BAB 27 RUANGAN KEDUA: SUNGAI

2 1 0
                                    

Karlina mendaki anak tangga di depannya satu persatu. Nafasnya terengah-engah. Semangatnya menjadi berkurang sejak ia dan pacarnya, Mansyur, berpisah. Ditambah lagi sejak tadi ia sama sekali belum menemukan satu pun pintu.

"Ya ampun, di mana pintu itu?" keluhnya sambil terus melangkahi anak tangga di depannya, hingga akhirnya ia sampai di depan sebuah dinding yang menandakan ujung tangga tersebut. "Lagi-lagi..."

Ia melangkah mendekat dan meraba-raba dinding yang ada di depannya. Tapi alih-alih dinding, ia malah mendorong sebuah tirai, yang terlihat layaknya dinding, sehingga dirinya terjatuh ke dalamnya.

"Waa!" teriaknya. Sambil mengernyit kesakitan, ia dengan susah payah bangkit untuk berdiri. "Aduh, kukira itu dinding."

Ia mendongak dan memandang ke sekelilingnya sambil mengerjap-ngerjapkan matanya untuk membiasakan dirinya di ruangan itu karena cahayanya yang lebih sedikit dari ruangan sebelumnya. Lalu setelah matanya mulai terbiasa, ia mulai menyadari tempat dia berada sekarang. Di depanya tumbuh rerumputan yang tumbuh sampai sejauh mata memandang, dan ternyata yang sedang dia injak sekarang bukanlah 'lantai', melainkan rerumputan. Di atasnya ia dinaungi oleh sebuah langit yang berwarna gelap, seperti saat waktu subuh, dengan awan-awan yang indah menggantung di sana. Aroma udaranya memberikan kesan alam terbuka kepada orang yang menghirupnya. Kini ia sedang berada di alam terbuka. Ia mengerutkan keningnya, kemudian merogoh-rogoh sakunya. Kunci perak miliknya menghilang!

"Wah, sepertinya aku berada di ruangan yang benar," ujar Karlina sambil menghirup dalam-dalam udara di situ. "Sepertinya tempat ini tidak buruk, dan benar-benar mengingatkanku pada sesuatu."

Kemudian ia mulai berjalan menyusuri padang rumput tersebut, hingga ia sampai di sisi sebuah sungai kecil di tengah padang rumput tersebut.

"Sungai..." bisik Karlina. "Tidak kusangka ada sungai di tempat seperti ini."

Karlina turun ke sungai tersebut untuk meminum air di sungai itu. Ternyata sungai itu tidak terlalu dalam, hanya airnya hanya setinggi betisnya saja. Ketika tangannnya ia masukkan ke dalam air, tiba-tiba saja ia merasa bahwa tangannya menyentuh sesuatu di dasar sungai tersebut. Dengan penasaran, ia mengaduk-aduk air sungai tersebut hingga akhirnya ia menemukan benda yang disentuhnya tadi. Begitu melihat benda tersebut, matanya langsung membelalak tidak percaya. Ternyata benda yang dipegang di tangannya tersebut adalah satu set kunci yang berwarna emas.

"Kunci... emas?" katanya. "Kenapa benda ini ada di sini?"

Ketika ia sedang memperhatikan benda tersebut, tiba-tiba saja ia mendengar sebuah suara di belakangnya.

"Karlina?"

Karlina mendongak kaget. Di belakangnya berdiri seorang gadis yang tampaknya seusia dengan Karlina. Tubuhnya cukup ideal, dan dengan rambutnya dipotong pendek, membuatnya terlihat seperti polisi wanita yang paling muda yang pernah ada. Karlina yang melihat orang tersebut menahan nafasnya secara tidak sadar, karena orang yang berdiri di depannya itu adalah orang yang sangat ia kenal.

"Ti-Tiara?" ujarnya dengan raut tidak percaya. Ternyata orang itu adalah Tiara, teman masa kecilnya yang... sudah lama meninggal. "Ke-kenapa kau..."

"Ya, aku tahu apa yang akan kau katakan, tapi jangan khawatir, aku bukanlah aku yang sebenarnya, aku hanya penjaga di sini." kata Tiara.

Karlina mengerutkan keningnya. "Apa yang kau maksud dengan 'penjaga'?"

"Begini, apa kau menyadari tempat di mana kau berada sekarang?"

"Yah... aku berada di sebuah sungai kecil, dan..." perkataannya terhenti seketika setelah ia menyadari sesuatu dari tempat itu. "Sungai ini, kan..."

The Gold Keys [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang