BAB 15 HILANG

8 1 0
                                    

"Cepat ke sini!" seru sebuah suara. Semuanya menoleh ke asal suara. Ternyata Shella lah yang berseru dari balik semak-semak di dekat tempat mereka berdiri. Rupanya dia sudah lama berada di situ. Semuanya langsung bergegas mengikutinya ke balik semak-semak.

Setelah itu, perhatian mereka kembali tertuju kepada Pak Dedi. Pada awalnya memang tidak terjadi apa-apa, tapi lama-kelamaan terjadi sebuah peristiwa yang dapat membuktikan seberapa seramnya rumah tersebut.

Pak Dedi mulai melangkah sedikit demi sedikit mendekati rumah tersebut, lama-kelamaan terlihat seseorang, atau lebih tepatnya, "sesuatu", mendekati Pak Dedi. Sesuatu itu diliputi bayang-bayang gelap, sehingga sekilas hanya terlihat warna hitamnya saja. Mereka yang menyaksikannya terkesiap saat bayangan tersebut mulai meliputi seluruh tubuh Pak Dedi dan menyeretnya menuju rumah tersebut, tempat asal bayangan tersebut. Dan kemudian, dalam sekejap mata, seluruhnya menghilang dari tempat yang seharusnya mereka berada. Rumah, bayangan, bahkan Pak Dedi pun turut hilang bersamanya.

Selama beberapa saat, mereka yang menyaksikan tak dapat berkata apa-apa. Kejadian barusan masih terputar terus di pikiran mereka. Ternyata, Pak Asep lah yang pertama sadar dari lamunannya.

"Hei, Hei, sadarlah kalian semua!" seru Pak Asep sambil melambai-lambaikan tangannya di depan wajah mereka semua. Akhirnya mereka mengerjap-ngerjapkan mata dan saling berpandangan.

"P-P-Pak Dedi..." Shella tidak dapat melanjutkan kalimatnya. Dia begitu tenguncang melihat kejadian barusan.

"Soal peristiwa tadi..." Pak Darma berhenti sejenak, kemudian melanjutkan, "Apakah itu nyata, atau hanya saya saja yang melihatnya?"

"Tidak, Darma," jawab Pak Asep. "Kita semua melihatnya sendiri."

Yang lainnya mengangguk menyetujui. Tidak mungkin mereka tidak dapat melihat peristiwa tersbeut, yang jelas-jelas terjadi di depan mereka.

"Emm, sebenarnya..." tiba-tiba Hasbi menyeletuk. "Aku tidak melihat apapun sejak tadi."

"Haah??" teriak kelima rekannya serempak.

"Tidak mungkin," kata Pak Darma sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kau benar-benar tidak melihatnya? Pak Dedi? Bayangan hitam? Bahkan rumah tersebut??"

"Benar! Aku tidak bohong!" kata Hasbi ngotot. "Itu sebabnya aku merasa aneh kenapa kalian tiba-tiba saja bersembunyi di balik semak dan mendadak semua perhatian tertuju pada tanah kosong di depan kita?"

Semuanya mengerutkan kening. Kemudian mereka berpaling menghadap ke tempat rumah tadi berada, dan benar saja, tempat itu sekarang hanyalah berupa tanah kosong.

"Yah, kita anggap saja ini sebuah keberuntungan untukmu karena tidak dapat melihatnya," kata Pak Asep. "Mungkin sang penunggu masih belum mengizinkanmu untuk melihatnya."

"Lalu...lalu... bagaimana dengan Pak Dedi?" tanya Shella. "Bagaimana kita memberitahukannya kepada para warga? Sedangkan Pak Dedi merupakan salah satu orang yang terkenal di desa ini?"

"Taka ada cara lainnya lagi," ujar Pak Darma. "Kita harus memalsukan kematiannya."

"Memalsukan?" tanya Shella keheranan.

"Yah, mungkin maksud Pak Darma, kita harus memberitahukan kepada para warga bahwa Pak Dedi telah meninggal dikarenakan suatu sebab yang masuk akal," terang Pak Asep. "Seperti misalnya, dia meninggal karena gantung diri?"

"Ow, ow, sepertinya itu terlalu berlebihan," kata Pak Ibnu. "Bagaimana kalau kita bilang bahwa Pak Dedi telah dibunuh oleh Pak Surya? Mereka itu kan suka bertengkar?"

"Hei! Yang benar saja!" tukas Pak Surya. Kemudian ia menghela nafas. "Sudahlah, kita ikuti saja saran Pak Asep. Atau ada yang mempunyai usul lain?"

Semuanya menggeleng,tanda mereka tidak mempunyai usul lainnya. Akhirnya mereka sepakat akanmengatakan alasan tersebut jika ditanya tentang Pak Dedi.

The Gold Keys [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang