BAB 13 RUMAH DIMENSI LAIN

2 1 0
                                    

41 Tahun Yang Lalu....

Tahun 1976

"Selamat untuk saudara Asep Solihin, yang telah terpilih menjadi kepala Desa Jurig dalam pemilihan kali ini!" kata seseorang yang bericara di atas sebuah panggung dengan menggunakan mikrofon. Tepuk tangan bergemuruh di area sekitar panggung tersebut.

Sementara di atas panggung tersebut berdirilah 2 orang yang sedang menghadap ke arah para hadirin. Orang pertama adalah Pak Darma. Saat itu ia masih sangat muda dengqan wajah yang tampan. Ia memegang mikrofon di depan mulutnya dan terus mengoceh kepada hadirin yang ada di situ. Pak Darma dikenal sebagai polisi di Desa Jurig itu, sekaligus berperan sebagai 'asisten' kepala desa ___ yang kali ini gelar tersebut dipegang oleh Pak Asep.

Saat itu juga, Pak Asep sedang mengalami masa mudanya. Umurnya tak jauh berbeda dengan Pak Darma. Jenggotnya tercukur dengan rapi. Badannya kecil tapi tegap. Ia tampil sangat berwibawa dengan syal yang selalu terlilit di lehernya sebagai ciri khas pribadinya.

"Apakah ada yang hendak bapak sampaikan?" tanya Pak Darma. Kemudian ia memberikan mikrofonnya kepada Pak Asep.

"Ya! Terima kasih kepada siapa saja yang telah mendukung dan mempercayakan jabatan ini kepada saya," kata Pak Asep. "Saya akan berusaha menjaga amanah yang telah kalian titipkan kepada saya, dan tentunya dibantu juga oleh Pak Darma ini."

Tepuk tangan kembali bergemuruh. Pak Asep menyerahkan mikrofonnya kembali kepada Pak Darma dan melambaikan tangannya kepada semua orang yang hadir di situ.

"Ya, karena sebentar lagi acara ini telah usai, marilah kita akhiri acara ini dengan doa bersama," kata Pak Darma. "Semuanya, silahkan tundukkan kepala kalian. Berdoa mulai."

Semua orang menundukkan kepala mereka. Terjadi keheningan yang cukup lama karena semua sedang khusyuk berdoa masing-masing. Tak lama, akhirnya Pak Darma mengakhirkan doa tersebut dan menutup acara pemilihan tersebut.

<><><>

Setelah semua orang telah bubar, tanpa diketahui oleh siapa pun, Pak Darma dan Pak Asep sedang berdiskusi membicarakan sesuatu yang penting. Tak ketinggalan juga ditemani dengan 6 orang kepercayaan mereka : Shella Wijaya, Hasbi Budiman, Ibnu Pratama Putra, Muhammad Surya, Akhmad Fauzi Surya Nagara, dan Pak Dedi 'botak'.

Mereka sedang berkumpul di ruang kantor pribadi Pak Asep.

"Ada masalah apa sebenarnya, Pak Darma?" tanya Pak Ibnu. Ia adalah pria berambut cepak dengan tubuh yang kekar karena dia adalah mantan petinju yang cukup terkenal. Ia duduk di sebelah pojok dengan bertopang dagu. Tatapan matanya memancarkan keseriusan kepada semua orang di situ.

"Saya bersama Pak Asep telah menemukan keanehan di desa ini." kata Pak Darma.

"Keanehan seperti apa yang ayah maksud?" tanya Shella. Ia adalah anak dari Pak Darma. Ia sedang duduk di sebuah kursi kayu sambil bersender ke sebuah dinding yang letaknya berhadapan dengan posisi Pak Darma sedang berdiri. Ia berwajah bulat dengan tubuh agak gempal. Ia selalu memakai kerudung yang sama setiap saat. Ia juga senang melilitkan jaket kesayangannya yang berwarna merah muda di pinggangnya. Dan ia adalah satu-satunya perempuan di perkumpulan itu. "Jangan bilang lagi-lagi ayah melihat tuyul berkepala tiga dengan ekor yang panjang."

Hasbi tertawa mendengar ucapan Shella.

"Benar kata putrimu ini, Darma. Kau selalu mempercayai mitos sehingga semua yang ada di sekitarmu bisa kau anggap aneh." Kata Hasbi. Ia adalah seorang remaja ___ yah, bisa dikatakan usianya diatas remaja dibawah dewasa ___ yang ketampanannya tidak usah dipertanyakan lagi. Ia sudah menjadi model di beberapa majalah lokal ternama. Ia selalu memakai kacamata ski ___ yang menurutnya sangat nyaman dipakai, walau tidak sedang bermain ski ___ dan jaket bomber yang terlalu besar untuknya sehingga jaket tersebut panjangnya mencapai lutut Pak Hasbi. Ia sedang berdiri sambil bersender ke dinding di sebelah kiri Pak Darma. Tangannya terlipat di depan dadanya dan kakinya juga tersilang seperti tangannya.

The Gold Keys [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang