untuk pulang bersama abi karna sebentar lagi akan turun hujan. Sedangkan dia sendiri menemani ku yang masih stay di pemakaman umi.
Aku membaca alFhatihah untuk ke 3 kalinya. Aku bangkit dan mengajak bang 'Azzam untuk pulang.
Aku tak ingin berbicara kali ini. Aku tahu bang 'Azzam paham.Rizky pov:
Pagi ini ayah mendapat telfon dari abi Husein, bahwa umi meninggal dunia. Aku dan sekeluarga menyusul, tapi tak bisa ikut menyelenggarakan shat jenazah. Kecuali saat pemakaman kami tiba tepat waktu.
Selesai pemakaman, semua orang bubar. Dapat ku lihat bahwa fisya tengah bersedih hati sekarang. Aku tahu ya Allah bagaimana rasanya di tinggal oleh orang yang kita sayangi. Seperti halnya terjadi pada adik perempuan ku yang meninggal ketika aku SMP. Demi menyelamatkan anak kucing yang tergeletak di tengah jalan. Malah semua berakhir sendu ketika sebuah truk yang tidak bisa di rem dan melaju sangat kencang menabrak adikku yang belum sempat lafi ke tepian. Adik perempuan yang pergi dan Allah menggantinya dengan sosok olifia sekarang. Sama seperti kakak nya. Yang tidak bisa jauh dari ku. Yang dia nya baik, dan ramah kepada semua orang. Oh ya Allah, jangan ingat kan aku pada kejadian itu.
Tak terasa aku mataku memanas saat ini. Aku membawa fia ke pelukan tiba tiba dia mengatakan "kenapa bang?"
Aku hanya menggeleng.
Aku pergi dari pemakaman itu menuju rumah. Ayah dan bunda menuju rumah Dokter Husein.
Maghrib nanti akan diadakan pengajian di rumah duka, untuk membaca surat yasin dan dan mendengarkan ceramah agama.________________________________________________________
Sedih sih boleh ya, tapi jangan terlampau..
Bahwa nanti kita pasti ketemu lagi...
Ikuti terus ya tem...
+vote nya ya tem+++++
Maaf kalo banyak ya salah ketik yaa.
Syukran.
Assalamualaikum.

KAMU SEDANG MEMBACA
RASA dan TAKDIR
Ficção AdolescenteDestiny... Aku tidak tahu bagaimana kelak Allah pertemukan ku dengan mu, tapi aku selalu yakin bahwa ketetapan-Nya adalah yang terbaik. ~Author~