BAB 19 AYO, KITA BEBASKAN MEREKA!

12 1 0
                                    

Malam itu sangat sepi. Tidak seperti biasanya, bahkan angin yang bertiup kali ini tidak menimbulkan suara sama sekali, seolah-olah ikut merasakan ketegangan yang sedang terjadi pada malam itu. Ketegangan yang sama paling terasa oleh 7 orang yang sedang berjalan malam itu ke suatu tempat. Mereka berjalan di gang yang sempit, sehingga mereka harus berbaris agar dapat melewatinya.

"Dingin...sekali...malam ini...," Rasti menggigil kedinginan, walaupun ia berada di posisi tengah barisan tersebut. Ia juga merasakan bahwa Nadia yang berjalan di belakangnya juga merasa kedinginan seperti dirinya. "Kenapa, sih, kita harus pergi malam ini? Besok juga kita bisa ke sana."

"Justru inilah saat-saat yang tepat untuk masuk ke sana," jawab Mansyur yang berada di posisi paling belakang. "Jika malam begini, aku kira akan lebih mudah masuk ke sana, karena 'dia' juga pasti lebih suka menampakkan dirinya di malam hari."

"Ya, benar apa yang dikatakan Mansyur tadi," sambung Pak Surya yang berjalan di posisi paling depan sebagai pembimbing mereka. "Kemungkinan kita bisa masuk ke sana akan semakin besar jika kita mendatanginya pada waktu malam seperti sekarang."

Rasti menghela nafasnya, pasrah. Ia memalingkan wajahnya ke arah Nadia untuk meminta dukungan, tapi ia hanya mengangkat bahunya sebagai jawaban. Rasti memalingkan mukanya lagi ke depan. Kemudian ia mengingat sesuatu.

"Pak, bisa berhenti sebentar?" seru Rasti kepada Pak Surya.

Pak Surya menoleh. "Ada perlu apa, Rasti?"

"Aku ingin mengenakan jaketku dulu, aku tidak tahan dengan udara malam."

"Baiklah," kemudian Pak Surya memberikan isyarat kepada yang lainnya agar berhenti sejenak. "Cepat kenakan jaketmu dulu."

Rasti mengangguk. Tanpa basa-basi, ia langsung mengeluarkan jaketnya dari ransel yang dibawanya. Setiap orang di situ membawa ransel, dan yang paling ringan tentunya adalah ransel miliknya, karena ia tak ingin repot-repot membawa banyak barang. Ia kemudian mengeluarkan jaketnya yang berwarna merah muda dengan sepasang telinga panda di tudungnya.

"Aku juga ingin mengenakan jaketku dulu." Ujar Nadia. Kemudian ia ikut berjongkok di samping Rasti dan mengeluarkan jaketnya yang berwarna hijau daun.

"Ayolaah, cepat sedikit, dong." keluh Puji yang mulai hilang kesabarannya.

"Sabar dikit, dong!" tukas Rasti. Setelah ia dan Nadia mengenakan jaket, mereka langsung bergegas kembali ke barisan mereka.

"Kalian sudah selesai?" tanya Pak Surya. Mereka berdua mengangguk. Pak Surya berpaling lagi dan kembali meneruskan perjalanan.

Selama perjalanan mereka, tidak ada satu pun dari mereka yang berbicara. Semuanya tenggelam dalam pikirannya masing-masing. Tiba-tiba, sesuatu tercetus di benak Mansyur.

"Pak Surya," panggilnya.

Pak Surya mendongak ke arahnya. "Ada apa?"

"Saat aku berada di kantor Pak Asep siang lalu, Pak Asep sempat bercerita kepadaku bahwa ada dua orang hansip yang menghilang beberapa hari yang lalu," kata Mansyur. "Apakah hal tersebut juga penyebabnya adalah rumah tersebut?"

"Hah? Dua hansip yang menghilang?" seu Reyhan tiba-tiba. Dia sepertinya pernah mendengar kabar tersebut. "Oh! Sebelum kita pergi ke sini, aku sempat melihat berita itu di televisiku! Ternyata kejadian tersebut terjadinya di desa ini, ya!"

"Wah, ternyata sudah sampai masuk TV, ya?" tanya Pak Surya terkejut. "Ya, peristiwa itu memang terjadi di desa ini. Dan tentu saja rumah yang sedang kita tuju lah penyebabnya."

"Ya ampun, rumah itu memang banyak menimbulkan kejadian-kejadian aneh, ya." Nadia berkata dengan wajah suram.

"Karena itulah kita harus berhasil dalam misi ini," kata Mansyur memberikan semangat. "Jika kita berhasil, kita dapat menyelamatkan nyawa orang banyak."

Nadia mengangguk muram. Ia terkadang merasa takut jika ia tidak dapat kembali lagi jika sudah berada di dalam rumah itu.

Seolah-olah membaca pikirannya, Karlina langsung berkata, "Tidak apa-apa. Jika kita dapat bekerja sama, kita pasti dapat keluar dari situ bersama-sama."

Nadia tersenyum. Ia juga yakin akan keluar dari sana bersama dengan mereka. Namun, tiba-tiba saja Pak Surya menyeletuk.

"Kita sudah sampai." lapor Pak Surya. Semuanya mendongak. Ternyata mereka sudah sampai di tujuan mereka.

Puji menghela nafas. "Apakah kita akan benar-benar masuk ke sana?"

"Itu sudah pasti," kata Reyhan sambil membuka gerbang rumah itu lebar-lebar. "Silahkan masuk tuan-tuan dan nyonya-nyonya."

Perhatian mereka langsung tertuju pada rumah yang berada di balik gerbang tersebut. Entah kenapa malam itu rumah tersebut serasa lebih menyeramkan. Kemudian Pak Surya memandang mereka semua.

"Apa kalian sudah siap??" serunya.

"SIAP!!" jawab mereka serempak. Tanpa ragu, mereka semua langsung menerjang masuk ke dalam rumah tersebut. Dan gerbang rumah tersebut yang berada di belakang mereka tertutup dengan sendirinya. Petualangan sebenarnya telah dimulai!

The Gold Keys [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang