Start to Know My Feelings 2

473 43 0
                                    

"Itu bukan hal yang aneh lagi, Sensei" dengus Ino pelan, Ia mengendikkan bahunya sekilas. "Menyukai anak yang umurnya lebih kecil dari kita itu sekarang wajar, lagipula menurutku usia antara si Baka itu dengan Shion-sensei tidak terlalu jauh" lanjutnya.

"Naruto juga sepertinya tidak masalah" Kiba ikut menyahut.

"..." Hinata hanya bisa terdiam mendengar itu semua, entah apa yang merasukinya sekarang, bibirnya tiba-tiba saja bergerak, dan..

"A..apa menurut kalian Naruto dan Shion-sensei itu akan menjadi pasangan yang cocok?" tanyanya tanpa sadar.

"..."

Dan semua murid yang ada di sana langsung ikut terdiam, berusaha memikirkan jawaban yang terbaik. Bahkan Shikamaru yang pemalas, serta Sasuke yang cuek ikut andil.

"Hn, kalau ada Shion-sensei, mungkin si Dobe bisa jadi lebih pintar." Jawab pemuda raven itu pertama kali.

"Hm, kau benar Sasuke-kun! Si Baka itu bisa jadi pintar kalau berpasangan dengan Shion-sensei," ujar Sakura,

"Menurutku cocok, karena kulihat keduanya punya sifat yang hampir sama. Shion-sensei yang sedikit aktif begitu juga Naruto" Kiba ikut merespon.

"Hoaahm Pasangan Merepotkan"

"..."

Mendengar jawaban cepat dari semuanya, tanpa Hinata sadari tangannya kini meremas kuat. Dada serasa bergemuruh, kenapa hanya mendengar itu hatinya bisa sesakit ini. Sebenarnya apa yang terjadi dengannya, sejak bertemu kembali dengan Naruto. Hinata mulai merasakan hal-hal aneh yang menggerogotinya. Hatinya jadi tak menentu, kadang senang, malu bahkan kadang marah ketika melihat pemuda pirang itu.

Gadis indigo itu berusaha keras menjauhkan pikirannya, dan mengingat kenangan-kenangannya bersama Gaara, mengingat kembali bahwa Gaara itu kekasihnya.

Dia lah yang memutuskan hal itu. Dia lah yang memilih semuanya, ketika kedua orang tuanya selalu mendesak dirinya untuk mengikuti kemauan mereka, bertemu dengan pemuda yang dipilihkan untuknya, membuat Hinata tidak tahan dengan desakan itu terus menerus, sampai saat Gaara menyatakan cinta padanya, tanpa basa-basi lagi ia menerima, karena menganggap pemuda merah itulah satu-satunya sahabat yang bisa ia percaya.

"..."

Eh?!

Hinata tersentak kaget, 'A..apa yang kupikirkan tadi, Ga..Gaara bukan sahabatku, dia itu kekasihku!'

'Aku menyukainya! Sejak dulu, aku memang menyukainya! Aku...' sekarang kepala Hinata serasa berkunang-kunang, pernyataan demi pernyataan datang silih berganti di otaknya. Apa yang ia rasakan selama ini terhadap Gaara, apa selama ini ia hanya menganggap Gaara sebagai pelarian dari sikap kedua orang tuanya saja?

Gadis itu menggeleng kecil, "Go..gomen, Sensei mau mencari makanan sebentar." Perkataan Hinata, membuat semua murid-muridnya mengernyit heran sampai akhirnya mengangguk paham.

"Kalau sudah selesai kembali lagi ya, Sensei!" seru Karin, yang di jawab anggukan kepala Hinata saja.

.

.

.

.

Kaki Hinata melangkah dengan hati-hati, menuju sebuah meja besar yang berisiikan berbagai macam makanan, sebenarnya ia tidak berniat untuk melakukan hal ini. Tapi mendengar perkataan semua muridnya tadi, membuatnya tidak tahan berdiri di sana terlalu lama.

Dan begitu ia sampai di hadapan makanan-makanan mewah itu, tangannya mengambil sebuah piring berwarna putih dengan lemas. Maniknya melihat ke arah para tamu yang juga sedang mengambil makanan,

Can I Love HimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang