Part 6: The truth

6.4K 838 186
                                    

Pagi-pagi buta Akbar udah bangun duluan. Sebenernya bukan bangun tidur juga karena dia hanya "tidur tidur ayam" karena ada Gavin di sebelahnya. Membuatnya tak bisa tidur pulas dengan nyaman.

Dia ada kelas pagi hari ini, tapi sebelum mempersiapkan diri, Akbar menyempatkan memasak soup pereda mabuk untuk Gavin. Setelah matang, menyiapkan dalam hotpot agar terjaga suhu panasnya. Meninggalkan note dan segera mempersiapkan diri secepat mungkin dan segera ke kampus.

Dia ga ingin bertemu Gavin untuk beberapa saat ini. Setelah apa yang terjadi semalam, tentang semua ucapan Gavin tentangnya masih membuatnya shock dan salah paham. Apalagi tentang ciuman itu.

Ciuman itu masih membekas dan terasa di seluruh mukanya walau Akbar sudah mandi.

Di sepanjang jalan menuju kampusnya, Akbar tak habis pikir, hidupnya sudah susah, menjadi bahan bully, dan sekarang masalah perasaan. Apalagi habis ini?! Kepalanya kejedot tiang listrik?!

TRANG!!

Aish sialan. Doanya langsung di jawab tuhan, karena tak memperhatikan jalan dia malah menabrak tiang listrik. Untung masih belom ada yang liat.

Di tengah Akbar melanjutkan perjalanan menuju kampus, ada motor yang tiba-tiba menghampirinya. Hampir sejenis dengan motor Gavin namun berwarna hitam abu. Awalnya acuh saja dan tak memikirkan siapa orang itu, tapi Akbar berhenti ketika sang pengendara motor dengan helm warna merah itu menghalangi jalanya.

"Maaf kak, aku orang miskin. Kalau mau ngerampok gaada yang bisa di rampok" jawab Akbar pasrah. Astaga kenapa pasrah banget dah ni anak.

Untung bukan orang jahat. Karena setelah pengendara itu melepas helm nya itu terlihatlah muka Draven yang tampan terpana sinar mentari pagi yang kalau kata-kata selebgram "golden hour".

"Hahaha siapa juga yang mau ngerampok" tawa Draven ke Akbar. Dan hanya dintanggapi kikuk oleh Akbar.

"Mau bareng ke kampus? Daripada jalan sendiri" tawar Draven ke Akbar. Dan ya siapa yang nolak rejeki. Itung-itung gratis dan ga capek yaudah Akbar iyain. Dan Draven memasang lagi helm nya dan berjalan bersama ke kuda besi milik Draven.

Tak lupa Draven yang mengulurkan tangan, membantu Akbar menaiki motor sport tinggi itu agar aman dan tak jatuh. Sekilas perbuatan Draven mengingatkan Akbar akan Gavin.

Semoga aku ga ketemu sama kak Gavin dalam waktu dekat.

Perlahan, Draven melajukan kendaraanya secara konstan membelah udara Jogja pagi yang masih lumayan segar. Masih belum padat akan orang yang lalu lalang. Selama perjalanan tak ada percakapan, hanya ada Draven yang fokus pada jalanan dan Akbar yang menikmati suasana pagi dengan sesekali memperhatikan sekitar hingga akhirnya mereka sampai.

Lagi, Akbar menjadi perhatian beberapa mahasiswa yang datang bersamaan atau sekedar mengobrol di parkiran.

Tentu saja, lagi dan lagi jadi bahan perbincangan. Cibiran tentang 'tu gembrot gimane bisa bareng kak Draven?' atau cuman sekedar 'cari muka ke kating kating sekarang?'

Mereka ngomongnya bisik-bisik si. Tapi bitch please -_-

Para jantan betina, gua gibeng juga lu. Masi kedengeran omongan lu ke Akbar. Kasian anak gue ni -_-

(Author gila ngomen cast nya sendiri)

Mencoba tak mendengarkan, Akbar langsung aja pergi dan melupakan Draven yang masih ngelepas helm dan membalas sapaan orang-orang disana.

"Akbar! Tunggu! Kenapa buru-buru banget? Masih pagi juga loh?" kejar Draven yang sempat tertinggal.

"Ah gapapa kak. Mau sarapan aja, laper hehe" elak Akbar agak canggung. Ini kenapa Draven ngikutin si masihan, kan jadi makin di liatin orang-orang pikir Akbar.

LET THE RIGHT ONE SEE [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang