Hmm Hobi Yah...

4 3 0
                                    


✏️✏️✏️

Bukan hal yang tidak biasa lagi jika bunyi bel, baik itu bel istirahat atau pulang, merupakan bunyi yang paling di nantikan dan paling di minati oleh hampir sebagian besar pelajar. Apalagi saat si pengajar tidak bersahabat. Senangnya melebihi mendapat uang di tengah jalan yang kadang warna uang nya saja sudah ngeblur. Sekalipun di tengah jalan raya.

Dengan gerakan kilat sepuluh tangan, Niko mengemasi barang-barangnya di atas meja, iyalah cepat, di atas meja adanya sebiji buku tulis plus pulpen yang keadaan tintanya mengenaskan alias kritis, hasil pinjaman permanen dari teman semejanya pula itu. Tak peduli kalau guru yang mengajar masih menggosip ria tentang sejarah yang terjadi berpuluh-puluh tahun lalu.

Bukan hanya Niko saja, melainkan hampir seluruh penghuni kelas nampaknya sudah siaga mengambil ancang-ancang layaknya seorang panglima perang yang akan bertempur melawan musuh. Yang mana musuhnya adalah nyanyian sumbang cacing-cacing di perut masing-masing yang sudah asik melakukan aksi demo.

"Pak lihat deh, kantin rame banget. Udah kayak bagi sembako saat menjelang pemilu aja deh Pak" ucap Niko mengode si Bapak Guru berkumis yang sebelumnya akan kembali mengangkat suara. Padahal kantin sedikit jauh dari kelas mereka, bagaimana bisa ia tahu kalau kantin sedang ramai. Ada-ada saja.

"Baiklah sepertinya sudah ada yang tidak sabar. Kita lanjut di pertemuan berikutnya. Selamat siang." Ucap sang Guru pada akhirnya. Setelah menghunuskan lirikan tajam pada orang yang mengganggu kegiatannya. Bukan salah Niko kan mengingatkan?

Tidak butuh waktu lama untuk melenggangkan isi kelas. Hampir seluruh penghuni kelas sudah berlarian merebut kedudukan pertama orang yang sampai di kantin.

"Kantin yok" ajak Simon pada Gilbert.

"Ayok. Ri lo ngak ngantin?" tanya Gilbert melirik Ari.

"Spesies manusia gitu kau tanya ngak gantin? Kayaknya satu hari aja dia ngak ngantin tubuh dia bakalan di penuhi bulu ayam di padukan bulu ketek kayaknya." Niko berkomentar. Sedangkan yang dimaksud dengan santainya mengacungkan jari tengah pada Niko.

"Cepet yok, lapar" ucap Simon menengahi.

Keempat manusia itu lantas meninggalkan kursi masing-masing.

"Duluan ya Sa" pamit Niko, Simon dan Ari bersamaan saat melewati gadis yang tempat duduknya berada di samping Gilbert, sedangkan Gibert menatap heran ketiganya. Lalu di liriknya gadis itu yang nampak menindihkan kepala di atas tangan yang terlipat di atas meja.

"Hmm" balas gadis itu tanpa merubah posisi.

Setelah melewati pintu, Gilbert membuka percakapan.

"Tuh cewek kenapa?" tanya Gilbert.

"Namanya Neshya. Dia emang gitu. Setiap jam istirahat pasti tidur di kelas. Jarang keluar kelas" tutur Simon. Gilbert hanya mengangguk-angguk paham.

Sesampainya di kantin, mereka menjadi bahan tontonan plus bahan gosipan.
Namun atensi itu lebih di tujukan pada si lelaki berkulit putih bersih dan bermata coklat gelap dengan alis tebal memesona yang tampak santai dengan tangan yang terselip di kedua saku celana. Gilbert.

"Wih berasa artis dadakan nih" ucap Ari.

"Niko mah udah biasa di perhatiin gini, jadi gak heran lagi" balas Niko.

"Iyalah di perhatiin. Soalnya mereka pada was-was akan kemunculan muka jelek plus begal plus pembawa petaka kayak muka kau." Ucap Simon sarkas. Namun yang dituju malah tak peduli.

"Muka pembawa berkah gini di kata begal. Dasar netizen durhaka." Balas Niko

"Ck. Gue risih. Duduk yok?" sahut Gilbert yang di setujui ketiganya.

BundarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang