BAB 31 RUANGAN KEENAM: RUANG SANG RAJA

2 1 0
                                    

Nadia menapaki anak tangga di depannya satu persatu tanpa rasa lelah. Ia mulai naik ke bagian teratas gedung utama istana tersebut, sekaligus menjadi tempat akhir dari istana tersebut. Semakin ke atas, penerangan mulai berkurang sehingga keadaan berangsur-angsur menjadi gelap. Dan juga udara di tempat itu pun semakin mendingin seiring dengan bertambahnya ketinggian. Walaupun sudah memakai jaket yang tebal, ia tetao menggigil kedinginan sakin dinginnya udara di situ. Setelah beberapa lama menaiki tangga tersebut, akhirnya ia pun sampai di depan sebuah pintu yang terbuta dari kayu. Di pintu tersebut terlihat banyak sekali koyakan, seolah pintu tersebut telah berusaha dibuka secara paksa berkali-kali.

Dengan tangan gemetar karena dingin, ia memutar pegangan pintu tersebut. Namun anehnya, pintu itu tidak bergerak sama sekali. Nadia memutar lagi berulang-ulang, tapi hasilnya pun tetap sama. Akhirnya ia pun mengerti kenapa di pintu tersebut terdapat banyak sekali koyakan.

Nadia mundur perlahan lahan sambil mendesah kesal. Ia pun memutuskan untuk mendobrak pintu tersebut. Ia berdiri dengan kuda kuda yang mantap, lalu setelah itu ia langsung menghantamkan tubuhnya ke pintu tersebut. Satu kali, dua kali, hingga yang ketiga kalinya...

BRAKK

Akhirnya pintu tersebut dapat didobrak, atau lebih tepatnya, dihancurkan olehnya. Nadia memandang ke sekelilingnya. Ia berada di sebuah tempat lapang yang terbuka, dengan dinaungi langit yang berwarna merah disertai dengan udara dingin yang bertiup kencang. Butuh beberapa waktu baginya, hingga akhirnya ia pun menyadari di mana dirinya berada sekarang.

"Tempat ini, kan..." ujar Nadia. "Bagian atap istana!"

Nadia melangkah maju perlahan-lahan menuju bagian pinggirnya. Tinggal beberapa langkah lagi menuju pinggiran atap tersebut, mendadak saja hembusan angin dingin di tempat itu berhenti. Nadia menghentikan langkahnya. Ia merasa seperti mendengar sebuah suara tawa dari belakangnya. Ia pun berbalik untuk memastikan asal suara tersebut. Di kejauhan terlihatlah sesosok manusia, dengan mengenakan pakaian ala samurai jepang. Ia duduk di sebuah singgasana layaknya seorang raja... raja kegelapan. Di tangan kirinya tergenggam sebuah tongkat hayu yang bagian ujungnya terdapat sebuah benda menyerupai sebuah Kristal berwarna hijau yang berpendar di tengah kegelapan. Ia duduk dengan bertopang dagu di lengan singgasananya dengan seringainya yang menyeramkan.

Nadia memperhatikan wajahnya dengan raut wajah penasaran. Ia merasa wajah orang itu familier... sangat familier. Mendadak saja raut wajahnya berubah dari penasaran menjadi ngeri yang terpampang jelas di wajahnya. Ia sangat mengenali orang yang sedang duduk di depannya itu. Orang itu adalah orang yang sangat dikenalinya... orang yang membawanya ke situ... orang yang membawa dirinya dan teman-temannya terjerumus ke dalam petualangan tersebut...

"P-Pak Didin...?" ujar Nadia gemetaran. Ia sama sekali tidak akan menyangka bahwa orang yang telah dikenalnya sejak lama... ternyata adalah raja dunia tersebut!

"Aku pasti bermimpi, aku pasti bermimpi..." katanya sambil mencubit-cubit dan menampar-nampar pipinya, memastikan bahwa dirinya tidak sedang bermimpi.

Pak Didin tertawa kecil melihat perbuatan Nadia. Ia pun bangkit berdiri dan mulai melangkah ke arah Nadia. "Kuakui semuanya sangat di luar perkiraanku," ujarnya. "Para sisi gelap yang aku tugaskan untuk membunuh kalian, ternyata gagal melaksakan tugas mereka, dan teman-temanmu ternyata, tidak kusangka, benar-benar cerdik dan berani sehingga dapat mengalahkan mereka."

Nadia terkejut. "Teman-temanku? Itu artinya..."

"Ya, lihatlah ke belakangmu."

Nadia membalikkan tubuhnya ke arah belakang, dan seketika muncul perasaan lega sekaligus gembira begitu ia melihat teman-temannya __ Rasti, Reyhan, Karlina, Mansyur, dan Pak Surya __ berkumpul di halaman istana tersebut, dengan selamat. Salah satu dari mereka, yang wajahnya tidak dapat dilihat jelas oleh Nadia, tapi ia yakin itu adalah Mansyur, terlihat sedang menuding-nuding ke arah istana.

The Gold Keys [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang