BAB 23 MENUJU KE ISTANA

1 1 0
                                    

Puji, Rasti, Nadia, Reyhan, dan juga Pak Surya memandang istana yang berada di depan mereka tanpa berkedip sekalipun dengan pandangan kagum, sekaligus tidak percaya. Sungguh sangat aneh jika di tengah desa ini ternyata terdapat sebuah istana yang besar.

"A-aku ti-tidak percaya i-ini." Kata Rasti terbata-bata.

"Ada sebuah istana di tengah desa ini?" sambung Reyhan.

"Bapak juga baru mengetahuinya," kata Pak Surya. "Sepertinya, rumah misterius yang tadi Reyhan tanyakan itu tidak ada. Tapi sebagai gantinya, istana inilah yang berdiri di sini."

"Sepertinya begitu," kata Nadia menyetujui perkataan Pak Surya. "Tidak mungkin ada 'rumah misterius' di dalam 'rumah misterius', kan?"

Semuanya mengangguk setuju. Mereka pun memperhatikan istana itu dari kejauhan. Istana itu berdiri megah di depan, lebih tepatnya, di bawah mereka. Bunga-bunga yang indah menghiasi bagian depan istana tersebut. Dan langit yang berada menaunginya sangatlah cerah, tidak seperti langit di tempat lainnya yang berwarna merah.

Sementara di bagian samping istana mengapit dua buah menara yang terbuat dari batu berwarna putih. Di setiap menara sepertinya memiliki beberapa lantai yang setiap lantainya terdapat sebuah balkon sederhana yang hanya dipagari oleh beberapa batang kayu.

Bangunan utamanya pun tidak kalah megah dengan istana dan halamannya. Bangunan tersebut terdiri dari tiga lantai. Lantai pertama tentu saja merupakan tempat yang pertama di datangi setelah masuk ke dalamnya. Sementara di lantai kedua, dari tempat mereka sekarang ini, hanya terlihat sebuah balkon di bagian depannya yang menghadap ke arah halaman depan istana tersebut. Sementara lantai ketiga merupakan bagian atap bangunan tersebut. Di situ terdapat beberapa meriam dan beberapa alat penyerangan jarak jauh lainnya serta alat-alat lainnya yang sepertinya digunakan untuk berperang, walaupun mereka tidak yakin siapakah yang akan menyerang istana tersebut di tengah desa seperti ini?

Dan di bagian paling depan istana tersebut tentunya berdiri sebuah gerbang yang terlihat kokoh yang dijaga oleh pasukan penjaga istana. Bagian atas gerbang tersebut terlihat sangat runcing, sehingga hanya kemungkinan kecil ada seseorang yang dapat memanjat melewatinya tanpa terluka.

Lalu kemudian mereka melihat ke bawah ke arah jurang. Ternyata jurang yang berada di depan mereka hanyalah sebuah tebing yang ternyata tidak sedalam yang mereka pikirkan. Kabut yang sebelumnya berada di situ lah yang menyebabkan tebing di depan mereka itu terlihat dalam dan terlihat seperti jurang.

"Setelah kupikir-pikir, ternyata masih masuk akal bagiku jika jejak itu berhenti di pinggir tebing ini," kata Puji. "Masih memungkinkan bagi para penculik tersebut menuruni tebing ini menggunakan alat bantu, seperti misalnya, tambang?"

"Ya, aku setuju denganmu." ujar Nadia menyetujui perkataan Puji.

"Ngomong-ngomong soal tambang," kata Rasti. "Kenapa kita tidak turun saja ke bawah menyusul mereka dengan menggunakan tambang?"

"Ya ampun, benar juga katamu! Kenapa tidak terpikirkan olehku, ya?" ujar Puji sambil menepuk dahinya.

"Tapi masalahnya, apakah diantara kita ada yang membawa tambang?" tanya Reyhan. "Kebetulan tambang milikku berada di ransel Mansyur."

"Tunggu, sepertinya aku masih menyimpannya di dalam ranselku." kata Puji sambil merogoh-rogoh ransel miliknya. Setelah beberapa saat, akhirnya ia pun menemukan benda yang ia cari.

"Syukurlah ternyata kau masih menyimpannya," kata Reyhan. "Berarti kita masih bisa menyusul Mansyur dan Karlina."

"Tapi sebelum turun, kita harus mengukur panjang tambang ini terlebih dahulu, apakah cukup panjang untuk sampai ke bawah atau tidak." ujar Pak Surya.

The Gold Keys [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang