Krek, pintu berwarna coklat itu perlahan terbuka. Hinata segera membuka high heels yang ia kenakan. Ia ingin segera berbaring di tempat tidurnya, dan karena kebetulan besok hari minggu. Sekolah libur jadi otomatis gadis ini bisa tidur sepuas-puasnya,
"Aku lelah sekali" bisik Hinata pelan seraya melangkahkan kakinya menuju kamar. Tak lupa, saat manik gadis itu melihat Kaasan serta Tousannya masih berada di ruang tamu. Ia menghampiri mereka,
"Kaasan, Tousan aku pulang," ucapnya pelan.
Membuat kedua orang tuanya menoleh, "Ah, kau sudah datang Hinata, bagaimana pestanya?" Tanya Mizuki, beranjak dari sofa dan mendekati putrinya. Mengusap rambut indigo panjang Hinata lembut.
"Un, me..menyenangkan Kaasan. Sampai-sampai aku kelelahan seperti ini" jawabnya, berusaha keras tidak mengkhawatirkan wanita cantik di depannya kalau sebenarnya ia sempat menangis tadi.
"Benarkah, tapi wajahmu terlihat kusut seperti itu. Kau baik-baik saja sayang?" Tanya Mizuki, masih terlihat ragu dengan jawaban putrinya.
"A..aku hanya kelelahan saja Kaasan, lagipula besok aku bisa isthirahat di rumah saja." ujar Hinata kembali.
"Mizuki, lebih baik kita biarkan Hinata isthirahat. Dia pasti lelah." Suara baritone Hiashi, membuat wanita itu menghela napas pelan.
"Baiklah kalau begitu, sebenarnya hari ini Kaasan ingin membicarakan sesuatu padamu. Tapi melihat wajah kusutmu, Kaasan jadi tidak tega. Isthirahatlah sayang" tutur Mizuki lembut.
Gadis itu mengangguk lemah, tersenyum tipis sampai akhirnya ia berjalan kembali menuju kamarnya.
"Oyasumi Kaasan, Tousan"
"Oyasumi"
______________________________________
Desahan lega terdengar dari bibir Hinata, tas kecil yang sejak tadi dibawa segera ia letakkan tak jauh dari tempat tidurnya. Gadis itu segera berjalan mendekati sebuah kasur yang sangat empuk kesayangannya. Dan tidak ingin berlama-lama lagi,
Bruk, tubuhnya segera ia baringkan, maniknya terpejam perlahan. Betapa melelahkannya hari ini, banyak sekali kejadian-kejadian yang ingin ia lupakan. Tapi tentu saja tidak semudah itu,
'Apa yang kupikirkan tadi,' batin Hinata kecil, tangan putihnya meremas seprai tempat tidurnya pelan. Ingatannya kembali teralih saat ia hendak pergi dari pesta itu. Saat dimana emosinya tak bisa di kendalikan, dan tanpa sadar Hinata mengucapkan sendiri dalam hati, kalau dia..
"….."
"Aku menyukai Naruto.." bisik gadis itu.
Menyukai,
Naruto, adik kecilnya yang dulu sangat cengeng dan selalu bergantung padanya. Benarkah?
"U…ugh, apa yang harus kulakukan?" Ya, ia menyukai pemuda pirang itu. Entah kenapa wajahnya terasa panas ketika mengingat perkataannya, dan tanpa aba-aba lagi Hinata segera membenamkan wajahnya pada bantal guling kesayangannya. Menahan rona merah yang menjalari pipinya itu kini.
"Dan tadi kenapa Gaara-kun tiba-tiba menanyakan warna kesukaanku?" ujarnya kembali. Dia benar-benar bingung, perasaannya kini campur aduk, sedih, kesal, senang, semuanya bercampur jadi satu.
"Hijau atau biru?"
"…"
Astaga Kami-sama! Hinata tidak mengerti sama sekali, apa dianya saja yang terlalu polos? Lalu tadi Hinata ingat sekali kalau Kaasan dan Tousannya ingin berbicara sesuatu dengannya, bicara tentang apa?!
"U..ughh aku tidak tahu," desahnya bimbang, lambat laun kantuk mulai menjalari kelopak matanya. Membuat gadis itu menguap tanpa sadar.
"Apa yang harus aku lakukan kalau nanti bertemu Naruto?" bisiknya kecil, sampai..
KAMU SEDANG MEMBACA
Can I Love Him
RomanceKembali Ke Konoha ternyata tidak seberuntung pikiran Hinata, bekerja di sebagai Guru di Konoha. Pertama bekerja disana, menangkap basah seorang murid bermata Saphire yang sedang membolos, dan harus kehilangan hal yang berharga baginya. Lengkap sudah...