BAB 9 KASUS

3 1 0
                                    

"Kemana kita sekarang?" tanya Mansyur.

"Lebih baik kita menuju ke menara untuk memanggil bantuan." jawab salah satu manusia ular.

"Baiklah."

Mereka berempat__ Mansyur, ayahnya, beserta kedua manusia ular __ terus berlari menuju menara yang berada di samping gedung. Sementara itu, para bajak laut terus mengejar mereka tanpa ada kata lelah.

"Baiklah, sudah sampai, ayo kita naik." Lalu mereka berempat pun naik ke atas menara tersebut. Satu persatu dari mereka mulai menaiki tangga menara yang melingkar, dimulai dari kedua manusia ular tersebut, lalu disusul oleh Mansyur, dan terakhir ayah Mansyur. Sebelum naik, ia terlebih dahulu mengunci pintu menara tersebut agar para bajak laut tersebut tidak dapat masuk ke dalam menara.

"Ayo cepat!" salah satu manusia ular tersebut memberikan komando dari posisi paling depan. Lalu ia mendadak berhenti di depan sebuah pintu kayu.

"Kita masuk ke sini dulu saja, semoga di kamar ini aman." Entah datang darimana, sebuah kunci perunggu tiba tiba tergenggam di tangan sang manusia ular. Cepat-cepat ia memasukkan kunci tersebut ke dalam lubang kunci pintu tersebut.

Mansyur mengerutkan keningnya. "Aku rasa sebelumnyan tidak ada lubang kunci?" Mansyur keheranan sendiri melihat lubang kunci yang tiba tiba muncul layaknya kunci yang digenggam sang manusia ular.

Pintu pun terbuka dengan suara berderit. Terlihatlah ruang kosong dan gelap dibaliknya. Angina dingin menghembus dari dalam ruangan tersebut yang membuat suasana ruangan tersebut semakin mencekam.

"Ayo kita masuk." ajak manusia ular yang tadi membukakan pintu.

"Eh, maaf, aku tidak tahu siapa kamu," celetuk ayah Mansyur sebelum mausk ke dalam ruangan tersebut. "Tapi apakah kau yakin ini ruangan yang benar? Aku tidak yakin kita akan aman di sini."

"Sudah, percaya saja padaku, lagi pula aku juga salah satu yang membangun menara ini, jadi aku sudah hafal seluk beluk menara ini."

Ayah Mansyur mendengus. "Baiklah, tapi awas saja jika kau berani berbohong padaku."

"Baiklah, baiklah. Ayo cepat masuk." lalu mereka berempat pun masuk ke dalam ruangan tersebut.

<><><>

"Dimana, ya, tombol lampunya? Aku lupa tempatnya." ujar salah satu manusia ular dalam kegelapan.

"Tuh, kan, apa kataku, tadi kau bilang kau yang membangun menara ini." protes ayah Mansyur. "Tapi ternyata__"

Tiba-tiba manusia ular tadi mengingat sesuatu. "Oh, iya! Aku baru ingat." Kemudian ia merapalkan sesuatu yang terdengar seperti sebuah mantra. Usai merapalkan mantra tersebut, ia pun menjentikkan jarinya dan seluruh lampu di ruangan itu pun menyala. Ruangan itu menjadi penuh dengan cahaya.

"Woow!!" Mansyur berteriak. Barang-barang yang berada di ruangan tersebut membuat Mansyur dan ayahnya terkesima.

"Selamat datang di ruang penyimpanan senjata kami." sang manusia ular membentangkan tangannya. Ruangan tersebut sangat penuh dengan senjata, mulai dari yang paling kecil, seperti peluru, sampai yang sangat besar, seperti pesawat tempur dan tank. Semua senjata lengkap berada di sana.

"Lalu, apa yang akan kita lakukan dengan semua senjata ini?" tanya ayah Mansyur.

"Apa lagi? Kita akan berperang melawan mereka."

"Apaa?? Berperang katamu??" Mansyur yang awalnya takjub mendadak ngeri. "Apa kau serius??"

"Sangat serius." jawab manusia ular tersebut dengan cuek.

The Gold Keys [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang