BAB 11 SAKSI MATA & JASAD DARMA

3 1 0
                                    

Beberapa saat sebelum jasad Darma ditemukan, Puji dan Rasti sedang duduk di pelataran sebuah rumah.

"Hei, Ji, ngomong-ngomong sudah berapa lama kita menunggu di sini?" kata Rasti dengan raut bosan. "Aku sudah bosan menunggu di sini, kenapa kita tidak berjalan-jalan saja di sekeliling desa ini?"

"Hei, ini kan perintah dari Pak Didin, kita disuruh menunggu di sini selama Mayat korban tadi sedang diurus." jawab Puji. ia juga sebenarnya sangat benci jika disuruh menunggu, tapi apa boleh buat?

"Huh, kenapa hanya kita saja, sih? Sementara Kak Mansyur, Kak Reyhan, Kak Nadia, dan Kak Karlina bebas berkeliaran. Dari tadi mereka tidak nampak batang hidungnya sama sekali."

"Sudahlah, terima nasib saja."

Tak lama kemudian, Reyhan dan Karlina akhirnya muncul.

"Hei, sedang apa kalian berdua di sini?" tanya Karlina.

"Disuruh Pak Didin." jawab Rasti cuek.

"Kasihan." ledek Reyhan. Reyhan dan Karlina ikut duduk di samping mereka berdua.

"Hei, apakah kalian lihat Mansyur? Sejak tadi kami berdua tidak dapat menemukannya." tanya Karlina.

"Entahlah, dari tadi kami hanya menunggu saja di sini, tidak diberi waktu untuk mencarinya." kata Puji.

"Iya, dan kami juga sudah menunggu kalian." Sambung Rasti dengan nada kesal.

Reyhan menghela napas. "Yah, kita tunggu saja dia di sini. Mungkin saja Nadia juga sedang mencarinya." setelah itu terjadi keheningan yang cukup lama.

"Hei, Kak Reyhan, ngomong-ngomong, bagaimana keadaan mayat sang korban tadi? Beberapa saat yang lalu aku melihatmu sedang berjongkok di dekat mayat tersebut?"

"Memang. Keadaannya sudah parah." kemudian ia menceritakan bagaimana keadaan sang korban. Ketiga temannya mendengarkannya dengan serius. Rasti sempat bergidik memikirkan bagaimana korban tersebut diperlakukan. Ia sangat tidak sudi jika dirinya yang berada di posisi sang korban.

"Wah, ternyata si pelaku tidak segan-segan, ya." kata Karlina.

"Hii, sepertinya si pelaku sudah menyimpan dendam kepada si korban tersebut." ujar Rasti.

"Sepertinya begitu." kata Reyhan. ia kemudian menghempaskan dirinya ke posisi tidur dan menghela napas panjang. "Aku aneh dengan warga sini, jika mereka tahu di sini banyak pembunuhan, kenapa mereka tidak pindah saja ke tempat lainnya yang lebih aman?"

"Aku juga tak tahu." jawab Puji. kemudian ia, Rasti kan Karlina mehempaskan dirinya secara bersamaan seperti yang sebelumnya dilakukan oleh Reyhan.

<><><>

Sementara itu, Nadia sedang berjalan-jalan di sisi rawa yang terletak di pinggir desa tersebut. Kemudian ia menghembuskan napas.

"Akhirnya aku bisa bebas setelah berdesak-desakkan dengan mereka." ia bertolak pinggang sambil memandang rawa tersebut. Tiba-tiba ada yang memanggilnya dari arah belakang.

"Nadia! Ternyata kamu disini!" ia mendongak ke arah suara tersebut. Ternyata Karlina lah yang memanggilnya.

"Eh, Kar, ada apa?"

"Tidak ada apa-apa, hanya sekedar menikmati pemandangan saja." Mereka berdua terdiam cukup lama.

"Hei, Nad, kamu tahu sesuatu tidak?" tanya Karlina dengan suara berbisik. Nadia menoleh, ia merasa aneh dengan ucapan Karlina.

"Tahu apa, Kar?"

"Aku dengar, di sekitar rawa sini setiap malam sering terdengar suara tangis seorang anak perempuan. Orang-orang sudah berusaha mencari sumber suara tersebut, tapi tetap saja anak perempuan itu tidak dapat ditemukan." Nadia bergidik mendengarnya. Karlina kembali melanjutkan ceritanya. "Orang-orang sekitar percaya bahwa itu adalah suara tangis dari Shella."

The Gold Keys [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang